Kania menggisik matanya yang perlahan menunjukan gambaran langit-langit kamarnya. Suara gaduh yang berasal dari teriakan kedua Orang Tuanya dan berbagai prabot dapur yang berjatuhan sudah tak asing lagi ditelinganya. Kania menggeserkan langkahnya menuju kamar mandi bersiap memulai hari yang biasa membosankan baginya. Jangan tanya bagaimana kondisi kamar Kania saat ini lebih dari cukup dikatakan seperti kapal pecah atau mungkin lebih parah.
Sepertinya tak ada satupun yang berjalan dengan baik dalam hidup Kania dari mulai kedua Orang Tuanya yang sering bertengkar, hingga tak jarang merusak perabot rumah tangga, sempat terfikir dalam benak Kania “Mengapa mereka tak bercerai saja? mumpung masih ada perabot rumah tangga yang bisa diselamatkan!!”. Dalam kehidupan di Sekolah tak sebaik yang dirasakan oleh teman sebaya Kania pada usianya. Di sekolah Kania tidak memiliki teman satupun. Introvert mungkin itu istilah yang tepat untuk Kania. Dalam bidang Akademis Kania tidak masuk pada golongan murid-murid berprestasi, Olah Raga??? Mendengar kata itu saja bisa membuat Kania tak nyaman. Sahabat dan Pacar sepertinya hal yang cukup mustahil Kania dapatkan, yang bisa Dia lakukan adalah menjalani hidup apa adanya dan selalu berharap esok akan ada hari yang lebih baik baginya.
Di sini Kania berada sekarang, tempat dimana Dia menghabiskan waktu istrahatnya adalah bangku taman Sekolah dibawah pohon yang menghadap ke Lapangan Basket. Sinar Super Star terpancar dari sana Seorang Cowok yang selalu membuat jantung Cewek berdegup kencang bila dekat dengannya. Siapa lagi kalau bukan Nathan yang tengah asik bermain Bola Basket dengan teman-teman seangkatannya. Cowok yang dua tingkat lebih atas dari Kania itu merupakan idola para Siswi di Sekolah kejuruan tempat Kania menimba ilmu.
Paras rupawan, kemampuan Akademi yang mumpuni, prestasi Olah Raga yang segudang, aaahhh~~ satu lagi berasal dari keluarga berada yang harmonis itulah Nathan, suguh berbanding terbalik dengan Kania. Siapa yang tidak bermimpi memiliki pacar, kekasih atau suami seperti Nathan bahkan seorang Kania pun, dalam hati kecilnya selalu terbesit keinginan bersanding dengan seorang Nathan. Mungkin hari itu adalah hari yang paling dinantikan oleh Kania, hari itu adalah sebuah lembar baru yang akan Kania isi dengan keceriaan, kebahagiaan, dan kebersamaan. Dia akan berhenti mengukir dalam lembaran kehidupan bila mendapat pena kepedihan, kesedihan dan kemarahan agar hanya ada bahagia yang dirasakan dan dikenang. Untuk sebagian gadis seusianya mungkin keinginan itu teralu muluk, terlalu didramatisir tapi bagi Kania semua itu adalah hal yang benar Dia rasakan, Dia inginkan dan Dia cita-citakan.
Waktu yang membawa Kania remaja menjadi dewasa memberikan keterpurukan yang makin mendalam, kedua Orang Tuanya resmi bercerai, ekonomi keluarganya terpuruk bahkan Kania tidak diterima di Perguruan Tinggi Negri yang diinginkan Ibunya. “LELAH.....” kata itu yang selalu terucap dari mulut Kania, sekeras apapun Dia mencoba untuk tidak mengeluh dengan kehidupan yang Tuhan berikan padanya, tetap saja Keterpurukan yang selalu Dia rasakan membawanya pada Titik terhitam dalam hidupnya. Tak akan ada lagi cerita setelah titik itu. “Sudah waktunya menyerah”, Kania menghirup nafas terakhir di tepi jembatan berfikir hal itu untuk yang terakhir kali Dia lakukan.
Genggaman tangan menarik tubuh Kania yang akan terjatuh ke hamparan sungai, membawa Kania kembali pada kenyataan hidup, tangan itu..tangan Cowok yang dulu menjadi Idola para Siswi di Sekolahnya, Cowok yang selalu membuat Kania berhayal untuk bisa bersanding dengannya, Cowok yang membuat jantung para Cewek berdegup kencang bila dekat dengannya, Nathan. Nathan~~ kini senyumnyalah yang pertama kali Kania lihat saat membuka matanya, deru nafasnya begitu terasa oleh Kania pelukan hangantnya selalu menjaga Kania. Dua tahun setelah kejadian terburuk dalam hidup Kania, kini cicin yang melingkar di jari manis Kania dan Natha selalu menjadi saksi bisu janji pernikahan yang mereka ucapkan bersama. Kania memandangi perutnya yang tengah dielus dan dikecup Nathan, banyak moment yang mereka nantikan setiap bulan. “Nathania, the name who I want”. “As you wish honey”. Kecupan ringan mendarat di kening Kania sebelum Nathan berpamitan pergi bekerja.