Read More >>"> Serpihan Hati (02. WARNA DARI PELANGI) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Serpihan Hati
MENU
About Us  

02. WARNA DARI PELANGI

"Weyyyy...  Apa yang sedang kau lakukan? Mengigit pensil lagi. Aku jijik meminjam barang-barangmu?" teriak temanku seraya membuka pintu kamarku dengan kencangnya.

“Biasa saja, ini bukan dihutan ataupun simulator tidak perlu berteriak, alarm manapun bisa pecah bahkan menciut mendengar suaramu” kesal ku padanya.

Seperti biasa Rosella temanku yang imut seperti marmut terjebak dalam sarang semut dan ia sungguh membuatku berkerut.  Rosella yang sudah kenal dan akrab dengan ibuku sengaja dibiarkan bebas berkeliaran dirumahku, bahkan ibuku tidak pernah sekalipun membelaku jika aku sedang ditindas ataupun diceramahi olehnya meski aku sudah memasang wajah memelas dan perlu dikasihani, ibuku hanya melihatku lalu pergi begitu saja. Karena itu akupun tidak aneh jika dia datang dengan mendobrak pintu kamarku.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanyaku padanya.

"Melindungimu agar tidak terjebak dalam memori masa lalu dan aku berharap kau benar-benar tidak membuka kembali loker 7 tahun lalu" ucapnya santai langsung melemparkan badannya ke ranjangku.

"Tidak... Aku tidak memikirkan apapun! Kuncinya saja aku sudah tidak tahu ada dimana" aku mengeles agar dia tidak memberi ceramah logaritma olehnya.

"Qirani... Qirani... " gelengnya

"Apa?" ucapku sedikit membentak. "Kau kesini bukan untuk menginap dirumahkukan?"

"Memangnya kenapa?" ujarnya.

"Kalau kau menginap pasti toilet ku penuh"

Rosella mengeleng-gelengkan kepala. Gelengan yang sungguh tidak enak untuk dilihat. Meski begitu Aku berterima kasih kepada tuhan karena aku masih diberikan teman yang sampai saat ini masih betah bersamaku dan mengerti diriku dalam kurung jika Dia sedang tidak jengkel atau bisa jadi dia terpaksa berteman denganku karena kasihan padaku atau mungkin karena hanya diriku yang bisa menerima sikapnya yang blak-balakan. Intinya jangan sampai buat dia marah, Karena jika ia sedang marah, ia tidak bisa menahan apapun yang sedang dipikirkannya, yang dihadapannya dan entah didalam keadaan seperti apa. Semuanya bisa ia muntahkan, dan aku yakin yang keluar dari mulutnya bisa berupa muntahan kutukan bagi yang mendengarnya.

Rosella temanku yang aku kenal sejak aku masih duduk dibangku SMA. Ia sangat lucu dan berparas cantik karena itu ku sebut ia imut. Ia juga suka makan dan ngemil, mulutnya yang penuh dengan makanan kadang mirip seperti marmut. Dan ia juga sering terjebak di lobang semut,  karena sebanyak apapun ia makan. Ia tidak pernah takut gemuk dikarenakan makanan yang ia makan hanya kebetulan lewat diususnya yang tidak berselang lama langusung ia keluarkan, sebab itulah aku khawatir WC-ku penuh. Perutnya yang kembang kempis membuatnya sedikit lega menjaga tubuhnya.  Ia akan mengembangkan perutnya menjelang malam namun menjelang siang ia sudah kempiskan kembali perutnya seperti semula, mungkin karena aku sering bersamanya jadi aku tidak begitu banyak melihat perubahannya. Ia tidak pernah sekalipun gemuk meski ia makan banyak.

Aku juga takut kalau dia akan menginap di rumahku. Aduh...  Aku sudah tidak bisa membayangkan malamku nanti pasti akan menjadi malam yang panjang. Dan jangan sampai aku membuatnya marah karena itu bisa membuatku keriput.

