Read More >>"> Serpihan Hati (07. CORETAN KUAS (3)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Serpihan Hati
MENU
About Us  

07. CORETAN KUAS (3)

Akhirnya kami sampai ditempat tujuan kami yaitu “Lesehan Emak Urang”. Tempat makan yang sedang booming di media social ataupun dari mulut ke mulut karena menu makanannya yang lengkap dan makanan yang super enak. Kebanyakan orang memilih tempat ini karena makanannya yang murah meriah dan porsi yang pas. Tempat makan ini memang belum lama dibuka baru sekitar 11 bulanan namun sudah memiliki banyak pelanggan.

Tempat ini sangat ramai karena memang suasana dan dekorasinya dibuat sedemikian rupa yang membuatku lupa akan suasana kota yang aku tinggali. Tempat ini benar-benar memberikan suasana pedesaan dan mengingatkanku oada kakek dan nenek. Tanah ini dahulunya hanyalah tanah kosong yang dipenuhi oleh rerumputan liar, tapi kali ini di ubah sangat asri dan betah berlama-lama tinggal disini apalagi untuk melamun rasanya pantat ini sulit untuk diajak bangun dari tempat duduk. Didalam ruang restoran ini banyak sekali dipenuhi oleh hiasan tanaman dan tempat dudukpun mirip seperti tempat duduk yang biasa berada ditaman atau tempat terbuka lainnya. Sedangkan diluar, desainnya seperti berada disaung yang ada disawah atau gajebo. Dan dipenuhi oleh tanaman hidup, bebatuan, kolam ikan dan berbagai macam lainnya.

“Tim, gimana nich tidak ada tempat yang kosong?” tanyaku.

Aku terus memperhatikan kesekeliling berharap ada tempat yang kosong yang bisa aku gunakan untuk  makan malam. Kali ini perutku benar-benar lapar tidak kuasa lagi aku menahannya karena aromanya menggodaku dengan gesit.

“Tim, kau melihat tempat duduk yang kosong?” tanyaku pada Timmo lagi. “Tim…”

Aku berteriak pada Timmo yang sedari tadi hanya diam tidak memberikan respon sepatah katapun. Aku menoleh ke arah belakangku melihat keberadaan Timmo yang sudah hilang entah kemana. Timmo  meninggalkanku seorang diri.

Aduh... ini anak satu harusnya dipaku agar bisa diam. Dalam keadaan seperti ini masih saja menghilang. Aku harus kemana kalau begini. Balik ke mobil tidak mungkin, menghampiri Gio lebih tidak mungkin lagi. Mencari keberadaan Timmo tiga kali lipat lebih tidak mungkin, mencari keberadaannya bukan seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Tapi seperti mencari jarum dalam hutan. Sudahlah aku lebih baik keluar duduk disana sembari menunggu mereka berdua. Aku duduk disebuah kursi yang terbuat dari kayu yang berada didepan lesehan ini. Aku tidak bisa mendapatkan tempat duduk untukku makan, aku tahu hari ini adalah malam menjelang libur esok tapi aku tidak sadar sama sekali pasti tempat seperti akan kedatangan pelanggan yang sangat membludak sekali.

Sembari duduk diluar Aku mendongak keatas langit melihat pemandangan  langit luas malam yang tidak berubah namun tidak pernah bosan aku tatap. Aku bersedih karena tidak ada satupun bintang yang kulihat darinya. Berbeda sekali dengan cahaya yang kulihat didepan mataku meskipun bukanlah hamparan bintang tetapi cukup bagus untuk dinikmati.

“Sedang apa kau disini?” ucapnya.

“Tanya lagi aku timpuk kau dengan sepatuku?” ucapku kesal.

“Kenapa kau marah padaku?” heran Gio.

“Aku hampir berakar karena terlalu lama menunggumu disini?”   terpaksa aku melampiaskan kekesalan pada Gio.

"Kenapa kau menungguku?" tanyanya.

"Aku tidak akan sendiri disini menunggumu. Jika Timmo tidak menghilang" ucapku makin kesal.

“Oh... Ayo kita duduk?” ucapnya berlalu dariku.

 

“Duduk dimana tampan” aku semakin kesal.

 

“Aku tahu kalau aku tampan, tapi kau tidak perlu mengatakan hal itu terus menerus padaku. Qirani ayo, kau tidak melihat disana?” Gio menunjuk Timmo yang sudah duduk manis dengan tenangnya.

