Lelaki itu mungkin pecandu senja. Setiap senja dia pasti datang. Di tengah taman kota. Ia selalu datang sendiri. Ia selalu membawa buku dan pensil. Terkadang juga membawa sketchbook.. Mungkin untuk menulis sesuatu atau melukis.
Hari ini ia habiskan waktu di taman kota dengan menulis sajak sambil menikmati kilau senja di atas langit Kota Yogyakarta. Sesekali ia memandangi kanan kiri sekitarnya. Ia menikmati senja sembari melihat burung-burung terbang pulang kembali ke sarang, menikmati sejuknya semilir angin yang berembus, dan melihat kendaraan berlalu-lalang untuk pulang.
Ketika hari mulai gelap, lelaki itu meninggalkan bangku dan bergegas pulang. Langit senja yang indah berubah menjadi mendung gelap dan gerimis mulai turun. Ia lantas mengeluarkan payungnya dan berjalan keluar taman.
Langkahnya terhenti saat ia melihat seorang gadis yang menunggu bis lewat. Tetapi bis belum juga lewat sedangkan gerimis sudah mulai menderas. Karena merasa iba, perlahan ia mendekatinya.
Merasa didekati, gadis itu lantas menoleh ke arahnya. Lelaki itu lantas menghentikan langkahnya. Ternyata gadis itu sangat cantik. Paras yang menawan dengan kulit kuning langsat, membuat dirinya tersipu untuk mendekat.
‘‘Ada apa mas, kok mendekati saya? Jangan-jangan mas berbuat jahat ya?’’ ujar gadis itu sembari mengamankan tasnya
‘‘Maaf mbak, saya bukan orang jahat. Kalau boleh saya ingin memayungi mbak. Saya merasa kasihan karena dari tadi mbak menunggu bis tapi tidak dapat juga. Hari ini gerimis juga, nanti mbak sakit. Saya cuma mau berbuat baik saja.’’ ujar lelaki itu dengan sedikit grogi
‘‘Oh begitu. Maafkan saya telah berburuk sangka. Saya terbawa emosi karena dari tadi tidak mendapat bis. Oh iya terima kasih sudah mau berbagi payung dengan saya.’’ ujar gadis itu menundukkan kepala seraya tersenyum.
Senyuman gadis itu sangat manis. Wajah menawan yang merona dengan bibir bergincu tipis, senyumnya seolah membius hati lelaki itu.
‘‘Iiiiya tidak apa-apa. Hmmm kalau boleh tahu siapa .. ’’ belum selesai dia bertanya, gadis itu menghampiri bis yang lewat
‘‘Terima kasih ya mas sudah menemani saya..’’ ujar gadis itu dan melambaikan tangannya.
Pertemuan hari itu, benar-benar membekas di hati lelaki itu. Gadis yang ditemuinya senja tadi, seolah membangkitkan perasaannya sendiri. Mungkin inilah cinta pada pandangan pertama. Ia lantas mengambil pena dan menulis sajaknya.
Wahai gadis senja,
Janganlah kau beranjak pergi
Menghilang, bersama senja di langit Jogja ini
Hanya karena mendung ini menghalangi
Kembalilah kemari
Kan ku tunggu kau
Di taman itu esok hari
Senja berikutnya, lelaki itu kembali ke taman lagi dengan harapan ia bisa bersua dengan gadis itu lagi. Namun sedari tadi, gadis itu tidak muncul. Tak ingin bosan menunggu, ia melukis wajah gadis itu di sketchbooknya. Ia terus melukis, tanpa sadar seorang gadis duduk di sampingnya. Gadis itu menoleh ke arahnya seraya berkata
‘‘Loh, mas yang kemarin kan?’’
‘‘Eh, iya. Mbak yang kemarin? Oh iya kemarin belum sempat kenalan, perkenalkan nama saya Seta, nama mbak?’’ tanya Seta dengan grogi
‘‘Oh iya, nama saya Shabrina. Panggil saja Brina.’’ ujar gadis itu sembari menyalami tangan Seta
‘‘Ngomong-ngomong, mbak selalu ke sini?’’ tanya Seta
‘‘Ya enggak sih, cuma kalau menunggu bis. Kalau mas? Sering datang ke sini?’’ tanya gadis itu
‘‘Ya enggak sering sih, cuma kalau ingin saja hehehe.’’ujar Seta
Mereka lantas berbincang-bincang sejenak. Membahas kegiatan hari ini yang mereka lakukan masing-masing. Seperti teman akrab, bahkan mereka memberitahu nomor telepon masing-masing.
Saat bis tiba, Shabrina lantas naik ke bis dan meninggalkan taman. Sesaat kemudian Seta menulis puisi.
Paras indah memesona
Sang gadis senja
Yang duduk di depan sana
Yang membuatku terpana
Gadis bernama Shabrina
Tatap sayu bagai dewi kayangan
Inginku memilikimu, bukan sebatas teman
Tapi pendamping diri yang kesepian
Maukah kau menjadi pendampingku?
Shabrina aku mencintaimu
Tiba-tiba, telepon Seta berdering. Tanpa di duga ternyata itu panggilan yang mengejutkannya.Ternyata ada hal penting. Karena itu Seta pergi dari taman. Tanpa sadar kertas puisinya tertinggal di bangku taman. Tapi Seta tidak mengetahuinya, karena kertas itu dikiranya sudah masuk tas. Rencananya ia ingin memberi puisi itu pada gadis senjanya, Shabrina.
