Trauma karna ulah abangnya itu membuat Tisa depresi. Ia memutuskan untuk berdiam diri dalam kamarnya dan memutuskan untuk menulis, melanjutkan naskah novel yang memang sedang ia kerjakan. Dengan itu hatinya bisa lebih tenang.
Seharian penuh Tisa tak keluar dari kamarnya. Ia pun meliburkan diri dari pekerjaannya. Tisa masih shock dengan kejadian yang kemarin.
Samar-samar terdengar dari kamar Tisa "Bu Tisa belum keluar-keluar dari kamarnya ?" Tanya Beni.
"Kenapa ? Kamu buat ulah ? Enggak biasanya peduli" Cetus ibunya yang sampai ke hati Beni
"Kalo udah keluar bilang ke aku ya bu" Pintanya lalu menoleh ke arah Kimi yang sedang asik menonton TV yang sudah tak layak di pakai itu.
"Kim, denger gak ? Kalo kak Tisa keluar bilang abang" Ucapnya juga pada Kimi. "Hmm" Kimi hanya berdeham.
"Jangan hmm hmm aja" Tegas Beni
"Iya abang" Kimi menoleh ke arah abang nya dengan mimik wajah yang emosi.
Tisa yang mendengar omongan itu dari kamarnya berniat mencari headsetnya, lalu menyetel musik. Bahkan mendengarkan suara abangnya saat ini Tisa tak mau.
Setelah menggantung hebat headset itu di telinganya, Tisa melanjutkan tulisannya.
Kalimat demi kalimat tertuangkan di sana. Lambat laun menjadi sebuah paragrap jua. Dengan begitu fokus Tisa mencurahkan semua cerita yang sudah ada di otaknya itu. Masih cerita seputar dirinya yang dulu berada di penjara kebatinan. Jangankan untuk sekedar berucap sepatah dua patah pada temannya, menoleh ke arah mereka saja Tisa sangat takut.
Ditulisnya 80 persen cerita itu sama dengan ceritanya. Pada bagian ke 6, Tisa menulis cerita disana bahwa ia bertemu dengan seorang pria dengan postur tubuh yang gagah, tinggi sekiranya 180 cm dengan berat badan yang ideal. Wajahnya di buat sedikit panjang, dilengkapi model rambut yang mohak, menambah sosok pria itu terkesan begitu tampan.
Ada gingsung di gigi bagian kanan. Matanya digambarkan sedikit tajam agar terlihat lebih tulus bila sedang memandang. Lalu disempurnakan dengan warna kulit yang putih. Maka perempuan manakah yang tak akan jatuh Cinta pada sosok yang demikian. Pertemuan mereka dirangkainya sedemikian Indah. Pria yang diberi nama Bio itu menolong seorang gadis yang sedang di jambret.
"Cuma karna nyuri kalian itu gak akan pernah kaya" Ucap Bio seraya terengah-engah.
"Banyak omong lo !! Timbal pencuri itu
"Siapa takut" Bio menendang perut pencuri itu dengan sekuat tenaga nya hingga ia terjatuh.
"Aau" keluhnya serah memegang perutnya.
"Enggak apa-apa lu ?" Tanya temannya
"Brengsek !!!!"
Pertengkaran dua lawan satu yang berakhir dengan babak belur itu dimenangkan oleh Bio yang hanya seorang diri. Dua pencuri itu berhasil kabut sebelum di hakimi oleh yang berkewajiban. Segera Bio menghampiri perempuan yang ia selamatkan.
"Enggak apa-apa mbak ?"Tanyanya
"Enggak mas, makasih udah bantuin" Ucapnya
"Bio" Seraya mengulurkan tangannya
"Tisa" perempuan itu menyambut dengan hangat seraya menyebutkan namanya.
Semenjak itu sering bertemu dan menjalin sebuah pertemanan yang baik. Namun, benar kata orang tak ada namanya sahabat antara laki-laki dan perempuan, melainkan mereka jatuh cinta, atau saling cinta.
Selama berjam-jam Tisa berhadapan dengan layar laptopnya. Matanya yang semula segar kini nampak lesu. Berkali-kali ia menguap, tak disangka olehnya jam sudah menunjukkan angka 9 malam.
Pantaslah ia merasakan letih seletih-letihnya. Tisa mengurungkan niatnya untuk melanjutkan tulisannya. Ia mematikan laptop dan membaringkan tubuhnya di kasur yang sudah memanggil-manggilnya. Satu hari penuhlah Tisa mengurungkan dirinya dalam kamar, berharap esok pagi ia terbangun dengan keadaan yang jauh lebih baik lagi, dan melupakan kejadian tak mengenakan yang dialaminya.
Sedih bacanya kak :( semoga endingny bagus
Comment on chapter 1