Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hidden Path
MENU
About Us  

Indonesia, 2009

Foto seorang pria paruh baya tergantung pada sebuah dinding yang mulai kusam di sebuah rumah bergaya minimalis sederhana. Masih terlihat sebuah tenda di depan rumah tersebut dengan bendera kuning yang menggantung pada tiangnya, sayup-sayup tertiup angin. Meski baru saja hujan lebat berhenti dan menyisakan gerimis-gerimis kecil, beberapa orang nampak masih berkumpul dengan pakaian hitamnya menyampaikan bela sungkawa kepada sang pemilik rumah.

Seorang gadis remaja tanggung dengan sangbok hitam terduduk lemas di lantai menatap foto yang tergantung pada dinding lekat-lekat. Tidak tersenyum, tidak juga bersedih. Seolah rasa kesedihannya sudah terkuras habis dan hanya menyisakan kata tanya 'mengapa' yang terpendam dalam benaknya. Perasaannya bagaikan gelombang laut di tengah badai, begitu berkecamuk di antara rasa kesedihan, penyesalan, amarah dan kekecewaan. Tidak peduli berapa orang yang datang menghampirinya dan memeluknya agar tetap tabah, ia hanya menatap lurus wajah tersenyum sang ayah pada bingkai foto sambil sesekali menghapus air mata yang jatuh dengan sendirinya.

Korea, 2016

Tujuh tahun berlalu, gadis tersebut telah tumbuh dewasa. Namun, masih dengan tatapannya yang telah menimbun kerinduan yang luar biasa pada sosok sang ayah. Remaja yang dahulu terdiam dengan pipi yang basah, kini telah tumbuh menjadi wanita muda cantik dengan rambut yang diwarnai coklat tua. Di depan bingkai foto sang ayah dan beberapa makanan yang sudah dipersiapkan untuk jesa, gadis tersebut melakukan ritualnya tanpa menggunakan hanbok hitam. Ia menggunakan kemeja warna khaki dengan jeans dengan tas ransel dan sebuah koper besar di sampingnya.

"Aku pergi, yah" kata gadis tersebut dengan aksen Koreanya. Setitik senyum di ujung bibirnya terukir seusai melaukan ritual. Gadis itu mengusap lembut bingkai foto ayahnya itu lalu membawa kopernya pergi meninggalkan rumah tersebut.

"Kau sudah bawa semuanya, Hana?" tanya seorang wanita paruh baya berbahasa korea yang sedari tadi menunggu di samping pintuWanita itu menggunakan hanbok hitam yang rapi dengan rambut diikat.

Wanita yang dipanggil Hana itu menghampiri Mamanya. "Geokjeongmayo" (Jangan khawatir) ujarnya kepada Mama. Ia meraih kedua bahu Mama dan memeluknya. "Nan gwaenchaneul geonikka" (karena aku akan baik-baik saja) tambahnya.

"Geuraedo beolsseo chil-nyeon jinagatjanha.. "  (walaupun begitu kan sudah 7 tahun berlalu) Mama melepaskan pelukkan Hana. Kerut-kerut diwajahnya nampak jelas menandakan usianya yang tidak muda lagi. Namun begitu kecantikannya masih dapat terlihat jelas dari kedua matanya yang penuh kerinduan.

"Tidak apa-apa. Meskipun sudah tujuh tahun berlalu, aku kan masih berhubungan baik dengan teman-temanku di Indonesia, ma. Lagipula, aku sudah menyewa apartemen kecil di sana. Barang-barangku juga sudah dikirim sejak sebulan lalu. Jadi semuanya akan baik-baik saja, kok. Mama hanya perlu do'akan aku saja." Ujar Hana sambil merapikan helai-helai rambut Mamanya di sekitar kening.

Hana tahu betul, setelah ini, perjalanannya akan panjang, penuh rintangan, kerikil-kerikil bahkan batuan besar yang siap menghadangnya. Meskipun begitu, ia telah membulatkan tekat, dan memberanikan diri untuk menghadapi segala resiko yang akan ia hadapi.

