"Jangan memujiku! Kau terlalu indah untuk kugapai"
÷÷÷
"Sigh!" Rion berdecak kesal saat Relva mencengkram tangannya kuat.
"Lo..siapa? Rion yang gue kenal gak kayak gini!" Ucap Relva sambil menatap wajah Rion yang datar.
"Ohya! Gadis gendut dan berlemak, please! Jangan ganggu urusanku dengan dia, dan satu lagi! Aku bukan Rion!" Ucapnya, lalu berlalu dihadapan Relva dengan wajah penuh kesombongan.
"Apa yang..terjadi?" Batin Relva.
Dimas yang bingung dengan apa yang terjadi pun langsung mengeluarkan seribu pertanyaan untuk Relva.
Namun...hanya satu pertanyaan yang ada di benak Relva.
Apakah dia kembali?
÷÷÷
Rion merebahkan tubuhnya diatas kasur. Ia sangat lelah, bahkan lebih lelah daripada hari sebelumnya.
Tiba tiba, sebuah notifikasi muncul di hp nya.
Relva : Rion, kita ketemu hari ini jam 3 sore di Cafe Army! Deal!
"Sighh! Gadis itu terus mengganggu urusanku! Aku harus beri dia pelajaran" Ia mengepalkan tangannya kuat, lalu meninju kearah dinding.
"Apapun akan kulakukan, demi mewujudkan dendam ku kepada mama!" Rion terus meninju dinding terus menerus, alhasil ia memperoleh luka dan lebam di tangan.
"Sebenarnya..siapa gadis itu? Mengapa ia terlihat sangat mengkhawatirkan Rion?"
÷÷÷
Relva celingak celinguk mencari keberadaan Rion diantara para pelajar ataupun mahasiswa yang nongkrong di Cafe tersebut.
Namun, gerakan matanya terhenti ketika melihat seseorang berpakaian hoodie hitam dengan masker yang menutupi wajahnya.
Ya, ialah Rion.
Relva berlari kearahnya sambil sesekali meneriakkan namanya. Ia lalu duduk bersebrangan dengan lawan bicaranya ini.
"Hmm..berhubung aku sedang baik hati, cepat jawab apa maumu?" Relva bingung. Rion yang ia kenal tidak pernah menggunakan aku-kamu biasanya ia menggunakan gue-lo.
"Gue ga salah orang kan?" Tanya Relva sambil meneguk minuman jusnya sedikit sedikit.
Rion mengangguk.
"Gue-"
Ucapan Relva terpotong saat benda keras menghantam kepala Rion dengan keras, seketika itu juga Rion ambruk.
Terakhir yang Rion dengar adalah 'Byee..Aku kembalii".
Relva menangis, ia tidak tau harus berbuat apa selain melakukan pertolongan pertama dan menelpon ambulans.
Relva saat ini dikerumuni banyak orang yang berbeda beda sikap, ada yang memotret ada yang menolong Relva mengangkat Rion, bahkan ada yang menyebar gosip gosip tidak jelas.
Relva hanya fokus pada satu tujuan, menyelamatkan Rion lalu pulang.
Tak lama kemudian, sirine ambulans terdengar. Mobil tersebut berhentj tepat di depan pintu Cafe, mereka lalu mengeluarkan tandu buat mengangkat Rion. Mereka pun melaju kembali ke Rumah Sakit terdekat.
"Kumohon..Rion..sadarlah" Ucap Relva disela sela isak tangisnya.
÷÷÷
"Bagaimana keadaannya dok?" Tanya Relva disertai raut wajah khawatir.
"Tuan Rion baik baik saja, namun luka lebam nya mungkin akan sembuh beberapa minggu kedepan." Jelas Dr. Andre pada Relva.
"Eumm..makasih dok"
Teringat Rion sedang sendirian di dalam, ia pun masuk dan mendapati Rion yang masih belum sadar.
Tanpa sadar, Relva menangis.
"Apa gue jatuh cinta sama Rion? Lo yang sakit kenapa gue yang nangis sih?!" Relva memandang dirinya di cermin, ia sadar bahwa ia yang gendut, cupu, dan berkacamata ini tidak..oh sangat tidak pantas berada disamping pria ini.
"Eum..maaf Rion, nanti gue mungkin tidak akan berada di samping lo. Gue gak pantas selalu ada buat lo" Relva menyeka air matanya, lalu menelepon papa Rion dan memintanya untuk datang kerumah sakit.
Terakhir, Relva pun berbalik meninggalkan Rion yang masih belum sadar.
"Jangan bicara dengan gue, gue gak pantas buat lu yang sempurna"