Sementara itu, Shabrina baru sadar, kalau kunci rumahnya tertinggal di bangku taman. Untungnya ia baru pergi sejauh sekitar 1 km dari taman, tepatnya di lampu lalu lintas. Saat lampu masih merah, Shabrina lantas turun dan menuju taman.
Sesampainya di taman, Shabrina menuju bangku tempatnya duduk tadi. Untungnya kunci itu masih ada. Tapi ia terkejut karena ada secarik kertas yang tertinggal. Ternyata itu kertas puisi Seta. Sejenak Shabrina membaca kertas itu.
‘‘Jadi, Seta mencintaiku? ’’ gumam Shabrina
Malam harinya, Seta membuka tasnya. Ia terkejut lantaran kertas puisinya tidak ada dalam tasnya. Seta berusaha mencari kertas itu di kamar dan sekitar rumahnya. Tapi hasilnya nihil.
‘‘Loh kertas puisiku mana? Apa tertinggal di taman? Aduh, kertas itu akan ku berikan untuk Shabrina, gimana ini.’’ Seta merasa khawatir dengan secarik puisi itu
Sesaat kemudian, ada pesan masuk di hp Seta. Ternyata itu dari Shabrina.
‘‘Jika kau ingin mengetahui jawabanku, ku tunggu kau di Benteng Vredebourgh. Ku harap kamu datang’’ itu isi pesannya
‘‘Apa maksud Shabrina? Apa Shabrina tahu tentang kertas puisiku? Ah rasanya tidak mungkin.’’ gumam Seta
Seta yang tidak paham maksud Shabrina, akhirnya menurut saja. Entah ada apa. Di satu sisi, perasaan Seta yang sudah memuncak ingin ia ungkapkan. Karenanya, ia sampai membeli bunga untuk Shabrina, walau saat itu tengah malam.
Keesokannya, Seta langsung berangkat menuju Benteng Vredebourgh. Hari yang masih mendung gelap. Sesekali mendung itu dibarengi suara guruh. Tapi Seta tetap berangkat juga. Ia sudah tak tahan memendam perasaannya kepada Shabrina selama ini.
Sesampainya di sana, ia tak melihat Shabrina. Sudah lama juga Seta menunggunya, tapi tak kunjung datang. Hpnya juga tidak diangkat. Sampai ketika seorang pedagang memberitahu Seta.
‘‘Apa mas nunggu orang yang namanya Shabrina?’’ tanya pedagang itu
‘‘Iya, kok bapak tahu? Apakah bapak tahu dimana dia? ’’ Seta balik bertanya
‘‘Tadi orang yang namanya Shabrina kecelakaan dan dibawa ke RS Sardjito.’’ ujar pedagang itu
Mendengar hal itu, hati Seta bagai disambar petir di siang bolong. Seta langsung menuju ke RS Sardjito. Walau gerimis terus menderas, ia nekat ke sana. Sesampainya di sana, ia bertanya pada suster jaga.
Ternyata Shabrina ada di ruang dahlia. Seta langsung ke ruangan tersebut. Ia berharap masih sempat. Dari kejauhan, ia melihat seorang dokter keluar dari kamarnya. Langsung saja Seta menghampiri dokter itu.
‘‘Maaf dok, kalau boleh tahu bagaimana kondisi Shabrina?’’ tanya Seta khawatir
‘‘Beberapa syaraf kakinya mengalami kelumpuhan. Mungkin ia akan sulit untuk berjalan lagi. Kemungkinan besar ia bisa lumpuh permanen.’’ ujar dokter
Setelah menjelaskan semuanya, dokter itu pergi. Seta lantas masuk ke ruangan. Ia melihat wajah ayu Shabrina yang sayu. Shabrina yang masih siuman bertanya pada Seta.
‘‘Kini kau lihat keadaanku. Aku sudah sulit untuk berjalan lagi, apa kau masih mengharapkanku. Jika kau ingin meninggalkanku, ku tak apa-apa.’’ ujar Shabrina dengan terisak
‘‘Tidak, apa pun keadaanmu aku akan tetap mencintaimu. Aku tak peduli kau sempurna atau tidak. Aku cinta padamu sepanjang hayatku. Karena setiaku hanya untukmu, Shabrina. Kamulah gadis senjaku, Shabrina.’’ ujar Seta memeluk erat Shabrina dan mengecup keningnya.
Suasana kamar itu penuh dengan romansa. Shabrina tak menyangka, laki-laki yang belum lama ia kenal akan menjadi calon pasangannya. Pertemuan yang tak sengaja di taman kota hari itu, kini menjadi sebuah kenangan hidupnya.
“Oh iya, dan jawabanku untuk puisimu itu, aku bersedia menjadi pendampingmu, Seta.” ujar Shabrina.
Mereka pun larut dalam suasana haru yang penuh romansa. Jawaban puisi itu, tersampaikan sudah. Cinta memang tak memandang rupa atau rasa. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menjaga cinta di hati dan hati yang penuh dengan cinta.
Kini mereka tahu arti cinta sesungguhnya. Cinta sejati bukanlah siapa yang cepat membuatmu jatuh cinta, tapi siapa yang mencintaimu dengan tuluslah itu cinta sejati. Setidaknya itu yang mereka artikan.