 

Aku masih duduk dengan tenang sembari melihat ke arah Timmo yang sedang asyik duduk sembari membolak balik menu makanan. Sejujurnya dalam hatiku rasanya aku ingin meremas-remas, mencabik-cabik dan mencincangnya. Dia tega sekali meninggalkanku disini seperti patung selamat datang.

 

“Baiklah ayo kita kesana” Ucapku masih tersenyum dengan manis, berharap hati ini tenang meski rasanya aku semakin kesal.

 

“Mengapa perasaanku tidak enaknya?” ucap Gio melihat wajahku.

 

Aku dan Gio menghampiri Timmo yang benar-benar duduk dengan tenang di ujung sana. Aku tidak mengerti mengapa malam pertama menjelang libur menjadi seperti ini. Padahal aku tidak bermimpi apapun atau jangan-jangan karena semalam aku membuat Rosella tidur tersiksa karena ulahku. Ya… ampun Qirani, apa yang sedang kau pikirkan sebenarnya.

 

“Hey… kalian ini lama sekali?” ucap Timmo melihat kedtangan kami berdua.

 

Dasar orang tidak tahu diri. Enak sekali kau mengatakan hal itu?” gerutuku dalam hati. Aku hanya membalasnya dengan senyuman kecut.

 

“Mau bagaimana lagi perutku sudah tidak tahan” ucap Gio sembari mnegelus perutnya.

 

“Kalian mau pesan apa?” Tanya Timmo. “Aku mau pesan sayur asem, lalapan, semur jengkol, gurami sayur kuning…”

 

“Lebih baik kau tidak usah Tanya kami berdua, kalau kau  sudah memesan menu yang ada didaftar itu” jawabku semakin kecut.

 

“Yahhh… Qi kau marah padaku?” ucapnya memelas. “Maaf kalau aku menyakitimu”

 

“Kau tahu kesalahanmu?” tanyaku padanya.

 

Timmo mengelengkan kepala

 

“Kalau begitu untuk apa kau meminta maaf padaku jika tau tidak merasa bersalah padaku”

 

“Sedari tadi kau cemberut padaku” katanya.  "Maaf karena aku telah meninggalkanmu.  Aku langsung berlari kesini ketika melihat tempat ini kosong"

 

Aku tidak menggubris ucapannya. Meski karena alasan itu. Memangnya tidak bisa mencolek atau memanggilku untuk ikut ke tempat ini. Bukannya meninggalkan seperti orang bodoh di tengah banyak orang.

 

Gio memangggil pelayan dan memesan makanan yang entah apa yang dia pilih. Gio yang lelah melihat kami berdua saling mengomel lebih baik tidak membuang waktu untuk menonton kami. Ia langsung memesan makanan yang harus kami berdua makan entah itu suka atau tidak suka karena terlalu lama menunggu. Sedangkan aku dan Timmo melanjutkan kesalahan Timmo. Aku masih belum terima jika aku ditinggalkan begitu saja seperti anak hilang.

 

“Sudah-sudah kalian ini seperti minyak dan air saja. Cepat makan kalau tidak kalian habiskan, kalian harus ganti 5 kali lipatnya” ancam Gio.

 

“Dasar bos kumat mulai hutang hitung” ucapku sembari mengambil piring.

 

Mereka berdua melototiku yang sedang megoceh sembari menyiduk nasi.

 

“Kalian itu tidak perlu munafik, kalau lapar lebih baik kalian makan. Kalian juga tidak perlu malu-malu” ucapku dengan wajah yang datar.

 

“Perasaan aku yang memesan?” ucap Gio pelan.

 

Timmo membalasnya dengan anggukkan kepala.

 

Setelah semua yang keinginan perutku tersaji di piringku. Aku berdoa atas nikmat yang telah diberikan tuhan. Sungguh kenikmatan yang luar biasa didepan mataku. Hidangan yang begitu lezat meski tidak mewah. Hidangan ini semakin lebih nikmat ketika aku mendapatkannya secara gratis. Sembari menatap makanan aku kembali teringat pada sahabat baikku. Sahabat yang selalu menghabiskan waktu denganku dan kini ia tidak ada dihadapanku.

 

“Sudahlah kau lebih baik makan dulu. Tidak baik rezeki dari tuhan itu kau diamkan saja. Masih banyak orang yang kelaparan disana” ucap Timmo melihatku terlalu lama menatap makananku.

 

“Ya, tapi rasanya ada yang kurang jika tidak ada dirinya” ucapku lemas.

 

“Ya, mau bagaimana lagi. Itu juga bukanlah keinginan kami berdua, aku dan Gio juga tidak ingin meninggalkannya tapi kau tahu sendiri, jika sedang marah semuanya ia deklarasikan” ucap Timmo.