Dengan perasaan senang aku menyambut pagi yang cerah untuk kembali beraktifitas. Suasana hatiku saat ini entah mengapa sangat menyenangkan dan sepertinya akan lebih menyenangkan, padahal hari ini adalah hari senin hari yang sedari dulu tak aku sukai karena setelah menikmati liburan, aku harus kembali bekerja. Tapi tidak dengan senin kali ini. Aku benar-benar bahagia.

Qiran... Ros...

Teriakan ibu memanggilku dan Rosella dari arah dapur seakan memekakkan telinga.

Aku langsung mengoyangkan tubuh Rosella yang masih terkapar diatas kasur dengan nyenyaknya. Ia sepertinya tidak sadar jika ini sudah pagi. Entah kemana semangatnya ia biasanya bangun lebih awal daripada diriku tapi sekarang ia mirip seperti korban tabrk lari, silaunya sinar matahari yang menembus lewat jendela kamarku tidak membuatnya terbangun juga. Aku tidak tahu harus menggunakan jurus apa untuk membuanya bangkit. Aku menghampiri jendela kamar langt dan membukanya, udara segar dipagi hari ini pasti akan mengisi full kekuatan. Jendela ini adalah jendela yang biasa ku gunakan untuk melihat langit malam, sebenarnya jendela yang kugunakan sebagai alasan jika aku sedang melamun karena kenyataannya aku sedang tidak memandang langit tapi aku memandang langit lainnnya yang ada dipikiranku.

“Hai ibu...” aku turun dengan semangat dari tangga yang terbuat dari kayu. “Hai... Gio. Kau sudah disini juga?”

Tidak kusangka Gio juga sudah berada dikursi meja makan sedang menyantap tempe goreng yang dimasak ibuku.

“Kau ini lama sekali, memangnya yang punya perut itu kau saja” ujar Gio memarahiku.

“Kau ini... tidak sopan sekali. Sudah dikasih gratis masih marah-marah saja” ujarku ikut kesal.

“Hey... kalian ini sudah besar tahu dosakan? Tidak sopan kalian berdua bertengkar didepan nikmat tuhan” ucap ibuku yang langsung membungkam mulut kami berdua.

“O ya, Timmo berkata padaku kalau Rosella menginap dirumahmu?” tanya pelan Gio seraya menuangkan nasi ke piringnya.

Aku mengangguk, “Ya”

“Lalu mana dia?” Gio mendongakkan kepala melihat kerarah lantai dua dimana kamar tidurku berada. “Ya ampun”

“Ada apaaaaaa?” tanyaku melihat Gio terkejut.

Aku menoleh kearah tangga lantai dua yang membuat Gio tersentak. Aku pun terkejut melihat Rosella. Melihat penampilan yang selama ini ingin ia sembunyikan dari siapapun kecuali diriku karena aku sudah mengetahui hampir tentangnya. Ia ingin menyembunyikan wajahnya ketika bangun dari tidurnya karena takut ketahuan aslinya seperti apa dirinya bahkan dari ibuku. Rosella benar-benar berantakan dan tidak karuan.

“Tante...” panggil Rosella merengek tanpa memperdulikan penampilannya.

“Ada apa denganmu Ros?” tanya ibuku yang memang tidak pernah melihat penampilan Rosella seperti itu selama ia menginap dirumahku.

“Tante sejak kapan semua itu terjadi dirumah ini?” tanyanya masih merengek.

“Sepertinya ada sesuatu yang terjadi padamu? Jika kau berani menunjukkan dirimu seperti ini didepan Gio” ucapku padanya.

“Kau bernar Qi, baru kali ini seumur hidupku berteman denganmu aku ingin sekali menyingkirkanmu dalam hidupku. Oh my god… tante, aku tidak menyangka ternyata anakmu yang sekarang menjadi sungguh… ” ucapnya bak ratu drama yang sunguh menghayati perannya.

