Read More >>"> Rain, Coffee, and You
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rain, Coffee, and You
MENU
About Us  

Tidak seorang pun dapat mengira apa yang dirasakan Karina Juniar di balik senyum perih yang terulas di bibirnya. Tangannya bergerak merapatkan mantel merah bekas ibunya dulu, berharap kehangatan memeluk tubuhnya meskipun hatinya terasa kosong dan terluka. Gadis berpenampilan sederhana dengan rambut terurai sepunggung itu berjalan menyusuri aspal basah yang baru saja reda terguyur hujan selama satu jam lalu. Otaknya tak henti berbicara sendiri sejak ia melangkahkan kaki keluar dari gedung kuliahnya.

 

“Kakak sih enak, sudah dewasa, bebas mau melakukan apa saja.”

Ia ingat perkataan adiknya—Serly Juniar—beberapa waktu lalu, saat Serly dilarang pergi malam oleh Ayahnya. Mungkin semasa ia masih berusia 10 tahun, ia juga pernah mengatakan hal yang sama: bahwa menjadi dewasa berarti kebebasan.

Tidak salah dengan perkataan anak itu. Karina bahkan bisa merasakan dengan nyata kebebasan yang ia dapat sejak ia berusia 20 tahun; bebas keluar rumah hingga malam; bebas menentukan ingin makan apa?, kuliah jurusan apa?, tinggal dimana?; bebas diberikan uang, mengelolanya sendiri, lalu menentukan bagaimana cara bertahan hidup di akhir bulan; bebas merasakan jatuh cinta dengan siapa saja, lalu belajar memahami rasanya bertepuk sebelah tangan; dan lain sebagainya. Akan tetapi, alih-alih merasa bahagia karena bebas, ia justru merasa dikenalkan pada tanggung jawab sebagai konsekuensi dari kebebasan.

Sesuatu yang awalnya tidak pernah kita ketahui, beranjak dewasa semua itu akan terungkap satu-persatu. Di satu sisi, itu membuatnya senang karena merasa dipercaya, tapi juga menjadi beban, karena itu bukan dongeng semata yang dulu ibunya ceritakan sebelum tidur. Itu adalah kenyataan. Sebuah masalah. Dan kau diminta untuk mengetahuinya. Entah hanya menjadi pendengar setia atau harus memberikan solusi bagi penceritanya.

Satu masalah baru ia terima sore ini. Melalui sambungan telepon, ayahnya memberi sebuah kabar bahwa ia termasuk karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di kantornya. Jelas sekali terdengar dari nada suara ayahnya sebuah rasa ketidakberdayaan, apalagi mengingat bahwa ia dan Serly masih butuh banyak uang untuk sekolah.

Oh Serly, tiba-tiba ia merindukan bocah itu sebagai satu-satunya teman bermain yang bisa membuatnya sejenak lupa akan masalahnya.

Bagi Karina, hal yang paling menyedihkan ketika beranjak dewasa adalah saat kau melihat orang yang kau sayang merasa sedih sementara kau tidak bisa membantu apa-apa dan menjadi pendengar setia saja pun tidak cukup. Meskipun mereka menyatakan ini baik-baik saja, kenyataannya tidak. Masalah mereka adalah masalahmu juga, karena kau sudah dewasa untuk memikirkannya.

 

Di perjalanannya, Karina memutuskan untuk menunda pulang ke rumah saat ini. Kemungkinan besar ayah dan ibunya akan bertengkar (lagi), dan ia tidak yakin akan siap mendengarkan keduanya. Setiap hari ia sudah mendengarkan ayah-ibunya berkeluh kesah, sedangkan ia sendiri tak memiliki tempat untuk bercerita. Semua menumpuk dan terasa melelahkan. Hal itulah yang tanpa sadar menuntunnya ke sebuah kedai kopi langganannya. Aku butuh kafein itu sebagai doping, pikirnya.

Dering ponsel mengalihkan aktivitasnya memperhatikan daun-daun basah di luar jendela kaca. Karina sedikit waspada mendapat panggilan, takut-takut kabar buruk lagi yang ia terima.

“Halo, Kar.”

Tetapi gadis itu bernapas lega setelah mengenali suara yang familiar. Itu Rayyan, seorang teman yang ia kenal sejak berusia 14 tahun. Hanya teman profesional yang kebetulan bertemu lagi di perkuliahan, tidak lebih.

“Karina..” panggilnya lagi dengan lembut karena gadis itu tak meresponnya.

“Ya, Ray.”

“Kau dimana?”

“Aku sedang minum kopi. Ada apa?”

