Aku suka kamu.
Kata-kata itu kembali berputar seperti rekaman musik di dalam kepala Kayra. Di depan meja belajarnya sudah tersedia buku pelajaran fisika yang seharusnya dia pelajari. Namun matanya kembali menoleh pada ponsel yang baru saja dimatikan beberapa saat.
"Dylan," lirihnya. Kayra menyembunyikan wajah di balik tepalak tangan. Matanya mendadak panas. Kerinduan sudah mengetuk pintu hatinya.
Bohong. Rindu kali ini berlipat ganda.
Kayra mengingat Minggu lalu di mana Dylan menyatakan perasaannya, memeluknya seolah-olah takut kehilangan. Itu bukan pelukan persahabatan, karena rasa cinta muncul di antara mereka. Di sisi lain Kayra mengingat sosok laki-laki dari SMA tetangga yang sudah bertengger sejak lama di hatinya.
Leon tidak tahu. Satu mantra itu membuatnya ingin menangis sekaligus lega. Pacarnya tidak sejauh yang dikira orang-orang. Leon dan Kayra bertetangga, tapi kesibukan masing-masing membuat keduanya jarang bertemu.
Satu tetes air mata kembali lolos, meninggalkan jejak di hatinya. Kerinduan, namanya. Terutama ketika Dylan membuatnya bingung, dan menjauh perlahan-lahan. Dia terlalu takut memilih cinta dari sahabatnya, dan dia terlalu takut pacarnya terlalu lama mengabaikannya.
Ting!
Kayra berhenti bersembunyi. Ponsel menarik perhatiannya. Tangannya mengambil dan melihat dengan malas. Namun, nama si pengirim mampu membuat Kayra terbelalak. Wajahnya kembali bersemu merah, dan matanya panas.
Leon
Jaga kondisi, My Kay. Besok aku ke SMK Bayanaka bersama anggota dewan siswa. Love you.
Dylan
I'm Sorry Kay. Miss you.
Kayra tersenyum sekilas sebelum air matanya kembali lolos. Lebih deras dari sebelumnya. Mungkin itu yang dinamakan kerinduan, sampai berat menahannya. Andai Kayra tahu di mana dia bisa menjual rindu demi mengurangi sedikit bebannya. Namun siapa yang mau membeli rindu.
Kedua tangan Kayra mengetik pesan walaupun emosinya membuat sedikit gugup. Dia tidak boleh plin-plan. Dia harus jujur, pada pacar dan sahabatnya. Bahkan jika dia harus kehilangan keduanya.
To : My Leon
Leon, tahukah kamu? Rasa rindu ini sangat berat. Bolehkan aku menjualnya? Setidaknya meringankan beban sebelum kita bertemu? Love you too
Leon
Okay, tapi kamu hanya boleh menjualnya padaku. Love you more, My Kay.
To : My Leon
Sama saja aku harus menunggu besok.
Leon
Aku ke rumah kamu jam delapan malam. Tunggu saja.
Kayra mengulum senyum. Disekanya air mata. Kembali matanya menoleh pada si pengirim, Dylan.
Dylan
please .... jawab aku.
To : Dylan
I'm Sorry too, Dylan. Aku suka kamu sebagai sahabat, tapi untuk lanjut ... nope. Aku tidak ingin persahabatan yang kita jalin sejak kecil malah hancur karena kata cinta.
Dylan
i know that. Kamu pun sangat cinta pada Leon ya?
To : Dylan
You know Me so well, Lan.
Dylan
Jadi?
To : Dylan
What?
Dylan
We're still bestfriend? Tidak masalah, aku akan mencintaimu sebagai sahabatku selamanya.
To : Dylan
Thanks, Dylan. I Miss you.
Dylan
Aku lebih rindu dibanding kamu. Aku ke rumah kamu sama Leon ya? Nah si Leon ngajak nih. See you later.
Ya, rasa ini menyesakkan. Kayra melihat jam di sudut layar ponsel. Masih ada waktu untuknya. Melepas segala rindu ini.
Rindunya pada sahabat terbaiknya.
Serta rindu pada sang pemilih hati.