"Waaaaa ...." Teriakan nyaring memecah keheningan malam. Namun, bukan gadis itu yang menjerit. Melainkan orang yang membawa lentera. Seorang pria bermata hijau yang sepertinya pemilik penginapan Gyesi.
Selagi pria itu menjerit, Jiyu segera melarikan diri. Langkah kakinya begitu gesit menghilang di ujung koridor yang gelap. Sementara itu, dua sejoli di dalam kamar tampaknya tidak peduli dengan apa yang baru saja terjadi. Mereka masih asyik melakukan olahraga tanpa menyadari bahwa pintu kamarnya terbuka lebar.
Si pria pembawa lentera berniat mengejar gadis mencurigakan yang berhasil kabur itu, tetapi adegan saling raba yang menakjubkan di depannya sangat menyita perhatian. Mungkin dia harus meluangkan sedikit waktu untuk menikmati sebuah pertunjukan anatomi manusia sebelum memanggil keamanan. Dia meletakkan lentera di lantai dan berjongkok di depan pintu dengan mulut yang tersungging senyuman aneh.
Sementara si pria pembawa lentera mengamati pertunjukan live secara gratis, gadis itu sudah berdiri di belakang pria bertompel yang menjadi targetnya dengan pisau perak yang masih tergenggam di tangannya.
Pria itu menggeser pintu salah satu ruangan dan masuk ke dalamnya. Sembari mengawasi keadaan, gadis itu ikut masuk, lalu membuka kain penutup wajahnya. Tampaknya si pemilik kamar tidak menyadari ada seseorang yang membuntuti. Alkohol sudah benar-benar menguasainya.
"Hahahaha ... Sebentar lagi aku akan dipromosikan. Kau lihat itu? Aku berhasil melakukannya." Pria itu mengobrol dengan lemari. Mungkin menurutnya, lemari itu adalah seorang gadis yang tengah tersenyum. Selagi mengoceh, tubuhnya semakin oleng.
"Tuan Park Jae Moon, seseorang yang disebut bos besar mengirimku kemari." Gadis itu mulai berbicara. Nada suaranya yang dingin dan datar menghujam dari balik kegelapan.
Mendengar kata bos besar, pria itu langsung berbalik badan. Matanya jelalatan menatap seseorang yang tidak tampak di dalam kegelapan. "Si ... Siapa kau!!" Langkah kakinya tampak goyah. Dia mundur selangkah dengan ketakutan.
Jiyu melangkah ke arah cahaya, memperlihatkan wajahnya. Mata gadis itu tampak mengkilat. Park Jae Moon terkekeh. Dia merutuki kebodohannya karena takut dengan seorang gadis.
"Kau siapa? Kenapa bicara omong kosong begitu? Tuan Chae pasti mengirimmu untuk menghiburku, bukan? Si pria tua itu memang paling tahu cara meminta maaf yang benar." Wajah pria itu berseri. Bibirnya tersungging senyuman aneh. Tubuhnya oleng ketika berjalan menghampiri Jiyu.
"Ah, sepertinya kau salah paham. Aku ini si pemburu bukan penghibur! Nah, bos besar yang kumaksud ...." Jiyu berhenti bicara untuk menampar tangan Park Jae Moon yang mulai menyusup di balik pakaiannya. "Gu Jae Seok!"
Pria bertompel itu terdiam. Matanya melebar dan memandangi Jiyu. Dia mulai melangkah mundur tetapi kakinya menjadi gemetaran hingga akhirnya terjatuh di lantai. Begitu pun dia masih berusaha menyeret pantatnya ke belakang.
"Ba ... Bagaimana kau bisa masuk kemari? Penjaga! Apa ada orang di luar?" Pria itu menjadi histeris. Dia berteriak keras berusaha memanggil keamanan. Jiyu tidak mentolerir adanya pengganggu. Gadis itu langsung menerjang Park Jae Moon dan menancapkan pisau perak ke lehernya.
" To ... long ... Tolong aku ... Ada penyusup!!" Perlahan suara pria itu mengecil. Tangannya gemetaran sembari memegangi lehernya yang tertancap pisau.
Jiyu menyeringai. Melihat targetnya megap-megap berusaha bertahan hidup itu menjadi kesenangan tersendiri untuknya. Apalagi melihat darah yang menetes-netes keluar dari tubuh targetnya serasa seperti jus anggur segar.
Bibir pria itu bergerak seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi luka di lehernya telah menguras seluruh energinya. Jiyu terkekeh. Targetnya itu masih berusaha melawan.
"Aku harus membawa jantungmu. Menurutmu, bagaimana cara tercepat untuk mengeluarkan jantung dari tubuhmu? Pedang?" Gadis itu mengambil benda yang tersampir di punggungnya. Sebilah pedang bersarung hijau.
