“Senyum itu, bahu itu, suara itu, lagi-lagi masuk ke kepalaku tanpa izin, aku tidak dapat menolaknya” ucap seorang wanita paruh baya sambil tersenyum dan memejamkan mata
--Flashback—
(Di museum lukisan, pukul 01.00)
“satu, dua, tiga” ucap seorang laki-laki muda tampan bertubuh tinggi bernama Aldy, yang sedang mengambil gambar seorang wanita cantik berkulit putih bernama Adel. Hampir seluruh orang yang ada di museum memperhatikan mereka.
“ Coba lihat hasilnya” ucap Adel menghampiri Aldy.
“Ihh bagus banget! Akunya jadi cantik hahaha sini Al aku fotoin kamu sekarang, perasaan kamu susah banget di fotonya” ucap Adel senang melihat hasil foto yang diambil oleh Aldy, namun Aldy menolak.
“gamau, aku terlalu tampan untuk di foto” ucap Aldy yang langsung membalikkan badan dan mengambil foto lukisan-lukisan di sekitar. Di sisi lain, Adel mengerucutkan bibirnya namun tidak lama ia kembali ceria dan mendorong Aldy perlahan dari belakang, dibalas dengan rangkulan Aldy di bahu Adel dimana Adel hanya setinggi bahu Aldy.
“kok kamu ngeselin ya? Eh aku laper Al, mau makan dulu gak sebelum pulang?” ucap Adel, bersama menuju pintu keluar museum.
“makan dirumahku aja ya, mama masak ayam goreng.” Jawab Aldy merespon ucapan Adel sambil mengarahkan wajah ke Adel
“yukkkk” jawab Adel semangat memeluk Aldy dari samping.
.
.
Sesampainya di rumah Aldy, Adel yang baru saja keluar dari mobil langsung disambut oleh Alya satu-satunya adik yang dimiliki oleh Aldy yang masih duduk di kelas 2 SD.
“kak Adel!!” teriak Alya berlari dari pintu rumah dan langsung memeluk Adel dengan riang seakan Adel lah yang ia tunggu.
“kayak gak ketemu 1 tahun ya si Alya sama si Adel” ucap Aldy menggelengkan kepala melihat adik perempuannya yang begitu ceria bertemu Adel. Kemudian disambut juga dengan ibunda Aldy bernama Ibu Lidya dari dalam rumah.
“eeh berat Alya kak Adelnya, ngegantung begitu ih Alya, ayo masuk del” ucap bu Lidya dari pintu rumah dan melemparkan senyuman.
kedekatan Adel dengan keluarga Aldy membuat rumah semakin nyaman dan tak canggung. Merasa sudah menjadi bagian dari keluarga Aldy membuat Adel merasakan juga kenyamanan entah nyaman selalu dekat dengan Aldy atau memang dari sisi berbeda karena kenyamanan dari keluarga kecil lengkap yang tak lagi dirasakan oleh Adel. Adel hanya tinggal oleh adik dari ayahnya, karena Adel telah ditinggalkan sosok ayah yang sangat ia sayangi sejak ia lulus kuliah.
“Ayo langsung ke meja makan saja ya mama masak ayam goreng sama sambal terasi nih, papa hari ini tidak pulang, ada dinas di Surabaya dihabiskan saja makanannya ya” ucap ibu Lidya pada semuanya sambil membuka tudung saji di meja makan.
Semuanya merapat ke meja makan untuk menyantap masakan dari ibu Lidya dengan tenang namun tidak terkesan canggung. Detik demi detik berlalu keluarga kecil Aldy ditambah seorang gadis ceria bernama Adel menikmati makan siang mereka, namun tiba-tiba saja Adel mendapatkan handphonenya berdering. Ia pun langsung menggeser tombol jawab tanpa melihat nomor siapa yang meneleponnya.
“Adel” ucap seseorang dari handphone.
“Ibu?” Tanya Adel pada seseorang yang meneleponnya. Setelah menerima telepon itu Adel yang sebelumnya terlihat ceria tiba-tiba saja terlihat dari wajahnya kesedihan yang cukup mendalam, dan ia langsung menutup teleponnya. Melihat hal itu, Aldy tidak lagi bertanya-tanya apa yang terjadi dengan kekasihnya, ia langsung memegang tangan kiri Adel dan berbisik “mau aku antar pulang?” , dibalas dengan anggukan Adel dengan tatapan kosongnya entah sakit apa yang ia rasakan, rasanya seprti sebuah kekosongan yang telah lama dan di isi dengan sesuatu yang tajam dan menyakitkan.
