MATI KUTU
Dengan hati gamang dan kaki yang gemetar hebat, aku berdiri di tengah lingkaran besar yang terdiri dari aneka pasukan jenis kutu yang sedang mengepungku. Para kutu itu tampaknya tak terima karena kaumnya selalu aku jadikan kambing hitam atas segala persoalan yang berakhir runyam. Karena itu hari ini para kutu beramai-ramai unjuk rasa kepadaku.
Mula-mula lingkaran yang mereka ciptakan cukup besar sehingga aku dengan mudah dapat menghalau tiap kali ada kutu yang menyerang. Namun perlahan tapi pasti, mereka mulai merangsek sehingga lingkaran yang mengelilingi semakin menyusut.
Sekarang dengan jelas aku dapat mendengar teriakan dan hujatan sinis mereka terhadap bangsaku, bangsa manusia. Mereka protes karena manusia telah mencatut nama beberapa hewan termasuk kutu, untuk menggambarkan sebuah kejadian buruk yang melanda.
Kambing hitam diartikan sebagai manusia yang jadi korban dari tindakan buruk yang tak pernah dilakukannya. Padahal kambing hitam yang sebenarnya tak pernah sekalipun berbuat onar. Bahkan di kala musim Idhul Adha banyak manusia yang justru mengorbankannya dengan mengatasnamakan Tuhan.
Buaya darat ditujukan pada manusia yang gonta-ganti pasangan sesukanya. Macari anak orang lantas ditinggalkan karena terpikat gadis lain yang lebih cantik. Padahal dia sudah menjamah anak gadis orang itu dengan nafsu bejat yang diatasnamakan cinta. Bedebah! Padahal buaya sendiri adalah makhluk yang setia. Yang kawin hanya dengan satu betina seumur hidupnya sampai ajal tiba.
Lintah darat, dialamatkan untuk menyebut manusia yang suka meminjamkan uang dengan suku bunga tinggi melebihi bank yang resmi. Padahal lintah kan gak doyan duit. Dia hanya menghisap darah manusia yang telah lancing melewati daerah tempat tinggalnya.
Berotak udang, dipakai untuk menyebut manusia yang bodoh. Sebab bagian kepala udang itu justru berisi kotorannya sendiri. Lagipula udang juga bukan hewan bodoh, dia mampu bertahan hidup di tengah seleksi alam yang makin ganas. Namun manusia telah menyalah artikan kondisi fisiknya.
Musang berbulu domba, untuk menggambarkan seseorang yang berpenampilan baik tapi menyimpan niat jahat. Padahal faktanya musang dan domba itu tak pernah bertetangga, apalagi sampai tukar bulu seperti itu. Sungguh terlalu!
Kura-kura di dalam perahu, dipakai sebagai sebutan untuk orang yang pura-pura tidak tahu. Sedangkan kura-kura itu tidak pernah berpura-pura. Kalau kura-kura sampai ada di dalam perahu, itu berarti ia telah tertangkap nelayan dan dijadikan santapan. Dan itu bukanlah suatukepura-puraan.
Adu domba, istilah ini digunakan untuk mencap orang yang suka menyulut pertikaian antar kelompok maupun individu. Sedangkan aslinya domba itu tidak pernah suka diadu. Mereka cukup nerimo diberi makan rumput yang terkadang masih terkontaminasi oleh obat-obatan kimia.
Dan masih banyak lagi yang lainnya. Puluhan bahkan ratusan perumpamaan pada kehidupan manusia banyak yang mencatut nama binatang. Karena itu pasukan kutu hari ini menyerangku dengan mengepung aku hingga tak berkutu.
Dengan gigi-gigi tajam dan kuku yang runcing, pasukan kutu terus mendesakku pada suatu titik, dimana aku sudah tak mungkin lagi dapat bergerak. Apalagi menghindari serangan mematikan yang hendak mereka lancarkan.
Aku mati kutu!
Hari ini pasukan kutu telah bersepakat hendak membunuhku. Dengan mengerahkan seluruh koloninya, mereka bergerak serempak menyudutkanku. Sepasang sandal japit yang sedari tadi kupakai untuk menangkis serangan para kutu, kini aku rasakan makin tak efektif. Lingkaran pasukan kutu yang kian menyempit, menghimpitku hingga terasa tercekik.
Saat ayunan sandal yang kulakukan terlihat makin lemah, atas komando kutu rambut, serta merta pasukan kutu yang terdepan melompat keras. Hiaat! Ratusan kutu menuju ke bagian kepalaku. Karena ada beberapa puluh kutu yang berhasil mendarat dengan selamat di permukaan wajahku, maka tak urung pandanganku menjadi terhalang.
Kelopak mataku tak lagi bisa aku buka lantaran sudah dipenuhi kutu yang mencoba masuk melalui celah pori-pori kulitku. Sedang kutu yang berhasil mendarat di kepalaku, segera pula melubangi batok kepalaku dengan tujuan menguasai syaraf kehidupanku.
Tak urung, aku terjengkang saat penjelajahan mereka sudah berhasil mengerubuti otakku. Lamat-lamat dapat kurasakan bunyi kres kres kres sewaktu para kutu itu mulai mengkritiki dinding-dinding otakku.
Akh! Aku bergerak tak tentu arah. Aku merasa jadi boneka manikin yang digerakkan seorang dalang lewat tali temali yang diikatkan disetiap syaraf gerakku. Tubuhku makin limbung jadinya. Tak dapatkan aku mengontrol keseimbangan sendi gerak yang bergerak sesukanya.
Brugk! Akupun tumbang. Ribuan jenis kutu segera pula menggotong tubuhku dan dibawanya ke sebuah lubang. Mungkin ini yang disebut neraka. Lubang berhawa panas hingga kulit tubuh terasa mengelupas.
Aku merintih!
Aku menjerit!
Mati kutu!
Makhluk berukuran mini yang selama ini diremehkan bangsa manusia, hari ini telah menuntut kemerdekaan dan keadilan sebagai bentuk dari adanya keseimbangan alam. Biarlah aku mati kutu. Daripada hidup tapi dikiendalikan oleh pasukan kutu.
@[dear.vira] trims sudah mampir, tunggu kunjunganku ya
Comment on chapter PRAKATAKUTU