Setelah kembali harus meyakinkan Mamanya, Hana akhirnya pergi meninggalkan Korea Selatan yang menjadi tempat 'pelarian'-nya, dan kembali ke Indonesia, tempat kelahirannya. Hana meninggalkan sang Mama yang sangat jelas tidak menginginkan kepergiannya. Bukan karena Mamanya tidak ingin ditinggal, melainkan karena Mama telah memendam luka dalam-dalam yang pernah terjadi di negara tropis tersebut. Hanya ada satu luka yang tak akan ada obatnya meskipun kau telah mengunjungi seluruh dokter di dunia. Dan luka itu adalah Rindu. Terlebih saat seseorang yang kau rindukan sudah tak lagi bersamamu. Dan Mama telah memendam dalam-dalam kerinduan pada sosok yang ia cintai dengan sepenuh hati di negara tersebut. Sosok yang juga selalu dirindukan Hana dalam tidurnya, dalam do'anya, dalam nafasnya, yaitu ayah.

Tujuh tahun lalu, Hana kehilangan Ayahnya. Tidak begitu jelas bagaimana ayahnya meninggal, Hana dan Mamanya hanya tahu bahwa pihak kepolisian tidak dapat lagi mencari ayahnya -yang dinyatakan hilang- dimana pun, hingga akhirnya kasus pencariannya ditutup karena tak menemui titik terang.

Kesedihan dan kerinduan mendalam itu yang membuat Mama ingin menghapus Indonesia dari kenangannya. Kini waktu perlahan telah mengubur rindu dan kenangan buruk tersebut. Mama sudah terlihat jauh lebih baik, namun tidak belaku bagi Hana. Ia seolah masih berdiri di tempat dengan waktu yang seolah tak bergerak, sebab ia yakin ayahnya dapat ditemukan, hidup atau pun mati.

Ayah Hana adalah seorang warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai wartawan biasa. Namun ia cukup dikenal sebagai seorang wartawan yang berdedikasi tinggi, kritis, berprinsip, cerdas, berjiwa sosial dan pandai bergaul. Banyak kasus-kasus besar yang diungkap oleh sang ayah. Tak sedikit pun, ia takut akan ancaman-ancaman yang hampir tiap hari menghampirinya. Sebagai seorang wartawan, ia akan menyampaikan apapun yang ia ketahui bahkan jika harus berurusan dengan nyawanya. Ia tidak pernah takut. Sejengkal pun ia tak pernah melangkah mundur atas segala perjuangannya dalam menyampaikan kebenaran. Sehingga sang ayah banyak menjadi panutan wartawan-wartawan junior dan sangat dihargai dalam dunia jurnalistik.

Saat hari di mana ayahnya dinyatakan hilang dan meninggal, Hana yang masih duduk di bangku SMA tidak tahu harus berbuat apa. Terlebih, melihat kondisi sang ibu yang hanya warga negara asing, begitu terpukul dan tidak tahu harus kemana. Sehingga tepat sebelum Hana menginjak usia tujuh belas tahun, Mama memutuskan untuk kembali ke Seoul dan membawa Hana meninggalkan Indonesia, mencoba memulai lembaran yang baru di negeri asalnya, Korea Selatan.

Namun, genetik memang tidak berbohong. Hana mewariskan seluruh sifat-sifat pemberani, kritis dan berjiwa sosial sepert sang ayah. Setelah beranjak dewasa, ia menyadari adanya kejanggalan dari kasus menghilangnya sang ayah. Ia berusaha menutut keadilan. Namun hal tersebut terlalu sulit dilakukan jika Hana terus berada di luar Indonesia. Dan karena itu, ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia setelah tujuh tahun pelariannya di Seoul untuk menghindari kenyataan pahit yang telah terjadi.

