Loading...
Logo TinLit
Read Story - Angan di Atas Awan
MENU
About Us  

Sejam berlalu, namun gadis itu tak kunjung beranjak dari duduknya. Pandangan terpaku pada langit mendung, sedang kedua lengan menggenggam setumpuk kertas—entah berisi apa. Rambut blonde lurus tergerai indah, menyapu pundak mungil yang rapuh. Dirinya menghela napas sebentar, lantas berbalik menuju meja kerja di sudut ruangan.

 

Satu persatu lembar kertas dibuka, terlihat brosur cantik dari beberapa universitas ternama di kota, yang menjadi impian banyak temannya di sekolah dahulu. Namun, tak pernah sekalipun ia berpikir hal serupa.

 

~~

 

“Martabat keluarga, atau impian gila seorang remaja labil?”

 

Kedua mata mengerjap, kepalanya tertunduk. Tatapan tajam ayah membuat nyali menciut untuk sekadar menolak. Ibu bilang tidak ada pilihan lain, jika memang ia ingin membuat bangga marga yang tersemat pada nama besar keluarga.

 

Kebebasan, emansipasi, atau apalah itu. Benarkah seorang perempuan penurut sekalipun tidak berhak memperjuangkan hal tersebut?

 

“Ayah ...” Akhirnya sebuah keberanian muncul untuk menghela kemarahan sang ayah. Pria berjanggut tipis yang berada di pertengahan abad umur itu mengalihkan pandangan, menghiraukan tatapan sendu puterinya. “Ayah ....”

 

“Berhenti memanggilku. Aku tahu anak kecil sepertimu memang selalu membangkang.”

 

Ia tak kuat lagi. Masa depan adalah milik semua orang, bahkan dengan impian gila sekalipun. Kesempatan, tak ada yang mustahil jika berusaha.

 

“Mengapa engkau selalu memanggilku ‘anak kecil’? Aku berhak menentukan pilihanku sendiri, ini hidupku!”

 

PLAKK!

 

Tamparan keras mendarat tepat di sisi kanan pipinya, guratan merah menyembul menyisakan perih tak terhingga. Suasana berubah menegangkan, air mata jatuh membasahi lantai bersama raga yang tersungkur. Wanita paruh baya kemudian muncul dari dapur, membelai iba sang buah hati.

 

“Tidak bisakah, sedikit dirimu berbelas kasih pada Vanya? Selama ini dia tidak pernah mengecewakan kita, berikan dia kesempatan.”

 

Vanya terisak dalam pelukan ibunya, sedang ayah tetap tidak mau mengalah. Hening, hanya tangis yang memenuhi ruangan selama beberapa saat.

 

“Keputusan Ayah, tidak dapat diganggu gugat.”

 

~~

 

14 Februari, hari dimana manusia berpasangan mengumbar cinta maupun mengingat kenangan bersama kekasih. Gadis itu hanya termenung di dekat jendela, seperti biasanya. Namun kali ini, ia dengan mantap berdiri mendekap figura kecil dengan ukiran bunga lili. Dan tatapan mata, tidak lagi menerawang ke arah langit. Dua sosok tengah berjalan menuju pekarangan rumahnya, berbalut pakaian pengantin yang melekat dan senyum sumringah.

 

“Assalamu’alaikum, Vanya ....”

 

Vanya menyambut mereka di ambang pintu, menyembunyikan kemurungan yang sebelumnya melanda. “Aku turut berbahagia,” katanya seraya menjabat tangan perempuan bercadar putih, Riska—sang pengantin wanita.

 

“Terima kasih, apa kamu baik-baik saja?”

 

Vanya terdiam sebentar, dengan berat hati mengangguk demi memuaskan hati Riska dan juga suaminya, Adis--lelaki yang pernah dicintai Vanya.

 

“Aku baik, sehat wal afiat. Oh, ya. Jangan lupa bulan depan datang ke acara wisudaku, yah.”

 

“Vanya, maafkan aku. Aku tahu kau terluka,” ucap Adis perlahan, hampir tidak terdengar.

 

Tak ada balasan, tak ada suara. Gumaman kecil berhasil mencanggungkan pertemuan mereka bertiga. Kemudian, sayup-sayup terdengar seorang pria memekik di gerbang rumah Vanya.

 

“Ah, sepertinya kalian sudah ditunggu.” Vanya mengutas senyum tulus, “pergilah, aku sudah ikhlaskan semuanya.”

 

Akhirnya, hanya Vanya sendiri. Ikhlas, satu kata yang tanpa diperintah keluar dengan sendirinya, meski hati ragu. Tapi takdir tak dapat ditolak, kini ia harus menerima dengan lapang dada.

Tags: ffwc2

How do you feel about this chapter?

1 0 0 1 0 1
Submit A Comment
Comments (11)
Similar Tags
Perihal Hati
526      302     2     
Romance
Hati manusia siapa yang tahu, hati manusia siapa yang tak mau dijaga. Namun hati siapa juga yang mau tersakiti. Ini semua hanya permainan hati.
Pertimbangan Masa Depan
235      203     1     
Short Story
Sebuah keraguan dan perasaan bimbang anak remaja yang akan menuju awal kedewasaan. Sebuah dilema antara orang tua dan sebuah impian.
Secangkir Kopi dan Sajak Hujan
1885      1159     6     
Short Story
"Secangkir kopi dan gerimis merayakan kesepian. Berembunlah kaca jendela, kulihat kita bertahan di dingin air mata yang sama."
desire and waiting
363      244     2     
Short Story
Semilir angin menerpa wajah dan helaian rambutku ,,, Ku ukir senyuman yang amat sangat indah dan tulus,, Sambil membawa kotak berwarnag merah dan di hiasi pita berwarna merah muda,,,
Search My Couple
552      315     5     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.
The End of Love Story
651      412     0     
Short Story
aku mencintaimu... sangat mencintai dirimu... tapi,
Emily
648      394     5     
Short Story
... aku mencintainya.
BUMI TANPA MENTARI
552      350     3     
Short Story
Bumi menanti Mentari kembali. Dia berjanji takkan membiarkan gadis itu berjuang sendiri lagi.
Syal Hampa
555      330     1     
Short Story
Tidak semua rencana sesuai dengan ekspektasi kita. Begitu pun rencana Hana.
Tenggelam
393      287     2     
Short Story
Percayakah kalian dengan seorang babu yang jatuh cinta pada majikannya? Cinta seorang babu itu tabu. Menggebu-gebu sampai akhirnya menjadi belenggu. Belenggu itu berwujud abu. Abu yang akan hilang bersama kelabu. Bagaimana perasaan cinta si babu? Entahlah, mungkin akan berdebu.