Wish
Februari 2017, siang hari, alun-alun kota . Ketika itu tepat kaudatang dengan sebongkah bunga. Membujukku menjadi kekasihmu. Aku pun mengangguk malu, meski masih ragu. Akankah kau ini rapuh atau setia? Hari itu menjadi pertama kalinya sesuatu merangkulku dengan erat.
Membawaku mengelilingi pedagang-pedagang yang haus pelanggan. Berteriak di antara telinga kita, hingga tertarik untuk melihat sebuah boneka besar. Beruang cokelat manis yang aku idam-idamkan. Aku tak menolak saat kau berikan hadiah kedua-mu lagi. Sungguh wajar banyak wanita memuja kepribadianmu. Batinku.
Semenjak itu, kau selalu memastikanku turut hadir dalam berpergian-mu. Entah itu liburan, menonton bioskop, bahkan memancing bersama teman-teman. Tak pernah mengeluh, sedikit sekali cemburu.
Terakhir kali, kaugiring aku menuju area parkir. Apa kita segera pulang? Aku terlalu sedih untuk mengungkapkannya. Sebelum menghampiri salah satu mobil, kakimu berhenti. Aku bjerlari mundur, sebuah motor usang melintasi dirimu, seketika membuatmu ambruk dan bercucuran darah.
Lengan yang tadinya memeluk pinggangku, kini terkulai di atas jalan. Anehnya, aku tak sanggup bereaksi. Namun kucoba tetap mendekat, sama saja. Aku kembali mundur. Sekali lagi, motor itu muncul. Seakan tahu aku adalah incarannya.
Kupejamkan mata, dan ….aku terbangun, mengusap wajahku perlahan. Apa ini? Lagi-lagi cuma mimpi.