Indonesia, 2016

Setelah beberapa jam dalam pesawat dan perjalanan menuju apartemen barunya, akhirnya Hana tiba di Laluna, sebuah komplek kost yang berada di pinggir kota. Bangunannya sudah tidak terlihat begitu baru, namun terlihat cukup bersih dan terawat. Sambil menarik koper besarnya, Hana membuka pintu masuk kost yang disambut dentingan suara lonceng kecil yang digantung di bagaian atas pintu.

"Permisi.." ucap Hana mencari seseorang yang mungkin dapat ia temui. Suara gemerincing lonceng kecil berbunyi menggema di antara dinding-dinding ruangan tersebut. Namun apartemen itu begitu sepi dan hanya terdengar sayup-sayup lagu dangdut dari balik meja resepsionis.

Hana melanjutkan langkahnya menghampiri meja resepsionis tersebut dan menemukan dua kaki di atas meja yang asyik bergoyang mengikuti lantunan lagu. Seorang perempuan dengan tubuh sedikit gemuk sedang duduk sambil mengangkat kaki bergoyang mengikuti irama lagu sambil menutup matanya dengan kotan. Hana terkekeh kecil menertawakan wanita tersebut yang nampaknya tidak menyadari keberadaannya.

Tok! tok! tok!

Hana mengetuk meja resepsionis dengan keras. Wanita gemuk itu terbangun kaget hampir jatuh dari kursinya

"Eh, ayam! Ayam!!" wanita bertubuh gempal itu melatah. Ia begitu kaget melihat Hana sudah berdiri di depan meja. "Ada apa toh, mbak?" tanya wanita itu.

"Maaf ngagetin. Saya Hana yang beberapa bulan lalu menyewa apartemen sa-"

"Ooooh! Mbaknya yang dari Korea itu ya? Wah lancar ya bahasa Indonesianya. Saya Minah yang jagain kost-kostan sini" Wanita gemuk itu langsung menyelak Hana yang belum selesai berbicara.

"Oh gitu.. iya, saya mulai tinggal hari ini. Apa barang-barang saya sudah sampai?"

"Udah mbak, udah ada di kamar. Yuk, monggo.. saya antar" ujar wanita bernama asli Suminah tersebut. Dari cara bicara dan gerak tubuhnyanya, Minah terlihat berasal dari Jawa dan terlihat sangat ramah. Ia berbicara dengan aksen jawanya yang kental sambil mengancungkan jempolnya mengarah pada lokasi kamar kost Hana. Sambil terus memuji bahasa Indonesia Hana yang fasih, Minah mengantar Hana, sementara ia mengikuti wanita gemuk itu dari belakang sambil menarik koper besarnya.

Gedung kost Laluna memang tidak terlihat begitu spesial. Gedungnya lebih mirip beberapa deretan ruko besar yang digabung menjadi satu komplek kost yang lengkap dengan kantin, warnet dan mini market di lantai dasarnya. Selain itu, pada lantai dasar juga terdapat ruang tunggu, tempat laundry, tempat fotocopy yang menghadap keluar gedung. Ruang tunggu kost letaknya tepat di depan pintu masuk. Pada ruang tunggu ini terdapat dua sofa, meja, tv pada dinding dan kulkas kecil dibelakang meja. Sekilas, tempat tersebut terlihat seperti tempat istirahat Minah daripada sebuah ruang tunggu.

Suasana kost itu begitu sepi dengan dominasi cat berwarna krem. Hanya terdengar sayup-sayup suara Minah yang sibuk menjelaskan beberapa hal peraturan kost sambil menuju kamar Hana. Tak banyak orang yang terlihat di sekitar kost. Kamar Hana sendiri berada di gedung kedua, kamar 303. Di pojok sebuah lorong pendek di lantai dua.

