Perpisahan adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, tetapi itulah yang dirasakan oleh Lala setelah sekian lama. Berpisah dari kekasih yang sangat dia sayangi untuk selamanya. Kejadian 3 tahun yang lalu, dimana terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa kekasihnya dan juga membuat Lala meninggalkan kota tempat terjadinya kecelakaan itu dan memutuskan untuk tinggal di desa bersama neneknya. Sudah lama Lala tinggal di desa ini, tetapi kenangan pahit itu masih terekam jelas dalam ingatannya. Kegiatannya hanya membantu neneknya dan melamun di pematang sawah yang sejuk dan asri berbeda dengan di kota yang udaranya sudah tidak bersih lagi. Hobinya yang suka menulis dituangkannya selama dia sedang duduk di pematang sawah, malah hampir semua tulisannya yang berupa cerpen dan puisi dimuat di berbagai majalah. Cerpen atau puisi yang selesai dia tulis dikirim lewat ayahnya yang datang setiap hari Sabtu dan honorpun diberikan ayahnya setelah mengambilnya terlebih dahulu di tabungan. Memang honor yang diberikan majalah langsung ditransfer ke rekening tabungannya, karena setiap mengirim cerpen atau puisi di dalam biodata dia tidak lupa mencantumkan rekening tabungannya, agar pihak majalah tidak repot. Dari honor tersebut Lala berikan kepada orang tuanya, neneknya dan sisanya tetap berada di tabungan untuk masa depan buat jaga-jaga kalau dia tidak menulis lagi suatu saat, walaupun kalau boleh jujur Lala tidak bisa lepas dalam bidang jurnalistik, yang sejujurnya sangat disayangkan bangku kuliah kejurnalistikkan yang dia jalankan dulu kini ditinggalkannya untuk selamanya padahal dari kecil cita-citanya kalau tidak menjadi penulis dia pengen menjadi wartawan atau reporter. Cerpen dan puisi yang dia tulis tanpa dia sadari mengenai kesedihan dan kepedihan atau istilahnya sad ending padahal selama ini setiap orang selalu menginginkan akhir sebuah cerita yang happy ending, tetapi anehnya cerpen dan puisinya selalu dimuat, mungkin ide ceritanya yang berbeda dari yang lain.
Sepuluh tahun telah berlalu, tetapi sedikitpun tidak merubah kehidupan Lala, dia masih sendiri. Setelah neneknya meninggal, dia memutuskan untuk kembali ke kota yang meninggalkan kenangan pahit, meskipun awalnya berat tetapi hidup harus tetap dia jalani, malah anehnya selama kembali ke kota ini dia mendapat ide-ide yang lebih segar dan fresh sehingga karya-karyanya makin dikenal orang. Beribu-ribu surat dari penggemar dia terima dan rata-rata mereka senang dengan karyanya dan pertanyaan yang selalu ditanyakan disurat apakah dia sudah menikah atau belum. Kalau dipikir-pikir di usia tigapuluh tahun ini, seharusnya dirinya sudah menikah, orang tuanya sendiri selalu menyuruhnya menikah, karena kakak-kakaknya semua sudah menikah tinggal dia sendiri yang belum, bagaimana mau menikah seorang pacarpun dia tidak punya karena hari-harinya dihabiskannya di depan komputer dalam kamarnya, bahkan sudah lama dia tidak pernah ke mal, restoran dan tempat-tempat hiburan lainnya, yang dulu sering dia datangi bersama kekasihnya. Dulu Lala adalah seorang gadis yang selalu ceria dan penuh dengan senyum, malah teman-teman kuliahnya menjulukinya miss smile dan kini dia berubah menjadi gadis pemurung walaupun begitu dia tetap ingin membahagiakan orang lain lewat karya-karyanya. Dia bingin orang-orang mengenal karya-karyanya sampai kapanpun. Dan biarlah kenangan pahit itu dia simpan selamanya bersama dengan banyaknya karya yang dia hasilkan.