 

"kita memang seharusnya menghiburnya bukan meninggalkannya. Namun Rosella tidak bisa seperti itu. Dia harus menenangkan diri agar ia bisa berpikir dan berkata jernih" sambung Gio. “Iya juga, tapi mengapa Rosella sering sekali bertengkar dengan kakaknya? Maaf bukannya aku ingin tahu dan ikut campur. Aku tidak tahu seperti apa rasanya mempunyaui saudara”

 

“Selama ini aku dan kakakku tidak ada masalah apapun. Bahkan aku tidak pernah bertengkar sekalipun” jawabku.

 

“Aku memang tidak mempunyai kakak. Tapi aku mempunyai adik. Sampai saat ini bahkan ketika dulupun aku selalu akrab. Bertengkarpun tidak sering. Hari itu kami bertengkar hari itu juga kami baikan kembali karena ada hakim dihadapan kami berdua”

 

“Hakim… apa yang membuat kalian bertengkar sampai masuk penjara seperti itu?’ Tanya Gio.

 

“Maksud dia itu ibunya, Gio” jawabku.

 

“Ohhh…” ucapnya sembari menyantap nasi.

 

“Aku sebenarnya sangatlah kesepian. Padahal Ayah dan ibuku tidak pernah meninggalkanku. Bahkan sampai aku sebesar ini aku masih saja dimanja oleh mereka. Memalukan bukan… tapi ketika aku ditinggal oleh mereka selama beberapa bulan aku merindukannya. Sebelumnya aku memiliki teman dekat denganku tapi mereka hanya memanfaatkanku karena kelebihanku”

 

“Kau merasa kesepian Gio?” Tanya Timmo heran.

 

“Ya, hanya kalian yang membuatku menjadi diriku sendiri setelah sekian lama aku tidak pernah seperti ini. Setelah kejadian itu semua, aku hanya berjalan tanpa arah kemanapun yang ada dipikiranku, meski aku juga tidak tahu apa yang seharusnya aku lakukan ketika aku sampai disana” ucap Gio.

 

“Apa yang dikatakan Rosella itu benar?” Tanya Timmo pelan.

 

Gio tersenyum. “Benar, dia adalah wanita yang aku sukai sejak pertama aku mengenalnya dan berharap menjadi  yang terakhir untukku. Aku selalu bahagia dekat dengannya. Ia tidak pernah sekalipun merasa kurang dari orang lain, ia tidak pernah malu untuk melakukan hal yang gila dan yang paling ku ingat darinya “lakukanlah apa yang ingin kau lakukan jika itu memang baik untukmu tapi jangan sampai kau merugikan orang lain. kau tidak akan pernah tahu apapun jika kau tidak mencobanya. Sekali-kali cobalah untuk menjilat keringatmu sendiri”. Itu ucapan terindah yang pernah ku dengar dari semua wanita yang aku dekati. Namun ternyata tuhan berkata lain”.

 

“Kau ditinggalkan olehnya?” tanyaku yang mulai tertarik dengan kisahnya.

 

“Awalnya aku berpikir dia yang telah meninggalkanku. Tapi ternyata aku yang telah meninggalkannya”

 

“Maksudmu?” aku tidak mengerti ucapannya.

 

“Begitu banyak kisah yang aku alami. Aku memang memperhatikannnya tapi aku tidak pernah datang menghampirinya. Aku pikir itu baik-baik saja tapi ternyata tidak. Sebelum aku bertemu dengan tanteku aku membencinya. Aku merasa dia adalah wanita yang tidak tahu terima kasih. Dulu aku selalu menunggunya sampai aku mendengar jika dia akan bertunangan dengan seorang lelaki. aku sangat sakit hati dan itu membuatku berpikir macam-macam, aku selalu melakukan ulah yang membuat orang tuaku marah dan ketika aku diusir saat itu tanteku sedang berunjung kerumahku” ujar Gio,

 

“Kau pernah diusir dari rumah?” Tanya Timmo terkejut.

 

“Iya, aku diusir oleh ayahku lalu tante mengajakku untuk pergi kerumahnya menginap selama beberapa hari. Dirumah tantekupun aku tidak melakukan apapun hanya makan dan berenang, sesekali pergi belanja ke supermarket untuk membeli keperluanku. Selama beberapa hari pula tanteku terus melihatku tapi tidak mengatakan sepatahkatapun. Aku tidak sanggup melihat tingkah tanteku dan aku terpaksa bertanya”

 

“Lalu… apa yang dikatakan oleh tantemu? Mungkin tantemu ingin kau mengatakannya sendiri. Sudah pasti orang tua mengusirmu bukan tanpa alasan begitupun dengan ulahmu yang sudah pasti juga bukan tanpa alasan”  tanyaku penasaran.