“Aku butuh tanda tanganmu untuk proposal revisi—“

“Minta saja ke Laras ya,” sela Karina, bermaksud mendelegasikan ke wakilnya.

“—karena rencananya akan aku berikan ke PT itu lagi besok pagi, jadi—“

Seakan tidak peduli, Rayyan meneruskan kalimatnya. Begitu pun Karina yang terus menyela. Keduanya menjadi nyaris bertabrakan suara di sambungan telepon.

“Aku mengundurkan diri dari posisi ketua, Ray.” Sahutan kali ini membuat Rayyan diam sejenak.

“Ck, sial. Tunggu di sana. Jangan coba-coba pergi sebelum aku datang,” perintahnya sebelum mematikan sambungan telepon.

Alih-alih takut dengan gertakan Rayyan, Karina justru tersenyum dan kembali memandangi bekas hujan di luar jendela. Ruangan yang remang dengan lantunan lembut musik instrumen membuatnya menikmati waktu dengan tenang di sudut ruangan.

Tidak butuh waktu lama untuk Rayyan tiba di kedai kopi itu. Ia sudah sangat hafal kebiasaan Karina yang senang menyendiri di sana pada saat-saat tertentu. Biasanya ketika ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Namun, akhir-akhir ini Karina tidak pernah lagi berdiam diri di tempat itu, maka wajar saja jika ia merasa aneh. Terlebih dengan keputusan sepihak yang Karina buat dengan tiba-tiba itu. Rayyan tidak bisa menerka separah apa masalah yang mengganggu pikiran gadis itu kali ini.

“Hai, Kar!”

Laki-laki dengan mantel panjang berwarna hitam itu datang menghampiri Karina. Ia tersenyum sumringah dan duduk di seberang kursinya, lantas memperhatikan gadis itu yang menyambutnya dengan hidung memerah, wajah agak pucat dan kantung mata hitam. Rayyan berusaha menyembunyikan perasaan buruknya.

Tidak apa. Dia baik-baik saja. Dia hanya baru tiba dari luar. Wajar saja, kan? 

Dugaannya didukung pula dengan kenyataan bahwa belum ada satu pun hidangan di atas meja. Mantel merah dan scarf hitam tipisnya juga belum ia lepas. Namun dugaannya meleset ketika tangannya tak sengaja bersentuhan dengan tangan Karina saat hendak memberikan proposal untuk ditandatangani oleh Karina. Sontak Rayyan menatapnya, terkejut karena suhu panas yang ia rasakan.

“Kau sedang sakit, Kar?” tanyanya.

Ada jeda sebelum Karina menjawabnya. “Sedikit,” katanya, lalu terputus karena kedatangan pelayan untuk mengantarkan secangkir kopi. Tanpa disangka, Rayyan mengambil alih cangkir itu lalu memesan jeruk panas.

Karina mengerutkan keningnya. “Berikan kopiku!” paksanya.

“Kau demam, tidak baik kalau minum kopi. Tunggu saja jeruk panasmu datang,” sahut Rayyan lantas mencicip kopi yang masih mengepul itu dengan tampang masa bodoh. Karina membuang napasnya kasar, kembali memandang ke luar jendela, sedangkan Rayyan hanya terkekeh melihatnya.

“Kenapa kau bisa sakit?” tanyanya dengan nada seperti menyalahkan. “Bukankah sudah ku bilang kau tidak boleh penyakitan?”

Gadis itu kembali memandang Rayyan cukup lama, namun masih menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tidak pernah mengharapkan laki-laki itu untuk datang dan menanyakan keadaannya. Selama ini ia selalu sendiri menampung emosinya, beban pikiran keluarganya, tugas-tugas kuliah dan organisasinya. Ia terbiasa sendiri. Tetapi sekarang, yang baru saja terjadi adalah seseorang lain yang menanyakan hidupnya secara personal, meskipun perhatiannya masih berbalut kalimat sarkastik.

“Hei, memangnya aku lukisan di museum yang terus kau pandangi sambil diam seperti itu?” tegurannya membuat Karina terkekeh.  

“Aku sedang memikirkan sesuatu..”

“Kau terlihat stres. Is there something that cross your mind?”

Karina menghela napas sebelum menjawab, “Of course. There are a lot of things in my mind, and it’s okay because we’re human.”

Rayyan memicingkan matanya. “I know you’re not.”

Karina kembali menutup mulutnya rapat-rapat. Hatinya terasa menghangat seketika, matanya memanas menahan haru. Ingin rasanya ia melompat ke pelukan laki-laki itu dan menumpahkan semua yang ia tahan sendiri selama ini. Tetapi sebisa mungkin ia menahannya agar tak terpancing dengan Rayyan, karena ia tahu, sekali saja ia meloloskan apa yang menjadi beban pikirannya maka ia akan menangis. Itu bukanlah hal yang ingin ia tunjukkan pada Rayyan.