“Apa maksudmu Ros?” Ibuku mengerutkan keningnya karena tidak mengerti dengan ucapan Rosella.

“Tante anakmu yang sedang tertidur itu membuatku ingin mengungsi, sungguh luar binasa tindakannya. Berarti ketika aku terakhir kali menginap dirumahmu itu bukanlah karena mimpiku tapi itu adalah perbuatanmu” ujar Rosella yang membuat ibuku menganggukkan kepala.

“Apa yang kau bicarakan. Apa yang sedang kalian berdua lakukan di tempat tidur berdua" tanya Gio. “Hayoooo…”

Wajah Gio tidak kalah menjengelkan. "Apa yang kau katakan?" aku melotot pada Gio.

"Dia mendengkur?” tebak Gio. “Namanya juga orang sedang tidur mana tahu jika ia sedang mendengkur. Kalaupun harus memilih ia pasti tidak ingin mendengkur”

Jujur rasanya aku ingin menjitak kepala Rosella dengan centong yang sedang kupegang ini. Pagi-pagi membuat wajahku merah padam. Ini sungguh memalukan apalagi didepan Gio. Meski ia sahabatku tapi tidak seperti ini juga, bagaimanapun itu aibku. Aduhhh...  apa yang sebenarnya ingin ia katakan. Aku mencoba menginga kejadian tadi malam tapi aku tidak ingat apapun yang ku ingat terakhir ketika aku memaka piyaman dan lagnsung tidur.

"Bukan itu Gio tapi dia tidurnya tidak mau diam. Aku sudah menjauh darinya tapi tetap saja ia seperti ingin menyingkirkanku dari ranjangnya padahal aku sudah minggir sekali. Aku terus digusur bahkan sampai aku terjatuh dari ranjangnya. Akhirnya aku pasrah, aku lebih baik aku tidur dibawah. Tapi tetap saja. Dia pun malah jatuh di atas tubuhku. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi.  Padahal dia dulu tidak seperti itu" Rosella menghampiriku dan langsung duduk dengan merampas centong nasi yang sedang ku pegang.

Sama halnya dengan dia,  aku juga tidak percaya dengan kata-kata dan tindakannya. Sudah menjelek-jelekan diriku, ia justru melewatiku begitu saja menuju meja makan dengan wajah tanpa dosa dan merasa sok bersih. Apa Dia tidak sadar sudah mengejekku dan apa dia juga tidak sadar bangun tidur tidak membersihkan tubuhnya langsung menyantap makanan. Aku langsung mengerling kepada ibumengapa ibu pura-pura tidak sadar melihat hawa keberadaan Rosella yang harus diberantas dari meja makan ini.

"Kau cantik juga Rosella" ucap Gio tersenyum.

"Ssssttt... Cukup Gio.  Aku sudah tahu itu" ucap Rosella dengan lembutnya. “Tante aku lupa belum membersihakn diri” dengan gesit ia langsung melarikan diri, meski aku merasa ia jadi salah tingkah karena pujian Gio ttapi tingkahnya tidak menunjukkan kesalahan. Sangat normah sekali tiindakannya.

"Ada apa dengan mereka? Mengapa Aku seperti orang lain di rumahku sendiri!" gerutuku dalam hati. "bukankah kau tidur diatas ranjangku?" tanyaku sesampainya Rosella disampingku.

"Aku pindah jam setengah lima pagi karena aku kedinginan"

“Mau aku peluk” tawar Gio.

“Aku kirim kau ke neraka”

“Eittsss… aku sudah mempersiapkan hal itu akan kujamin aku tidak akan masuk neraka. Karena sebelum kau mengirimku keneraka, akan ku kirim kau ke KUA” senyum Gio pasti.