Dia tersenyum sambil menggeleng. "Tidak. Pedang hanya untuk menebas kepalamu." Dia tertawa.
Gadis itu berdiri dan membuang pedangnya, lalu membuka pakaiannya. "Kau tahu? Ini sedikit merepotkan, tapi ini adalah cara tercepat untuk mengoyak tubuhmu dan membawa jantungmu keluar."
Dia melemparkan pakaiannya ke sudut ruangan. Ekspresi wajahnya tidak berubah dengan seringaian yang terlihat dingin menghiasi bibirnya.
"Lihat baik-baik apa yang akan kulakukan padamu! Toh, kau akan mati juga. Hehehe ...."
Jiyu mengubah wujudnya menjadi seekor rubah sebesar kambing. Tubuh ramping seorang gadis berganti menjadi kulit berbulu. Suara Park Jae Moon menghilang. Mulutnya menganga lebar. Matanya bergetar hebat melihat seseorang yang tiba-tiba berubah menjadi hewan.
Rubah itu menyerang si pria tua. Cakar tajam di kedua kaki depan hewan itu menghujam ke dada Park Jae Moon. Mencabiknya sampai si empunya tidak bergerak lagi. Mata merah hewan itu terlihat nyalang.
Bau anyir darah memenuhi ruangan. Insting hewannya hampir menguasai gadis itu ketika jantung pria itu terlihat. Air liurnya menetes-netes. Jantung itu terlihat begitu lezat di mata merahnya. Cahaya perak dari kalungnya membuat kesadarannya kembali.
Rubah itu menggeleng dan mulai mengeluarkan jantung pria bertompel itu dengan cakarnya. Perlahan-lahan moncong berbulu itu berubah menjadi wajah cantik seorang gadis.
Mata merah yang terlihat buas menghilang digantikan mata heterokrom, separuh biru dan hitam. Kaki depan bercakar tajam berganti menjadi sepasang tangan penuh darah yang menggengam bongkahan jantung berlapis darah.
Gadis itu duduk bersimpuh di depan mayat pria bertompel itu. Tubuhnya telanjang tanpa sehelai kain yang menutupinya. Perubahannya itu merepotkan karena dia harus melepas pakaiannya kalau tidak ingin pakaiannya robek. Namun, hal itu sangat praktis untuk membunuh secara instan.
Tok ... Tok ... Tok ...
Suara ketukan di depan pintu kamar mengejutkan gadis itu. Tubuhnya masih telanjang. Dia segera menyabet pakaiannya dan buru-buru mengenakannya.
Gerakannya yang terburu-buru menimbulkan suara berisik. Orang di luar sana menjadi curiga dan menggedor-gedor pintu berusaha mendorong masuk. Jiyu mengumpat dan membungkus jantung penuh darah milik si pria bertompel dengan sehelai kain yang dia robek dari pakaian milik si pria.
Dia juga mengambil sebilah pedang panjang yang dia lempar di pojokan. Kemudian dia melompat keluar melalui jendela.
Jiyu memegangi topi dengan tepian lebar milik si pria bertompel untuk menutupi kepalanya dan menurunkannya sampai menutupi sebagian wajah. Gadis itu berlari ke bagian belakang penginapan. Sebuah pusaran angin kencang tiba-tiba datang dan menghempaskan tubuhnya sampai membentur tembok kandang kuda.
Seorang pria berlari menghampirinya dengan membawa pedang. Gadis itu bangkit dengan susah payah, lalu menghunus pedangnya. Mereka saling beradu. Saling berusaha untuk menyayat dan menusuk.
Gadis itu mengintip dari celah topinya. Orang yang menyerangnya adalah si pria pembawa lentera tadi. Jiyu mengangkat pedangnya berusaha menebas leher orang itu. Pria itu melompat mundur untuk menghindar.
Angin kencang datang lagi, menyayat ujung topi. Jiyu melotot sambil memegang erat topi lebarnya. Sepertinya orang itu berusaha membuka penyamarannya. Gadis itu melirik ke sebuah tembok pembatas yang akan menjadi jalan keluar. Kemampuan pengendali angin tidak sepadan dengannya. Dia tidak bisa melawan pria itu tanpa mengubah dirinya. Namun, hal itu sangat beresiko karena dia akan mengungkapkan rahasianya.
Gadis itu melemparkan pedangnya ke arah si pria. Mengambil kesempatan saat pria itu terkejut, Jiyu langsung berlari melompati tembok pembatas. Namun, sebelum dia sempat mendarat, angin menyayat kakinya. Dia jatuh terjerembab. Tanpa peduli pada lukanya, dia harus segera melarikan diri.
.
.
.
Tbc
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1 - Penginapan Gyesi