Loading...
Logo TinLit
Read Story - Satu Nama untuk Ayahku
MENU
About Us  


Mencari pekerjaan di Jakarta sungguh sulit. Raden merasa sudah tidak sanggup lagi melangkah di tengah teriknya matahari. Tapi, jika ia tidak juga mendapat pekerjaan, dari mana ia bisa membiayai sekolah putranya?

Raden berspekulasi ini ada sangkut-pautnya dengan kekuasaan ibunya di Indonesia. Setiap perusahaan yang ia datangi selalu menolak dirinya setelah menyebutkan namanya adalah Raden Kalingga.

Menepi sebentar di depan toko yang sudah tutup sembari menyaksikan sebuah patung Arjuna yang sudah menjadi ciri khas di jalan MH Thamrin itu. Jika saja hidupnya penuh keajaiban seperti cerita pewayangan Mahabarata, Raden berharap ia bisa memiliki kemampuan seperti Arjuna supaya dapat menancapkan anak panahnya pada siapapun orang yang ia kehendaki.

"Ayah juga suka Arjuna?"

Raden menoleh lalu tersenyum melihat Abi dengan seragam sekolahnya berdiri tepat di sebelahnya. Tangannya bergerak mengusap kepala putranya penuh kasih. Satu-satunya penguat hidupnya kini adalah Abi.

"Abi suka sama Arjuna?"

Anak itu mengangguk antusias. "Menurut Abi, Arjuna itu sosok pahlawan yang luar biasa. Dia sangat sayang kepada ibunya dan selalu menghargai setiap perempuan. Arjuna bahkan rela membagi seorang wanita yang ia dapat sebagai hadiah sayembara dengan saudara-saudaranya."

Raden menoleh kembali berniat memotong kalimat anaknya.."Yang luar biasa itu Drupadi, ia mengabdikan dirinya di antara kelima pria. Bertahan demi sebuah pengorbanan. Tapi Arjuna, ia malah membuat hati Drupadi terluka dengan membawa adik dari Dewa Krisna bukan?"

"Ayah jangan menyalahkan Arjuna begitu. Itu karena Subrada adalah adik dari Dewa Krisna sahabat Arjuna. Dengan kata lain, di sana Arjuna sudah tidak memiliki pilihan lain selain membantu Subadra untuk tidak menikah dengan orang yang salah."

Abi begitu antusias menceritakan tokoh Arjuna membuat Raden tertawa. Pria itu merasa gemas melihat wajah Abi yang kesal karena ia telah menjelekkan seorang Arjuna.

"Abi harus bisa belajar dari Arjuna ya. Meskipun ia hidup dalam kesederhanaan tapi jiwa ksatrianya tidak pernah hilang. Dan, memiliki sikap yang penyayang kepada sesamanya."

"Iya, Ayah."

Sejenak Raden menatap langit sore yang sudah mulai mengiringi kepergian sang mentari. Kemudian melihat ponselnya sudah menunjukkan pukul 17.30 WIB.

"Abi, ayo pulang."

Mereka berjalan beriringan dengan lengan Raden yang memeluk bahu Abi. Meninggalkan jejak langkah yang mereka buat di atas jalanan yang dipijaki.

Abi menengadah ketika setetes air hujan menyentuh hidung mancungnya.
"Ayah, hujan!"

Detik selanjutnya hujan deras turun tanpa interupsi. Raden langsung menarik lengan Abi mengajak anaknya berlari sekencang mungkin.

"Ayo lari Abi..."

"Ayah, tahu apa yang bisa kita lakukan dengan air hujan?" tanya Abi setengah berteriak melawan hujan sembari berlari kencang.

"Apa?"

"Membiarkan tetesnya ikut membasahi hati kita yang kering."

Raden mengangkat alisnya tinggi-tinggi tanda ia tidak mengerti kalimat putranya.