"Nah, di sini mbak. Monggo, ini kuncinya" ujar Minah lagi-lagi menunjukan arah dengan sopan. "Di lantai ini cuma ada empat kamar, 301 isinya punya mas-mas, tapi orangnya jarang pulang, 302 masih kosong, 304 punya suami istri." Jelas ibu Suminah.

"Kalau yang di samping ini?" tanya Hana menujuk sebuah pintu di samping kamarnya.

"Itu kosong. Isinya gudang. Saya juga jarang sih ke situ, wong pintunya sering rusak. Dulu berapa kali orang kekunci, jadi sekarang selalu dikunci sama yang punya" Jawab Minah. Hana mengangguk kecil tanda mengerti. "Ada yang mau ditanyain lagi, mbak?"

"Oh enggak hehe saya penasaran aja. Kalau gitu saya masuk dulu. Terima kasih ya, mbak" ucap Hana tersenyum sambil sedikit membungkuk.

Setelah menerima kuncinya, Hana segera masuk ke dalam kamarnya. Kamar yang Hana sewa adalah Kamar ukuran 6m x 6m yang berkonsep studio. Satu kamar, ruan tamu kecil, ruang makan dan dapur menjadi satu, hanya terpisah sekat. Sehingga terasa cukup luas. Satu-satunya yang berpintu hanya kamar mandi.

Setelah meletakkan tas dan kopernya, Hanamerebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk, melepaskan seluruh penatnyasetelah berjam-jam berada di dalam pesawat. Sejenak, ia memejamkan matanya. Membayangkanapa yang akan terjadi besok dan dari mana ia harus memulai memecahkan misteri ayahnya yang menghilang.
 

*Bersambung

Author: instagram.com/woozia

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • AjengFani28

    Mantap thor. lanjutkan ceritanya

    Comment on chapter Chapter 1 - Timeline
  • SusanSwansh

    Wow. Mantul ceritanya. Semakin banyak saja nih penulis misteri kece di Tinlit. Hehe. Jadi tambah semangat nulisnya. Mampir di lapakku ya, Sob. Hehe.

    Comment on chapter Chapter 1 - Timeline
Similar Tags
SUN DARK
411      263     1     
Short Story
Baca aja, tarik kesimpulan kalian sendiri, biar lebih asik hehe
Orange Haze
536      372     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
Glad to Meet You
318      244     0     
Fantasy
Rosser Glad Deman adalah seorang anak Yatim Piatu. Gadis berumur 18 tahun ini akan diambil alih oleh seorang Wanita bernama Stephanie Neil. Rosser akan memulai kehidupan barunya di London, Inggris. Rosser sebenarnya berharap untuk tidak diasuh oleh siapapun. Namun, dia juga punya harapan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Rosser merasakan hal-hal aneh saat dia tinggal bersama Stephanie...
[END] Ketika Bom Menyulut Cinta (Sudah Terbit)
1646      784     5     
Action
Bagaimana jika seorang karyawan culun tiba-tiba terseret dalam peristiwa besar yang mengubah hidupnya selamanya? Itulah yang dialami Maya. Hari biasa di kantor berubah menjadi mimpi buruk ketika teror bom dan penculikan melanda. Lebih buruk lagi, Maya menjadi tersangka utama dalam pembunuhan yang mengejutkan semua orang. Tanpa seorang pun yang mempercayainya, Maya harus mencari cara membersihka...
Invisible Girl
1253      647     1     
Fan Fiction
Cerita ini terbagi menjadi 3 part yang saling berkaitan. Selamat Membaca :)
Putaran Waktu
1004      627     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
Surat untuk Tahun 2001
5577      2230     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
Love Rain
21043      2845     4     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...
Mawar Milik Siska
549      302     2     
Short Story
Bulan masih Januari saat ada pesan masuk di sosial media Siska. Happy valentine's day, Siska! Siska pikir mungkin orang aneh, atau temannya yang iseng, sebelum serangkaian teror datang menghantui Siska. Sebuah teror yang berasal dari masa lalu.
Fidelia
2227      976     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...