PATAH SEKETIKA
Selalu bersama bukan berarti memiliki rasa yang sama. Hanya saja, mungkin aku cukup pas menjadi pendengar setia, bukan sebagai seseorang yang selalu dia puja.
***
Pertemanan antara aku dan Reno dimulai cukup lama, sekitar tiga tahun lamanya. Kami sama-sama memiliki hobi menulis. Aku yang lebih suka menulis sastra dan dia yang lebih suka menulis ilmiah. Tapi kami memiliki keinginan yang sama untuk saling belajar dan mencoba zona menulis yang berbeda. Karena kesamaan itu lah kami sering menghabiskan waktu bersama.
Seringkali kami pergi berdua, mengerjakan tugas bersama, bercerita tentang cinta, atau bahkan sekedar ngobrol hal receh yang bisa memecahkan tawa dan melenyapkan luka. Tidak jarang kebersamaan kami menimbulkan perspektif salah dari banyak orang. Orang-orang sering kali menganggap kita adalah sepasang kekasih, memang tak dapat di pungkiri jika rasa nyaman terkadang hadir dan membawa sugesti, namun segera aku tepis pikiran ngelanturku, bahwa yang nyata ada hanyalah sebuah hubungan persahabatan, tidak lebih.
Kebersamaan memang selalu menimbulkan rasa nyaman. Bahkan terkadang kadar rasa nyaman sampai pada tahap suatu kondisi takut kehilangan.
***
Pada suatu ketika aku dan Reno janjian untuk mengunjungi sebuah festival budaya yang diselenggarakan oleh fakultas kami.
“ Sinta.., nanti berangkat jam berapa?”
“ Hmm, habis maghrib aja ya, gimana?”
“ Oke lah, nanti whatsapp aja ya kalau udah mau berangkat”
“ oke siap dah..”
Belum sampai aku meletakkan hp ku, notifikasi terdengar lagi.
“ e sin.., hmm nanti bakalan ada hal yang aku lakuin”
“ hah?, apaan memangnya?”
“ ada deh, nanti kamu juga tau sendiri, memperjuangkan masa depan pokoknya”
“ haha... kamu ini apa-apaan sih ren ren, selalu aneh”
“ udah tunggu aja, do’ain aja ya semoga berhasil, pokoknya kamu harus menjadi orang pertama yang mendengar berita keberhasilanku nanti, ok?”
“ iya.. iya.., siyap. Terserah kamu deh”
Setelah itu aku langsung kepikiran apa yang di omongin Reno.
“ Memangnya Reno mau ngapain sih” (gumamku dalam hati)
***
Sesampainya di acara festival kami langsung berkeliling menikmati semua penampilan-penampilan kesenian yang sangat memukau yang telah di persiapkan oleh panitia. Setelah cukup lama berkeliling, tiba-tiba Reno pamit untuk pergi ke toilet.
“ Sin, aku mau ke toilet bentar ya..”
“ Ok Ren. Nanti kamu cari aku di pertunjukkan musik gamelan itu ya..”
“ Ok siyap”
Sembari menunggu Reno kembali dari toilet, aku menyaksikan pertunjukkan kolaborasi gamelan dengan musik modern, tampaknya akan sangat indah dan keren.
“ wah.. pas banget nih, kolaborasinya baru mau di mulai nih” gumamku senang.
Ketika pertunjukan di mulai, ada sedikit yang aneh. Aku seperti tidak asing dengan suara dari vokalis pria itu, dan ternyata...
“ Hah.. Reno..., kok bisa?” aku terkejut bukan main, kenapa Reno bisa berada di pertunujukkan ini. ia berkolaborasi dengan seorang perempuan cantik yang ternyata adalah teman dekat Reno semasa SMA. Perasaanku semakin tak karuan, ketika di akhir pertunjukkan Reno mengungkapkan perasaannya kepada si perempuan itu.
Entah apa yang aku rasakan saat itu, semuanya terasa sesak. Aku tak mampu menjelaskannya. Saat itu aku lebih memilih diam, daripada aku harus menjelaskan kenapa aku merasa sehancur itu, yang jelas terasa adalah, patah seketika.