"Ayah... Setiap orang mengatakan kalau hujan selalu membawa kerinduan. Ayah.. Abi rindu pada Ibu... Jadi, mari kita membiarkan hati kita yang kering ini basah oleh tetesan air hujan. Rasakan kerinduan Ibu dialiri oleh tetes-tetes hujan yang menerpa."

"Supaya apa?"

"Mengusir Rindu, Ayah."

Abi benar, tetesan hujan itu sudah berhasil merembes ke dalam hati mereka yang kering. Raden berharap Diah di atas sana menyaksikan momen manis ini. Momen yang pasti akan lengkap jika saja Diah ada bersama mereka. 

 

***

 

Di dalam kelas selama pelajaran matematika berlangsung, Abi tidak bisa fokus karena harus mengeluarkan bersin sesering itu. Akibat melawan hujan kemarin sore bersama ayahnya tubuh Abi jadi sedikit demam.

Kasih yang diam-diam menghitung jumlah bersin yang Abi keluarkan akhirnya mencuri-curi pandang ke belakang. Bukannya dapat tatapan hangat, justru Abi malah mengacungkan jari tengahnya sambil meledek Kasih dengan membuat wajahnya sejelek mungkin. Namun sambutan yang kasih berikan untuk Abi selalu senyum manisnya. Apapun yang Abi lakukan akan mendapat senyum cantik dan manis dari Sabrina Auxilia Kasih alias cewek kunti.

Tepat saat bel istirahat berbunyi Kasih berjalan menghampiri meja Abi tanpa berniat membereskan buku-bukunya terlebih dahulu. Gadis itu mengeluarkan aroma terapi dari dalam genggamannya yang ia dapat dari dalam tas. Kasih memang selalu membawa benda itu karena dipaksa oleh ibunya. Abi mendongak lalu meraihnya tanpa protes. Karena menolak dengan cara apapun Kasih bakalan menentangnya.

Setelah membaluri leher dan keningnya dengan aroma terapi dari Kasih, kemudian Abi meletakkan kepalanya menyamping ke sisi lain. Ia ingin menghabiskan waktu istirahatnya untuk tidur saja, lagipula perutnya sedang tidak nafsu makan.

"Abi sakit ya? Mending ke UKS aja atau perlu Kasih ijinin ke guru piket buat ngasih ijin Abi pulang ke rumah? Kalau di rumah, kan, Abi bisa dirawat sama Bunda. Ya Abi—"

"Gak usah. Gue cuma demam biasa, udah sana lo jauh-jauh, berisik tahu nggak sih. Gue mau tidur nih," usir Abi.

"Abi nggak lagi ada masalah sama Bunda, kan?"

Mata Abi yang semula terpejam kini kembali terbuka. Ia juga tidak melihat Kasih, posisinya masih membelakangi gadis itu. Abi meremas buku-buku tangannya sambil membayangkan wajah Marisha. Jujur ia sangat merindukan perempuan itu, bundanya dulu.

Tidak mungkin. Abi harus bisa bertahan dalam kesederhanaan hidup dengan ayahnya.

"Kasih ikut ke kantin nggak?"

Kasih menoleh karena suara teriakan dari Fina menyadarkan lamunannya. Sebelum keluar kelas, gadis itu menepuk bahu Abi pelan sambil mengucapkan kalimat.

"GWS ya Abi.."

Dan diam-diam Abi menghirup aroma terapi yang mulai menghangat di kening dan lehernya.

Thanks.

 

 

***

 

 

Tidak selamanya dunia dan takdir beriringan menelusuri jalan yang sama. Kadang kita harus merelakan ego kita turun beberapa derajat demi meneruskan perjuangan yang bahkan belum bisa dikatakan awal.

Jika melamar pekerjaan menggunakan pengalaman dan ijazah luar biasanya tidak membuahkan hasil, maka Raden akan mencoba mencari pekerjaan apapun asalkan itu halal.