“Buseettt dah,masih pagi kali”

Aku tak peduli dengan mereka. Aku berdoa dan menyantap makan dengan lahapnya, dalam keadaan seperti aku tidak bisa membedakan apa diriku sedang lapar atau kesal. Meski aku kesal aku tidak bisa memungkiri kalau perutku sedang lapar aku pasti makan, semarah apaun tidak ada kata diakmusku untuk tidak nafsu makan. Ini yang membedakan diriku dengan Rosella kalau aku sedang marah aku takkan menyakiti diriku sendiri dengan menahan lapar sampai cacing diperutku kejang-kejang, sedangkan Rosella, dia memang benar-benar tidak nafsu makan jika sedang marah. Lain halnya dengan Gio kalau dia sedang marah, Gio benar-benar cool dan pastinya jangan ditanya,  sedang kan satu lagi temanku Timmo kalau ia sedang marah, ia seperti menghilang dari dunia ini. Ia langsung bersemedi alias mengurung diri, tidak memberi kabar apapun bahkan Handphone ia langsung non aktifkan agar tidak ada yang mengganggunya.

Gio adalah teman yang aku kenal ketika aku menjadi mahasiswi semester 4. Aku bertemu dengannya ketika aku sedang makan mie ayam yang tidak jauh dari kampusku. Mie ayam yang sudah bertengger lama di tempat itu, hanya saja aku tidak pernah sekalipun mampir untuk membelinya hanya sekedar berjalan melewatinya sampai aku diberi mie ini untuk pertama kalinya oleh teman sekelasku karena sedang buru-buru dan belum sempat sarapan. Ternyata mie yang telah aku lewatkan selama setahun lebih ini enak sekali, pas dengan porsi dan seleraku. Semenjak itu aku sering membelinya dan sekali-kali makan di tempat itu, lalu aku berhadapan dengan seorang pria yang sering ku lihat namun tidak ku kenal. Ia tak lain adalah Gio yang kini menjadi sahabatku dan kadang sering kupanggil “Anak cobek”. Karena jika setiap kali makan, entah apapun lauknya yang ia cari bukanlah piring melainkan mencari keberadaan sambal. Ia memang bukan pangeran kampus, tapi bisa dibilang ia juga seperti dia yang tidak pernah luput dari mata telanjang para perempuan apalagi jika mendengar ia jomblo, beuhhhh… bagaikan malam tidak pernah ingin siang, benar-benar langit tanpa matahari karena cuaca di kampus serasa mendung dengan tangisan para wanita yang ditolak itulah, jadi bahan pertimbanganku kembali untuk mendahului menyatakan cinta pada pria itu.

Sahabat yang berwajah tampan itu awalnya sangat menyebalkan mungkin untuk orang yang baru dikenal ia merupakan lelaki sombong, meski tidak dipungkiri ia sangat tampan dan katanya dia juga orang yang kaya. Aku yang mendengar tentangnya tidak aneh jika dia sombong dan banyak yang menggilai.  Semua yang terlihat darinya cukup banyak diinginkan oleh semua orang. tapi Aku tidak ingin bertemu lagi dengannya setelah aku mengetahui jika Ia benar-benar cuek dan tidak peduli pada keadaan disekitarnya. Kurasa Gosip yang sedang beredar di pastikan ia tidak akan mengetahuinya. Hanya satu yang membuatku terkejut mengenai dirinya, menurut kabar yang aku dengar yang memiliki usaha mie ayam itu adalah Gio. Itu juga yang membuatku mengangguk, pantas aku sering sekali melihatnya berada dikedai mie ayam itu. Tapi itu juga membuatku bingung dia kaya karena dia anak orang kaya atau karena dia memiliki usaha mie ayam, sampai saat ini jika aku bertanya padanya mengenai kedai mie ayam itu, ia selalu menunjukkan wajah yang bingung seolah - olah dia tidak mengerti apa yang kukatakan. Sampai saat ini juga aku belum tahu kebenarannya dan aku sudah lelah untuk menanyakan hal itu padanya.