“Do you want to tell?”

Karina menggeleng.

“Kar, I have something to tell to you.” Raut wajah Rayyan berubah agak serius. Ia memajukan tubuhnya ke depan.

“What is it?”

“Just because someone else is having a hard time, it doesn’t mean your own hard time is not as difficult and tiring. So whenever you’re having a hard time, always tell other people 'I’m having a hard time’ and ‘please look after me and comfort me’. It’s okay.”

Kali ini Karina merespon dengan senyum. Ia teringat pesan ibunya dulu; jangan berharap banyak pada manusia atau kau akan jatuh ketika apa yang kau dapat tidak sesuai ekspektasimu. Melainkan, jagalah harapan itu sekecil mungkin, sehingga ketika ia menjadi kenyataan, rasa berharga akan muncul lebih dari apa yang kau harapkan.

Entahlah, Karina merasa pesan itu tepat sekali saat ini. Jujur saja, kalimat yang diucapkan Rayyan itu pun rasanya sudah sangat cukup membuatnya nyaman. Padahal ia belum bercerita apapun.

“Mungkin nanti, Ray. Aku belum menyusun kata-kata.”

“Baiklah. Aku tidak memaksa kok. Aku hanya mengingatkan bahwa aku tidak akan bertanya dua kali. Tapi, kapanpun kau ingin bercerita, just tell me and I’ll be there” Rayyan tertawa sendiri mendengar kalimat penutupnya yang menggelikan.

Karina mengangguk mengerti. Tujuh tahun sudah cukup membuat mereka paham gaya bercerita masing-masing. Mungkin Rayyan bisa meledak-ledak saat mengalami masalah, tetapi Karina tidak. Ia hanya akan menahannya sendiri hingga tiba waktu yang tepat untuknya bercerita, dan Rayyan mengerti itu.

Pelayan datang membawakan jeruk panas pesanan Rayyan yang langsung ia sodorkan ke hadapan Karina. “Minumlah, habiskan. Kau harus sembuh sebelum aku berangkat nanti.”

Karina nyaris tersedak tegukan pertamanya. “Berangkat? Kemana??”

“Berlin. Study exchange-ku akan dimulai minggu depan. Kau tidak lupa bukan program kelas internasionalku?”

Runtuh! Kehangatan yang sedetik lalu ia rasakan seketika lenyap. Kenapa hidup sebegitu lucu membolak-balikan perasaannya?

Ia ingat Rayyan mengambil program kelas internasional yang mana ia akan mengikuti pertukaran pelajar selama 1 tahun di tahun keempatnya berkuliah. Hatinya teremas perih membayangkan kesendirian yang akan ia alami setahun ke depan. Ia tahu Rayyan tidak akan datang tiba-tiba di depannya, bahkan seandainya ia benar-benar mengatakan 'please look after me and comfort me'  seperti yang ia ajarkan. Ya, setidaknya untuk setahun ke depan. Itu.. Waktu yang singkat, kan? 

Melihat perubahan raut wajah Karina, tiba-tiba Rayyan meraih kedua tangannya tanpa malu-malu. “Maaf aku baru cerita sekarang. Aku sibuk mengurus berkas dan memastikan tanggal keberangkatan. Aku ingin memberitahumu sebagai kejutan ketika semuanya sudah ditetapkan,” ucapnya dengan senyum sumringah.

“Wah..” Karina merespon. “Luar biasa.” Perlahan ia tersenyum kembali. “Semangat Rayyan, kau memang temanku yang paling keren!” pujinya. Rayyan tertawa senang.

“Syukurlah. Nah, maka dari itu kau harus sembuh sekarang. Aku ingin melihatmu dalam kondisi terbaik saat aku berangkat hingga saat aku pulang. Tunggulah di sini, aku akan kembali dengan lebih mapan nanti.”

Karina tertawa kaku mendengar janji itu. “Jangan pikirkan macam-macam. Belajar saja dengan benar,” pesannya.

“Kau seperti orang tuaku saja,” ejek Rayyan lalu melepas genggaman tangan yang terpaut. 

Saat itulah Karina merasakan kekosongan berkali-kali lipat. Segera ia menangkup mug jeruk panasnya, berharap bisa mencegah kehangatan yang kian memudar. Sementara Rayyan mengamati gadis itu meneguk kembali minumannya hingga sebagian wajahnya terhalang bibir mug.