Kakinya menginjakkan langkah ragu namun jiwa di dirinya meyakinkan lewat senyum Abi yang tiba-tiba melintas di kepalanya.

"Permisi, Apakah lowongan pekerjaan di sini masih berlaku?"

Seorang pria tua yang sebagian rambutnya sudah berubah putih memperhatikan Raden dengan seksama sebelum kerutan di dahinya muncul.

"Saya melihat ada poster di depan katanya ada lowongan pekerjaan di sini, Pak?"

"Benar, menjadi kurir. Mengantarkan barang-barang ke manapun. Kamu bersedia?"

Raden menggaruki kepalanya sebelum kembali memulai acara tawar-menawarnya.

"Tapi saya tidak memiliki kendaraan."

Pria tua itu tersenyum simpul. "Di sini sudah disediakan. Kamu tinggal mulai bekerja saja."

"Terima kasih banyak, Pak. Tapi, kapan saya bisa mulai bekerja?"

"Besok saja kembali ke sini jam tujuh pagi ya."

"Iya Pak, terima kasih."

Raden segera mengucapkan syukur pada Tuhan. Akhirnya pencariannya berujung juga. Meskipun hanya menjadi seorang kurir, setidaknya ia bisa membiayai sekolah Abi dan tidak membuat putranya kekurangan lagi.

Ia akan membuktikan pada dunia bahwa Raden saat ini sudah bisa disebut seorang ayah. Pun kepada seluruh keluarganya, Raden bisa hidup tanpa bantuan ibunya lagi.

Masih dengan perasaan bahagianya Raden segera menaiki angkot untuk pulang ke rumahnya. Selama perjalanan ia terus saja menyebut hamdalah dan nama putranya bergantian.

 

***

 

Sepulang sekolah Abi dibuat pusing dengan sikap Kasih yang berniat mengantarnya pulang sampai di depan pintu rumahnya, katanya. Tapi, itu pintu rumah Bunda bukan ayahnya. Jadi, bagaimana Abi mengatakan alasan lain supaya cewek kunti itu tidak curiga?

"Lo nggak usah anterin gue. Mana ada cewek anterin cowok, lo waras nggak sih?"

Bukan Kasih namanya kalau tidak bisa melawan kalimat seketus apapun dari Abi. "Kasih waras, orang cantik sama imut begini kok. Udah Abi tenang aja, Kasih bakal anterin Abi kok."

Mendengar kalimat Kasih memuji dirinya sendiri Abi hanya menampilkan ekspresi seperti menahan mual.

"Tapi nggak usah sampe pintu ya?"

"Sip!" jawab Kasih singkat lalu berjalan menghampiri halte menunggu angkot datang.

Baiklah, Abi akan berpura-pura masih tinggal di rumah Marisha. Toh, setidaknya ia jadi bisa melihat wajah Bunda untuk mengobati kerinduannya.

Sesampainya di depan gerbang rumah Marisha, Abi yang akan buru-buru mengusir Kasih tiba-tiba tersentak begitu melihat pemandangan di hadapannya.

Sejak kapan? Bukankah baru saja satu minggu Abi keluar dari rumah bundanya? Mengapa kini rumah itu sudah tidak lagi dihuni?

"Rumah ini dijual?" Kasih membaca tulisan tebal di sebuah papan yang menggantung di gerbang dengan suara cemprengnya.

Gadis itu lantas menoleh ke arah Abi mencari kejelasan. "Kok bisa, Bi? Ini maksudnya apa?"

Abi memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing mendadak. Ia tidak mau menjawab pertanyaan Kasih.

"Gerbangnya juga digembok. Kalau kayak gini nanti Abi gimana pulangnya? Bunda Abi udah ngasih tahu Abi?"

"Gue gak tinggal sama Bunda lagi," lirih Abi. 