Timmo adalah satu-satunya sahabat kami yang paling bisa mencairkan suasana dimanapun berada, dalam kondisi apapun dan dalam pemikiran apapun ia bisa langsung masuk dengan tiba-tiba dan tanpa berpikir panjang. Terkadang itu membuat kami tertawa bersama, tidak jarang pula itu juga membuat kami harus bersiap untuk berhadapan dengan orang lain karena ulahnya. Dari kami semua, Timmo paling banyak memiliki teman, paling sibuk dan paling rajin. Mahasiswa rantauan ini sibuk mencari uang untuk biaya kuliahnya. Oleh karena itu ia banyak memiliki teman dan orang yang pandai bergaul. Yang paling aku suka darinya, dia adalah orang yang jujur dan sabar dalam menghadapi kehidupannya yang cukup keras dan yang pasti ia sangat mandiri. Karena itu juga ia menghabiskan waktu kuliah lebih lama dari kita semua, karena terlalu sering cuti.

“Kalian mau sampai kapan berada di meja makan ini? Lihatlah jam dinding itu sudah jam berapa?” ucapan ibuku membuat kami langsung bergerak secepat kilat.

Jam sudah menunjukkan 07.47 WIB aku langsung membereskan perlengkapan kerjaku. Rosella kembali kekamarku dan merapikan dirinya meskipun tidak menyentuh air, baginya tidak masalah yang penting ia menggunakan farfum yang tanpa disadarinya akan membuat orang didekatnya merasa dunia ini berputar. Sedangkan Gio tidak pernah berubah, ia mencari kunci mobil yang sebelumnya ia taruh entah dimana. Dan ibuku seperti biasanya ia hanya menonton diriku dan temanku yang sedang kerepotan dan sibuk sendiri. Meski ibuku tahu dimana Gio menaruh kunci mobil itu, ibuku tidak akan memberitahunya begitupun aku tidak berani bertanya dan Gio yang sudah dianggap oleh ibuku seperti anaknya sendiri juga sama sepertiku tidak berani menanyakan hal itu. Karena kami berdua sudah tahu apa yang dikatakannya. Jadi lebih baik kami mencari sendiri meskipun harus menghabiskan waktu yang tidak sebentar.

Aku, Rosella, Gio begitupun dengan Timmo yang jarang kerumahku sangat mengenal ibuku, kita semua sudah sangat dekat seperti kakak beradik. Oleh karena itu ibuku menganggap mereka seperti anak sendiri. Ibuku tidak akan membedakan siapapun itu. Bagi ibuku untuk umur kami yang sudah dianggap dewasa tidak seharusnya diingatkan terus menerus. Sudah saatnya kami belajar mandiri dan tidak terus menerus merepotkan orang lain. Bagiku itu cukup membantu daya ingatku tapi terkadang menjengkelkan kalau aku benar-benar lupa menaruhnya entah dimana. Satu lagi yang aku tidak sukai dalam hal ini karena ibuku selalu mengatakan, “Cobalah untuk mandiri, kau beruntung sekarang masih ada orang tua dan temanmu. Bagaimana jika ...?”. Aku benar-benar tidak menyukai jika ibuku mengatakan hal itu, bagiku itu bukanlah nasihat tapi terdengar seperti ancaman.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • qarinajussap

    @yurriansan Iya memnag sedihhh... Aku menulis ni diatas rasa sakit hatiku πŸ˜†... Eaaaaa

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • yurriansan

    Qirani, Qarina? ahh ini cerita tentang kamu kah? agaknya ini sedih2 gtu ya, aku baca. sukses ya..
    mampir juga ke storyku yang baru ya..

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • qarinajussap

    Hahhhh... Masa πŸ˜… sebelumnya aku publish di sweekkk... Mirip banget yaaaaaa πŸ˜„

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
  • renicaryadi

    Kak ceritanya mirip sih hahaha.
    Btw good luck ya. Bahasanya puitis banget. Quote-worthy :)))

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
Similar Tags
Dibawah Langit Senja
1270      752     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.