“Oh ya, tanda tangannya!” Rayyan menyodorkan satu jilid proposal. “Aku sudah datang ke sini, jangan suruh aku ke Laras lagi,” pintanya dengan wajah memelas membuat Karina menahan sendi lehernya untuk tidak menggeleng. Ia menandatangani proposal itu.

“Nice! Kau tidak boleh melarikan diri, Kar. Semangat!”

 

---

Kita tidak pernah tahu, ketika kita melewati kesulitan dan merasa berdiri sendiri dengan semua beban tertumpuk di pundak, ternyata masih ada seseorang di luar sana yang bersedia menemanimu, mendengarkan semua ceritamu, dan siap berbagi agar beban itu tak terasa berat kau pikul sendiri. Semua terasa menyenangkan jika kita tahu. Tetapi, jauh lebih berharga ketika kita tidak pernah berharap namun seseorang itu datang tanpa diminta.

-Everybody has their own time zone. Just be patient and wait for your own time zone.-

See you one year later, Ray.

Karina, 17/07/17.

How do you feel about this chapter?

0 3 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
the invisible prince
1513      809     7     
Short Story
menjadi manusia memang hal yang paling didambakan bagi setiap makhluk . Itupun yang aku rasakan, sama seperti manusia serigala yang dapat berevolusi menjadi warewolf, vampir yang tiba-tiba bisa hidup dengan manusia, dan baru-baru ini masih hangat dibicarakan adalah manusia harimau .Lalu apa lagi ? adakah makhluk lain selain mereka ? Lantas aku ini disebut apa ?
The World Between Us
1945      867     0     
Romance
Raka Nuraga cowok nakal yang hidupnya terganggu dengan kedatangan Sabrina seseorang wanita yang jauh berbeda dengannya. Ibarat mereka hidup di dua dunia yang berbeda. "Tapi ka, dunia kita beda gue takut lo gak bisa beradaptasi sama dunia gue" "gue bakal usaha adaptasi!, berubah! biar bisa masuk kedunia lo." "Emang lo bisa ?" "Kan lo bilang gaada yang gabis...
Ken'ichirou & Sisca
9056      2315     0     
Mystery
Ken'ichirou Aizawa seorang polisi dengan keahlian dan analisanya bertemu dengan Fransisca Maria Stephanie Helena, yang berasal dari Indonesia ketika pertama kali berada di sebuah kafe. Mereka harus bersatu melawan ancaman dari luar. Bersama dengan pihak yang terkait. Mereka memiliki perbedaan kewarganegaraan yang bertemu satu sama lain. Mampukah mereka bertemu kembali ?
DELUSI
503      350     0     
Short Story
Seseorang yang dipertemukan karena sebuah kebetulan. Kebetulan yang tak masuk akal. Membiarkan perasaan itu tumbuh dan ternyata kenyataan sungguh pahit untuk dirasakan.
The Boy
1621      603     3     
Romance
Fikri datang sebagai mahasiswa ke perguruan tinggi ternama. Mendapatkan beasiswa yang tiba-tiba saja dari pihak PTS tersebut. Merasa curiga tapi di lain sisi, PTS itu adalah tempat dimana ia bisa menemukan seseorang yang menghadirkan dirinya. Seorang ayah yang begitu jauh bagai bintang di langit.
Penantian
2180      1117     16     
Romance
Asa. Jika hanya sekali saja, maka...
Redup.
417      252     0     
Romance
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja, sebuah kehilangan cukup untuk membuat kita sadar untuk tidak menyia-nyiakan si kesayangan.
Renjana: Part of the Love Series
202      165     0     
Romance
Walau kamu tak seindah senja yang selalu kutunggu, dan tidak juga seindah matahari terbit yang selalu ku damba. Namun hangatnya percakapan singkat yang kamu buat begitu menyenangkan bila kuingat. Kini, tak perlu kamu mengetuk pintu untuk masuk dan menjadi bagian dari hidupku. Karena menit demi menit yang aku lewati ada kamu dalam kedua retinaku.
Mengejar Cinta Amanda
1243      863     0     
Romance
Amanda, gadis yang masih bersekolah di SMA Garuda yang merupakan anak dari seorang ayah yang berprofesi sebagai karyawan pabrik dan mempunyai ibu yang merupakan seorang penjual asinan buah. Semasa bersekolah memang kerap dibully oleh teman-teman yang tidak menyukai dirinya. Namun, Amanda mempunyai sahabat yang selalu membela dirinya yang bernama Lina. Selang beberapa lama, lalu kedatangan seora...
Marry Me
419      291     1     
Short Story
Sembilan tahun Cecil mencintai Prasta dalam diam. Bagaikan mimpi, hari ini Prasta berlutut di hadapannya untuk melamar ….