"What? Kok bisa?" Suara Kasih memang patut diwaspadai. Tidak tahu situasi sekali berteriak tepat di depan Abi yang sedang sakit. Andai saja cowok itu tidak kuat, sudah pasti Abi ambruk saat itu juga.

"Gue udah pindah dan tinggal sama Ayah."

Setelah kalimatnya selesai, Abi berjalan lebih dulu meninggalkan Kasih dengan rasa penasaran gadis itu. Abi bahkan melupakan soal sakit di kepalanya tapi tetap berjalan menuju toko Pak Yasin.

"Abi? Kok di sini? Nggak ikut sama Bunda?" Baru saja sampai di depan toko Abi sudah dicecar dengan banyak pertanyaan.

"Emang Bunda ke mana ya Pak?"

Kening Pak Yasin berkerut tanda kebingungan. Pria tua itu tidak mengerti kenapa Abi tidak tahu-menahu soal Marisha.

"Bunda sama suaminya sedang bulan madu ke Jepang. Katanya rumahnya mau dijual saja karena setelah menikah dia mau ikut ke rumah suaminya."

Kasih memutar bola matanya jengah. Melirik Abi kemudian melirik Pak Yasin. Gadis itu menjadi orang paling tidak tahu apapun. Jadi ia dengan sekuat tenaga menarik Abi hingga berdiri di bawah sebuah pohon yang berada beberapa meter dari toko Pak Yasin.

"Abi, ini semua maksudnya apa? Kok Abi tidak tahu sih Bunda udah nikah? Bunda lagi bulan madu juga nggak tahu, rumah dijual Abi nggak tau. Memangnya Abi tinggal di mana? Dan, sejak kapan pisah sama Bunda?"

"Diam Kasih!" bentak Abi emosi.

Jika dalam keadaan normal Kasih pasti bahagia karena Abi memanggil dirinya dengan namanya bukan dengan sebutan cewek kunti. Tapi, hatinya mendadak sakit saat Abi malah membentaknya begitu. Kasih tahu dia sudah mencoba ikut campur, tapi bukankah dengan berbagi cerita beban Abi bisa sedikit ringan?

"Abi, maaf kalau Kasih ikut campur, tapi boleh nggak Kasih ikut ke rumah Abi?"

Abi menatap dalam manik mata Kasih. Benda bulat hitam itu terlihat tulus membantu. Tapi yang bisa Abi lakukan hanya menggelengkan kepalanya.

"Cukup ya. Lo itu ganggu, Kasih!"

Kasih mengerjapkan matanya mencoba meyakinkan diri untuk tidak menangis. Kalimat Abi memang selalu menyakitkan, tapi kenapa yang sekarang begitu menyesakkan. Apa Kasih sudah keterlaluan padanya?

Ia hanya bisa memandangi punggung Abi yang tertutup oleh tasnya. Ternyata begini rasanya patah hati, bukankah Kasih masih terlalu muda untuk merasakannya?

Abi mengusap keningnya yang ternyata masih terasa hangat. Mungkin jika dibawa istirahat besoknya ia bisa kembali sehat.

Abi melambaikan tangannya dari radius sepuluh meter di depan teras rumah. Ternyata ayahnya sedang menunggunya pulang.

"Wih... Arjuna udah pulang."

"Kalau Abi Arjuna, berarti Ayah adalah Dewa Indranya?" tanya Abi.

Raden menggelengkan kepalanya. Ia mengajak Abi duduk di kursi kayu panjang yang sudah ada di depan rumah.

"Ayah adalah busur panahnya dan Abi adalah anak panahnya."

"Kenapa begitu, Ayah?"

"Karena untuk membuat Abi terbang jauh seperti anak panah Arjuna, maka busur panahnya harus bisa menarik talinya dengan kuat dan tepat. Jadi, sebut saja Ayah akan membuat Abi kuat supaya bisa jadi orang yang berlari gesit seperti kecepatan anak panah Arjuna."

