Sebagian orang akan menyukai saat-saat matahari mulai menenggelamkan dirinya. Tampak cahaya orange yang membiaskan pada laut menjadikan makin indah di pandang. Meski pasir tidak lagi berwarna putih disebabkan oleh sampah, tempat ini yang paling kusukai sejak dulu.
Aku lemparkan pandanganku kepada seseorang yang berada di ufuk barat. Sosok siluet itu terlihat menarik bersamaan rambut serta pakaiannya diterbang oleh angin. Kesejukan yang dibuatnya menyegarkan pikiran sesaat. Aku mencoba mendekatinya, tetapi ia menoleh padaku. Sosok siluet itu kini berganti nyata. Kau adalah alasanku untuk menyembunyikan kebohongan hatiku.
💌
Dihari yang sama pada rotasi bumi berputar, tidak ada yang berbeda. Ia tetaplah ia yang tidak pernah berbincang padaku. Ia terkesan acuh menjadikanku jengah meliriknya sepanjang hari. Apa istimewanya diriku? Aku hanyalah gadis pendek berambut bob sedikit kusut. Aku bukanlah gadis manis berkulit putih. Aku pun pemilik otak rata-rata. Lalu dengan bodohnya aku menyukai ia yang terlihat sempurna itu?
Hampir tiga semester berjalan ingin rasanya aku pindah sekolah. Apapun yang kulakukan tidak pernah membuahkan hasil manis. Aku tidak seistimewa yang orang lain lihat.
"Hari ini rambut kamu di keriting ya, Te?" Pertanyaan tersebut pastilah ditunjukan untukku.
Ferosa Agnesia yang melontarkan kalimat tersebut padaku. Ia teman sebangku, ya hanya sekedar teman sebangku.
Mendengar Rosa memuji rambutku yang hari ini aku style berbeda, menjadikan pusat perhatian teman dekatku lain.
"Ihh Teduh, rambutmu bagus!"
"Kamu mengkeritingnya pake catok atau alami, Te?"
"Rambut Teduh lucu!"
Teduh? Benar, namaku Teduh Moera. Nama yang aneh menjadikan sasaran empuk bagi pembully.
Lontaran mereka membuatku terkekeh pelan. Banyak orang yang memandangku sebelah mata. Tetapi kehadiran mereka menyadarkanku bahwa dunia masih berpihak padaku.
Dibawah rinai kian membasahi aspal jalanan. Aku tidak memperdulikannya. Langkah kaki semakin pasti berjalan menuju arah jalan rumah. Aku begitu menyukai bayanganku berhenti pada jembatan penyebrangan ini. Alasannya klasik, aku dapat memandang matahari terbenam ketika tidak sempat berada di Pantai. Meski awan bertanda mendung, mentari masih sempat menampakan cahaya emasnya. Dan lagi, ia hadir menutupi cahaya mentari. Sosok hitamnya tidak dapat kulihat dengan jelas. Seluruh tubuhnya hitam bagai bayangan gelap.
Saat menangkap siapa lawan bicaraku. Nyaris bola mataku terlepas dari sarafnya, "kamu.."
Ia memberikan senyuman yang tak pernah ia tunjukan padaku. Ia seorang lelaki yang selama dua tahun terakhir mengacuhkan diriku.
"Kenapa Mbaknya? Apa pernah kita ketemu?"
Mataku kembali terbelalak. Seratus persen aku tidak menyangka, ia tidak mengenaliku. Kemana saja diriku selama dua tahun di kelas yang sama denganmu?
Perasaanku kian hancur. Ada sesuatu mengganjal di titik hatiku. Ah, Aku sangat bodoh.
Saat diriku melangkah di koridor perpustakaan, berniat untuk menyejukkan perasaan ini. Secara aku tidak menginginkannya, ia hadir kembali menghalangi jalan yang ingin aku masuki. Disebelah pintu perpustakaan ia begitu santai bersenderkan tubuhnya. Tak lama, seorang gadis keluar dari ruang perpustakaan itu. Gadis unik pemilik juara Olimpiade Biologi. Siapapun pasti mengenalinya, Maharani Ahlani.
Sekali lagi ia merobek hatiku. Dengan mudah ia mengandeng tangan gadis tersebut.
"Pasangan serasi bulan ini, Dion Fadly sama Maharani Ahlani."
Untuk ketiga kalinya mataku terbelalak. Informasi mengenai dirinya, aku pun tidak mengetahuinya.
Kau pantas untuk dicampakkan, Teduh!
Aku menyukai seseorang tapi aku tidak tahu apa-apa tentangnya ~ teduh :"