“ma, aku antar Adel pulang dulu ya, ada urusan keluarga dia tadi di telepon disuruh pulang” ucap Aldy pada ibundanya, disambung dengan Adel yang bangun dari duduknya dan menghampiri ibu Lidya “ma, maaf ya aku memotong makan siang nya” ucap Adel sambil memeluk ibu Lidya “A-ada apa nak? Kenapa sampai segininya? Iya tidak apa-apa kalau memang ada acara keluarga, dahulukan lah keluargamu ya, kita kan sering kayak gini” ucap ibu Lidya membalas pelukan Adel dan mengusap kepalanya, ibu Lidya merasa bingung dengan sikap Adel yang tiba-tiba saja menyedihkan suasana, banyak hal-hal yang ingin Adel katakana namun entah mengapa rasanya sesak dan tidak dapat dikeluarkan.
Adel berdiri dan menatap Aldy dengan penuh kesedihan yang sangat mendalam, Aldy pun ikut bingung dibuatnya dan langsung menggandeng tangan Adel untuk mengajak Adel pulang ke rumah, perasaan Aldy bagaikan tercampur aduk dengan sikap Adel yang berubah drastis tanpa tau apa sebabnya. Adel terus diam tak mengucapkan sepatah kata pun.
“kak Adel, kok cepet banget? Wajah kakak juga gak ceria kayak biasanya, kak Adel marah ya sama Alya?” ucap Alya tiba-tiba menghampiri Adel dan mmegang tangan Adel seakan menahan Adel untuk pulang.
“ahh Alya kakak ada urusan keluarga sebentar, nanti kita main lagi. Nggak kok mana mungkin sih kakak marah sama anak baik kayak kamu, kakak cuma sedih nih gak di cium Alya sebelum pulang” ucap Adel pada Alya sambil merendahkan tubuhnya agar setara dengan Alya dan berusaha mengembalikan keceriannya. Alya pun mencium pipi Adel sambil memeluknya. Tidak terasa Adel merasakan air yang keluar dari ujung matanya, mengalir perlahan di pipinya, Adelpun menyadari dan langsung menghapus air matanya kemudian kembali berdiri.
“yaudah Alya kakak pulang dulu ya, kakak udah ngga sedih kok niiihh” ucap Adel sambil menunjukkan giginya seakan ia benar-benar sudah tidak sedih.
Setelah semuanya sudah menenang Aldy pun mengantar Alya pulang menggunakan mobilnya, di perjalanan cukup sunyi dan canggung.
“Del, Aku cemas sekali kamu seperti ini, ada apa? Bilang sama aku, diam bukan berarti kamu dapat menyembunyikan segalanya, karena diam kamu menandakan adanya sesuatu” ucap Aldy halus memecahkan suasana hening di dalam mobil.
“hmm Al, aku mau kita jangan ke rumah tanteku dulu ya, aku mau sama kamu yang lamaa banget hari ini” jawab Adel yang membuat Aldy semakin bingung bercampur cemas dengan kata-kata yang baru saja kekasihnya sampaikan seakan ingin pergi meninggalkan.
Terasa sekali sesak yang semakin menjadi di dalam dada Adel, entah apa yang harus dikatakan pada kekasihnya sejak ia duduk di bangku SMA, bahwa kedatangan ibunya membawakan seseorang sebagai janji Adel yang akan menuruti apapun asalkan dapat kembali bertemu dengan sosok ibu. Namun apa daya Adel yang ingin sekali melihat wajah ibundanya sejak ia lulus SMA hingga sekarang yang sudah berumur 25 tahun. Terus terngiang di benak Adel kata-kata ibunya “Adel, ibu pergi karena ayahmu tidak lagi satu pendapat dengan ibu untuk menjodohkan kamu, dan banyak hal. Ibu akan kembali jika suatu saat nanti kamu ingin bertemu ibu, tapi ingat ibu tidak akan datang sendiri, ibu akan membawakan jodohmu, namun jika sampai kamu berumur 25 tahun kamu belum juga memberikan keputusan, ibu akan datang dengan paksa atau kamu tidak akan pernah mendapatkan restu ibu”. Sejak itu Adel menjadi anak yang murung, hanya Aldy lah yang dapat kembali membangkitkan Adel hingga saat ini.
“Memang ada apa? Tidak biasanya kamu begini, terakhir kali aku liat kamu sedih begini tuh SMA, itupun kamu juga gak pernah mau cerita kenapa, kamu mau sampai kapan begini sama aku del? Tidak terbuka, aku kan mau nanti calon istriku ini terbuka sama suaminya hehe” ucap Aldy berusaha memecahkan ketegangan suasana.