Abi merasa demamnya bisa hilang hanya dengan mendengar suara ayahnya. Ia menyenderkan kepalanya di bahu Raden mencari kenyamanan. Biar saja dunia menghajarnya dengan berbagai luka, Abi tidak takut karena kini dia memiliki seorang ayah. 

 

 

 

***

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak dengan komentar ya... ๐Ÿ‘๐Ÿ‘

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
A Perfect Clues
6302      1723     6     
Mystery
Dalam petualangan mencari ibu kandung mereka, si kembar Chester-Cheryl menemukan sebuah rumah tua beserta sosok unik penghuninya. Dialah Christevan, yang menceritakan utuh kisah ini dari sudut pandangnya sendiri, kecuali part Prelude. Siapa sangka, berbagai kejutan tak terduga menyambut si kembar Cherlone, dan menunggu untuk diungkap Christevan. Termasuk keberadaan dan aksi pasangan kembar yang ...
Utha: Five Fairy Secret
1572      770     1     
Fantasy
Karya Pertama! Seorang pria berumur 25 tahun pulang dari tempat kerjanya dan membeli sebuah novel otome yang sedang hits saat ini. Novel ini berjudul Five Fairy and Secret (FFS) memiliki tema game otome. Buku ini adalah volume terakhir dimana penulis sudah menegaskan novel ini tamat di buku ini. Hidup di bawah tekanan mencari uang, akhirnya ia meninggal di tahun 2017 karena tertabrak s...
Orkanois
2707      1038     1     
Fantasy
Ini adalah kisah yang โ€˜gilaโ€™. Bagaimana tidak? Kisah ini bercerita tentang seorang siswa SMA bernama Maraby, atau kerap dipanggil Mar yang dengan lantang menginginkan kiamat dipercepat. Permintaannya itu terwujud dengan kehadiran Orkanois, monster bertubuh tegap, berkepala naga, dengan tinggi 3 meter, dan ia berasal dari planet Orka, planet yang membeku. Orkanois mempunyai misi berburu tubuh ...
Reandra
2008      1141     67     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Chrisola
1102      642     3     
Romance
Ola dan piala. Sebenarnya sudah tidak asing. Tapi untuk kali ini mungkin akan sedikit berbeda. Piala umum Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika. Piala pertama yang diraih sekolah. Sebenarnya dari awal Viola terpilih mewakili SMA Nusa Cendekia, warga sekolah sudah dibuat geger duluan. Pasalnya, ia berhasil menyingkirkan seorang Etma. "Semua karena Papa!" Ola mencuci tangannya lalu membasuh...
Premium
Cinta Guru Honorer
26221      2545     0     
Romance
Pak Baihaqqi seorang guru honorer di SMA 13 Harapan. Dirinya sudah mengajar hampir 15 tahun tetapi tidak masuk ke dalam honorer Kategori 2 (K2). Di tahun 2022 ini pula, ia tidak termasuk ke dalam daftar yang bisa mengikuti seleksi Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (CPPPK). Di sekolah, Pak Baihaqqi bekerja sebagai pesuruh. Bu Nurma, Bu Rosmala, Pak Adam, guru-guru lain, dan samp...
Kekasih Sima
339      220     1     
Short Story
Sebenarnya siapa kekasih Sima? Mengapa bisa selama lima tahun dicampakkan membuat Sima tetap kasmaran, sementara orang-orang lain memilih menggila?
Took A Step Back
1512      866     2     
Short Story
Turning sadness to happiness with a step.
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
14486      2527     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Dimensi Kupu-kupu
14405      2785     4     
Romance
Katakanlah Raras adalah remaja yang tidak punya cita-cita, memangnya hal apa yang akan dia lakukan ke depan selain mengikuti alur kehidupan? Usaha? Sudah. Tapi hanya gagal yang dia dapat. Hingga Raras bertemu Arja, laki-laki perfeksionis yang selalu mengaitkan tujuan hidup Raras dengan kematian.