Aku bertanya pada kalian, apa aku wanita yang menyedihkan? Mari aku ceritakan sedikit pada kalian.
Pagi pertama setelah patah hati.
Aku terbangun dan kembali menyaksikan dunia. Padahal semalam aku berharap untuk tidak usah terbangun saja di hari ini dan melihat realita kehidupanku yang menyedihkan. Aku merasakan salah satu organ tubuhku menghilang. Ah, aku baru saja ingat. Seseorang telah mematahkan hatiku dan membawanya pergi.
Aku melihat keluar jendela, menyaksikan hujan yang jatuh dengan derasnya seperti sedang menyapaku "Selamat patah hati".
()()()
Siang ke seratus dua puluh satu setelah patah hati.
Aku berpikir, sepertinya dunia sedang menjahiliku, seolah dia bersikap tidak adil kepadaku. Oh tidak, tidak, dunia itu adil. Jika kini, aku sedang berpatah hati, di belahan bumi sana mungkin sedang ada yang berbunga-bunga dengan hatinya. Tidak ada yang tidak adil di dunia ini.
Aku mencoba untuk merayakan patah hatiku. Namun, aku salah dengan memilih berjalan-jalan bersama sahabatku karena ia terus-menerus menanyakan dan membahas Raja, seseorang yang mematahkan dan membawa pergi hatiku.
Ah, sepertinya aku harus menemui Raja sekarang juga. Aku membeli bunga untuknya. Ya, aku wanita yang tak tahu malu yang memberi bunga kepada seseorang yang sudah mematahkan dan membawa pergi hatiku. Namun, tidak ada sebuah larangan yang menyatakan bahwa hanya pria saja yang boleh memberi bunga kepada seorang wanita.
()()()
Sore ke dua ratus tujuh puluh dua setelah patah hati.
Aku belum menangis. Lagipula apa yang harus aku tangisi? Ini kan takdir. Ya, mungkin itu kalimat yang bisa menjadi penyemangat diriku. Aku tak tahu, berapa lama lagi aku bisa bertahan tanpa organ penting di tubuhku. Apa yang harus aku lakukan hari ini?
Meskipun Raja terang-terangan membawa pergi hatiku, aku masih sangat ingin menemuinya lagi. Namun, Raja hanya diam setiap kutemui. Seperti dua orang yang saling canggung. Sebut aku wanita bodoh, aku tak mengelak. Memang itulah diriku. Mungkin, aku harus tidur kembali setelah melihat kantung mataku yang sudah sangat menghitam.
()()()
Malam ke tiga ratus enam puluh lima setelah patah hati.
Ah, hari ini mungkin aku akan menertawakan diriku sendiri. Memang sepertinya itu pantas untukku lakukan. Aku kembali ingin menemui Raja. Toko bunga langgananku pun sudah siap jika aku akan datang lagi hari ini untuk membeli bunga kembali. Aku mendengar dua perempuan yang seolah sedang membicarakan diriku dan nasib kehidupanku.
"Menyedihkan sekali wanita itu? Tidak bisa kah dia menikmati hidupnya saja?"
"Wanita yang bodoh. Apa dia tidak bisa meminta hatinya kembali?"
Untuk pertama kalinya aku menangisi hari patah hatiku. Aku ingin membentak mereka yang tak mengerti apapun tentangku dan Raja. Aku ingin, aku ingin meminta kembali hatiku.
Namun sayangnya Raja membawa hatiku terlalu jauh. Aku di bumi, sementara Raja telah menjelma menjadi matahari yang ditelan lautan.
Kini, aku bertanya pada kalian. Apa aku wanita yang terlihat menyedihkan?