Mendengar kata “istri” dari kekasih tercintanya membuat hati Adel terasa ditusuk begitu dalam, memikirkan mimpinya selama ini bersama Aldy membuatnya semakin tidak dapat lagi membendung air mata. Adel pun menangis, menangis begitu keras seakan melepaskan segala beban pikirian yang terus mengganggu di kepalanya, melihat hal itu Aldy memberhentikan mobilnya di pinggir jalan dan tanpa pikir panjang, Aldy melepaskan sabuk pengaman miliknya lalu memeluk Adel sebisa mungkin ia mendekap kekasihnya dan tak henti menghapuskan air mata yang mengalir di pipi perempuan yang selalu ia jaga selama ia mampu.
“Adel, hey aku ada salah bicara apa? Aku minta maaf aku minta maaf, aku mohon jangan seperti ini” ucap Aldy di telinga Adel, tangisan Adel pun semakin menjadi-jadi dan Adel membalas pelukan Aldy hingga isakan tangisnya pun mulai mereda Aldy pun semakim bingung ada apa dengan kekasihnya? Apakah dia berbuat salah yang fatal?
“Al, aku ingin meminta maaf sama kamu, maaf yang sangat besar, aku butuh itu dari kamu. Yaampun rasanya aku gak sanggup Al” ucap Adel di sela isak tangisnya yang masih dalam pelukan Aldy.
“minta maaf untuk apa? Tolong jangan membuat aku semakin gila Adel dengan sikap dan ucapan-ucapan kamu ini” ucap Aldy sambil melepaskan pelukannya dan menaruh kedua tangannya di pipi Adel, menatapnya dengan dalam seakan memberikan Adel pengertian bahwa kesedihan bukan hanya Adel yang merasakan namun Aldypun ikut sedih dengan sikap Adel yang seperti ini.
“Al selama ini aku menutupi sesuatu dari kamu, aku sama kamu sampai saat ini adalah permintaan aku pada ibuku untuk diberikan kesempatan untuk mencintai kamu, meluapkan rasa sayang aku ke kamu, merasakan kasih sayang kamu, sampai di umur 25 tahun ini, aku dijodohin Al, terlalu rumit sampai aku benar-benar gabisa keluar dari permainan ibu aku sendiri, aku tutupin dari kamu karena aku gak sanggup, aku gak sanggup keluar dari zona nyaman aku sama kamu” jelas Adel dengan nada cukup keras seakan ia mengeluarkan semuanya, semua yang telah ia tutupi selama ini, dengan berat hati dan lukanya hati Adel mengatakan semuanya pada Aldy dan kembali menangis. Namun kali ini Aldy hanya mematung tak melakukan apapun, diam, hanya diam yang Aldy lakukan. Betapa sesak hati seorang laki-laki yang mencintai, menyayangi, serta melindungi kekasihnya bertahun-tahun lamanya mendengar penjelasan yang tidak pernah terlintas sedikitpun di benaknya. Aldy kembali pada posisinya mengemudi mobil.
“Al? kamu marah kan? Ini lah sebabnya aku menutupi itu semua, aku gak sanggup merasakan ini Al tapi semua terjadi, semua hancur, aku mohon besar maafmu untukku itu yang aku butuhkan” ucap Adel di tengah isakannya,
“del, sakit memang rasanya pahit sekali menerima kenyataan itu, tapi dengan menjaga kamu sampai detik ini, aku merasa cukup bahagia walaupun nantinya yang aku jaga selama ini bukan lagi milikku” ucap Aldy yang mulai membendung air mata di ujung matanya namun tetap tertahan.
“Al, aku minta maaf aku gamau lepas dari kamu Al bawa aku pergi aja” ucap Adel memegang erat tangan Aldy
“Orang tuaku tidak pernah mengajarkan aku membawa pergi apa yang bukan milikku del” ucap Aldy tersenyum pada Adel dan memegang kedua bahu Adel
Adel kembali mengeluarkan tangisannya dan Aldy pun memeluknya sekali lagi, menghapus air matanya dan mencium keningnya.
“aku cinta kamu Adelia Dindhani”
-Flashback end-
Dari kejauhan seorang wanita paruh baya memandangi sosok pria paruh baya dengan tubuh yang masih gagah
“Aldy umur kita sekarang sudah genap 40 tahun, melihatmu lagi namun dengan jarak yang jauh, di tempat ini dibawah sorotan lampu diatas lukisan-lukisan abstrak. Masih sama dengan yang dulu kau selalu melindungi wanita yang ada disisimu. Kenapa kau bawa ke tempat kau mengambil fotoku dulu. masihkah ada aku dipikiranmu? Izinkan aku mengambil fotomu disini untuk terakhir kalinya ” ucap wanita paruh baya bernama Adelia Dhindani
*cekrek* (Suara kamera)