 

“Benar itu, tanteku tahu jika aku sedang mengalami suatu masalah, aku melampiaskan pada hal lain. akupun bercerita kepadanya tentang semua yang ku alami. Sampai aku berpikir aneh dan jauh sekali. Lalu tanteku mengatakan semuanya. Jangankan wanita, yang namanya hubungan itu kita tidak hanya butuh perhatian dan komunikasi tapi kita juga butuh kehadiran”

 

“Lalu… maksudmu berpikir jauh. Apa kau akan melakukan sesuatu yang…” aku hanya memutar-mutar jari telunjukku.

 

“Menurut tanteku wanita itu beruntung karena ia tidak memilihku. Aku bukanlah lelaki bertanggung jawab dan aku tidak pantas menjadi imam yang baik untuknya” ungkap Gio sedih dan menyadari perbuatannya.

 

“Dalam sekali ucapan tantemunya? Tapi kau masih mencintainya sampai saat ini?” tanyaku pelan.

 

“setelah kepergiannya aku masih mencintainya. Meski aku merasa cocok dengannya,mungkin saja dia bukanlah yang terbaik untukku. Kini aku  sudah melupakannya dan aku mulai dekat dengan wanita lain. ya berjalan pelan-pelan saja sebelum benar-benar serius”

 

“Bisa jadi kau yang bukan terbaik untuknya” sambar Timmo.

 

Gio tersenyum, “Bisa jadi, sepertinya kali ini aku mempercayai ucapamu Timmo”

 

Hahahahhhaa…

 

Kami bertiga bertiga menikmati malam ini meski dingin menusuk kulit tapi kehangatan bersama mereka membuat hati lebih damai. Aku tahu setiap orang pasti memiliki masalahnya masing-masing yang begitu berat. Begitupun denganku, Timmo dan Rosella. Aku memang tidak tahu persis masalah mereka masing-masing, begitu banyak cara untuk menutupi masalah, tapi mata tidak akan bisa dibohongi jika masalah itu muncul. Begitupun denganku yang begitu takut jika masalahku akan terus berkelanjutan sampai aku tua bahkan sampai aku mati seperti yang dikatalan Rosella.

 

Makanan nikmat yang tidak berdosapun membuat lidah ku ini tidak ingin mengunyahnya. Betapa banyak masalah yang orang lain hadapi, tapi terkadang aku mendengar beberapa masalah dari temanku tidaklah sulit untuk dicari jalan kaluarnya, tetapi mereka sangatlah sulit untuk keluar dari lingkaran masalah itu sendiri, begitupun yang aku dengar dari Gio, mendengar masalah Gio sepertinya tidaklah rumit aku dengar, menurutku Gio punya banyak kelebihan tanpa harus mengenalnya lebih dalam. Selama persahabatanku dengannya aku tidak pernah melihatnya seperti ini, ucapannya yang berat sangat terlihat jelas jika masalah terberatnya adalah wanita yang masih ia cintai meninggalkanya. Aku kembali bertanya-tanya setelah mendengar masalah Gio, “apa masalahku yang berat ini tidak berat bagi mereka?”

 

Melihat kelebihan Gio sepertinya rugi kalau ada cewek yang meninggalkannya. Luar dalam dia sangatlah baik. Apa aku akan mencintainya, jika aku tidak dalam keadaan seperti ini?  Entahlah, sekarang aku berada didekatnya juga tidak merasakan apapun.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • qarinajussap

    @yurriansan Iya memnag sedihhh... Aku menulis ni diatas rasa sakit hatiku πŸ˜†... Eaaaaa

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • yurriansan

    Qirani, Qarina? ahh ini cerita tentang kamu kah? agaknya ini sedih2 gtu ya, aku baca. sukses ya..
    mampir juga ke storyku yang baru ya..

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • qarinajussap

    Hahhhh... Masa πŸ˜… sebelumnya aku publish di sweekkk... Mirip banget yaaaaaa πŸ˜„

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
  • renicaryadi

    Kak ceritanya mirip sih hahaha.
    Btw good luck ya. Bahasanya puitis banget. Quote-worthy :)))

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
Similar Tags
Dibawah Langit Senja
1270      752     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.