Read More >>"> Serpihan Hati (04. ARSIRAN WARNA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Serpihan Hati
MENU
About Us  

04. ARSIRAN WARNA

Hari ini adalah hari jumat, hari terakhir aku bekerja, menunggu sampai hari ini rasanya sangat lama sekali. Senin sampai jumatpun bagiku bukanlah 5 hari tapi seperti setahun penuh tanpa libur bekerja. Sama seperti halnya aku menunggu hari, melihat jarum jam menunjukkan pukul 17.00 Wib ditangan kananku sepertinya sedari tadi aku melihatnya tidak ada gerakan sama sekali. Aku memukul-mukul jamku yang mungkin saja rusak.

“Aduhhh… Qi. Jadi orang normal sedikit. Kalaupun kau membanting jam itu ke luar jendela. Waktu itu tidak akan mengikuti keinginanmu” ceplos bobby yang tiba-tiba datang dengan wajah yang lebih kusut dari benang.

“Memangnya kenapa? Apa masalahmu?” ucapku ketus.

“Bukan hanya masalahku, tapi kau lihat bawahanmu. Mereka juga terganggu karena ulahmu yang memukul jam dengan tangan, kadang kau pukul jam itu ke meja, kadang ke dinding. Kau tahukan ini hari terakhir bekerja? Hargai bawahanmu yang sedang dikejar waktu sebelum liburan” ucap bobby dengan wajah serius.

“Kau bisa marah juga?” ucapku pelan takut bobby akan semakin marah.

“Sebagai atasan kau harus menghargai mereka, bukankah mereka juga menghormatimu?” ucap bobby semakin serius saja.

Aku tidak percaya dengan ucapan bobby yang sangat jarang kedatangan malaikat. Ya, ia jarang sekali berbicara seperti itu, biasanya ia yang menggangu karyawan disini dengan ucapan dan sikapnya. “sepertinya ia sedang sakit?

“Kau sedang sakit?” candaku padanya.

Bobby datang menghampiriku dengan jarak yang cukup dekat hanya meja kerjaku yang membatasi diriku dengan dirinya. Wajah bobby kali ini benar-benar serius. Lebih serius dari wajah serius sebelumnya.

“Ada apa denganmu? Apa kau sudah insyaf?” aku semakin bingung dengan sikap bobby.

“Entahlah aku harus berbicara dengan siapa lagi? Aku benar-benar lelah menghadapi semua ini” ucapnya dan ku yakin ini bobby yang biasa ku kenal.

“Katakan saja. Mungkin aku bisa membantumu?” ucapku mencairkan suasana hati bobby

“Aku sedang bertengkar dengan istriku” ucapnya lemas.

“Hah…! Kenapa? Ada apa? Bagaimana bisa? Kapan?"

“Ora…” ucapnya singkat lalu mengehela nafas.

“Hhhh…” Aku juga merasa lemas mendengernya dan mematahkan semua pikiran baikku ketika dulu bersenang-senang.

Nama itu sudah tidak asing juga ditelingaku. Orang yang ingin aku hindari dan berharap aku tidak pernah lagi bertemu dengan orang seperti dia di masa depan ataupun dikehidupanku yang lain. Bukannya aku tidak menghargainya tapi jujur saja aku sebagai wanita saja tidak ingin menjadi temannya. Awal pertemuanku dengannya memanglah sangat seru, dia orang yang asyik ketika kami mengobrol, bahkan karena terlalu asyik kami sampai lupa waktu. Namun waktu demi waktu aku baru menyadari jika Ora bukanlah orang yang cukup baik karna dia bermuka dua. Mungkin itu julukan yang tepat untuknya.

Aku tidak tahu semua itu sampai aku mendengar kabar tentang keburukanku di kantor. Aku bingung darimana mereka semua tahu tentang hal yang nenurutku "pribadi" biasanya aku hanya menunjukkan hal itu pada teman-teman yang memang aku sudah mengenalnya dengan baik. Dan aku teringat kembali selain aku melakukan hal burukku itu didepan teman-temanku, aku pernah melakukan hal itu sekali ketika aku mampir ke rumah bobby.  Aku memang mempunyai kebiasaan yang ingin aku hilangkan tapi sulit aku lakukan. Ini adalah kebiasaan utamaku yang benar-benar ingin aku hilangkan. Setiap kali aku sedang makan pedas walaupun hanya sedikit pasti aku merasakan gejolak cinta yang diakibatkan oleh panggilan alam yang membuatku buru-buru pergi ke tempat persemayaman saat sedang makan dan kadang juga diiringi oleh suara merdu dari alunan alat music di perutku. Sudah pasti, ketika mereka mendengar hal itu yang terjadi mereka langsung tidak nafsu makan. Mau bagaimana lagi ini bukan keinginanku. Tapi aku juga tidak bisa menahannya.

Karena hal ini juga yang membuatku sering kena marah oleh ibuku, baginya itu kebiasaan buruk, bagiku itu kebiasaan yang aku juga tidak inginkan. Keluar angin dibawah salah di atas juga salah, memang tidak sopan saat makan melakukan hal itu tapi aku juga tidak sanggup menahannya lebih lama lagi yang ada wajahku seperti balon terbang yang akan terbakar. Terlalu sering pamit saat makan itu juga tidak sopan. Aku jadi serba salah, bahkan sampai saat ini aku tidak pernah berani makan keluar kecuali dengan sahabatku ataupun keluargaku dan mereka juga memaklumiku meski terlihat dengan jelas wajah mereka yang jijik karena sikap burukku. Meskipun tidak sering tapi kebiasaanku ini selalu datang diwaktu yang tidak tepat. Jadi aku lebih sering menghindar untuk diajak makan dengan siapapun itu selain mereka yang sudah benar-benar mengenalku dengan cukup terpaksa menurutku.

Kebiasaanku buruk inilah yang mereka ketahui tentang diriku yang membuatku malu dan enggan untuk berbicara dengan siapapun. Karena hal inilah mereka semua mengetahui alasanku yang selalu menolak makan bersama dengan mereka. Meski tidak sering tapi jika sedang kumat hal itu benar-benar bisa menurunkan martabatku dan semua itu bisa tersebar karena ulah Ora. Seharusnya ora tahu jika kebiasaanku itu tidak patut untuk dikatakan kepada orang lain, meski aku tidak harus memberitahunya. Semenjak saat itu aku membenci Ora sampai ke tulang igaku, aku tidak ingin lagi bertemu dengannya, meski begitu terkadang aku masih menanyakan kabarnya. Dan ketika aku mendengar Ora bercerai dengan bobby entah kenapa aku sangat bahagia mendengarnya. Aku memang terkesan jahat, karena aku merasakan senang terhadap penderitaan orang lain. Jika aku mendengar nama ora, sisi malaikutku selalu hilang. Aku tahu itu tidak baik tapi rasanya sulit sisi manusiaku menahan emosi.

Aku mengikuti dan menghadiri pernikahan mereka dari awal sampai akhir, bahkan aku juga ditunjuk oleh bobby untuk penghantar pengantin. Sudah pasti aku sangat senang ketika itu, bahkan aku juga menangis sampai terisak-isak melihat acara akad, sungkeman, resepsi dan lainnya semuanya sungguh mengharukan dan yang membuatku lebih bahagia lagi ketika itu tidak ada kehadiran Rosella karena ia pasti akan mengatakan dengan santainya “jangan beritahu bobby jika air mata mu bukanlah air mata kebahagiaan yang dipersembahkan untuknya melainkan Karena kau masuk ke tempat lain melalui pintu yang diberikan bobby”. Pemandangan ketika itu membuatku menangis sampai terisak-isak, hidungku merah, mataku sembab dan aku tidak hentinya mengusap air mata dan yang keluar dari hidungku. Bobby yang melihatku cukup binggung dengan sikapku, bobby memperhatikan semua penghantar perngantin yang merupakan teman dekatnya dan ora tapi hanya aku yang terlalu berlebihan melihat pernikahan bobby.

Sejak pernikahannya, bobby sering mengejekku jika aku sebenarnya ingin menyusulnya juga atau aku cemburu padanya karena menikahi wanita lain. Penghantar yang lain juga tidak jauh berbeda dengan umurku dan mereka semua belum menikah. Mereka juga menangis sepertiku karena terharu melihat teman terdekat bisa melangsungkan pernikahan dengan bahagia dan khidmat, tapi hanya aku yang menangis seperti akan kehilangan teman terdekatku. Sejak saat itu pula aku mulai dekat dengan ora dan sering bermain ke rumah bobby, kami hanya sekedar mengobrol membahas masalah perempuan. Aku juga menikmati kedekatanku dengannya tapi bukan berarti aku menunjukkan semuanya kepadanya sampai aku mendengar satu keburukanku terbongkar di lingkungan pekerjaaan dan aku mendengar hal itu dari salah satu rekan kerjaku yang bertanya padaku tentang hal itu ketika ia bermain ke rumah bobby, sontak membuatku terkejut. Dan aku berusaha untuk membersihkan nama baikku didepan mereka semua. Bagi mereka ataupun orang lain hal itu mungkin biasa-biasa saja, tapi bagiku itu adalah yang memalukan.

Desas desus itu membuatku enggan untuk menginjakkan kaki dirumah bobby, bahkan bobby pun heran dengan sikapku yang selalu menolak berkunjung kerumahnya. Bobby terus bertanya alasanku yang tidak pernah lagi berkunjung. Rasanya aku ingin sekali jujur kepada bobby tapi aku tidak bisa mengatakan kebenarannya. Aku juga tidak berbohong ketika aku melihat wajah bobby rasanya aku ingin memukulnya, menendangnya dan lainnya. Melihat bobby bagiku seperti melihat ora yang selalu datang menghampiri untuk mengejekku. Untungnya ketika menghadapi bobby sisi malaikatku masih ada walaupun Cuma secuil, meski aku tidak menyukai istrinya, aku tidak bisa menolak amarahku setiap melihat bobby, aku masih beruntung karena aku masih bisa menahannya. Aku masih usahakan bersikap biasa-biasa saja didepan bobby, bagaimanapun bobby tidak bersalah. Sekitar 2 tahunan lebih bobby menikah dengan ora dan dikarunai seorang anak lelaki yang lucu dan menggemaskan, dan sekitar 9 bulanan aku tidak pernah berkunjung kerumahnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • qarinajussap

    @yurriansan Iya memnag sedihhh... Aku menulis ni diatas rasa sakit hatiku πŸ˜†... Eaaaaa

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • yurriansan

    Qirani, Qarina? ahh ini cerita tentang kamu kah? agaknya ini sedih2 gtu ya, aku baca. sukses ya..
    mampir juga ke storyku yang baru ya..

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • qarinajussap

    Hahhhh... Masa πŸ˜… sebelumnya aku publish di sweekkk... Mirip banget yaaaaaa πŸ˜„

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
  • renicaryadi

    Kak ceritanya mirip sih hahaha.
    Btw good luck ya. Bahasanya puitis banget. Quote-worthy :)))

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
Similar Tags
Dibawah Langit Senja
1270      752     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.