Halusinasi 24 jam selama tujuh hari tidak bisa hilang begitu saja. Menyadari bahwa Seha satu-satunya gadis di sekolah khusus laki-laki. Hancur sudah debut pertamanya untuk menjadi gadis feminin. Bagaimana bisa dia menjadi gadis feminin tanpa ada pembandingnya?
SMA K adalah sekolah khusus laki-laki yang tahun ini mulai membuka kelas campuran. Dan lagi, ternyata SMA K bukanlah sekolah sembarangan. Karena semua siswanya adalah laki-laki maka setiap tahun sekolah ini akan mengadakan sebuah turnamen beladiri sekali dalam setahun. Semua siswa terbaik dari manapun yang menguasai berbagai bidang beladiri dapat mengikuti turnamen tersebut. Karena itulah sekolah ini sangat terkenal di kalangan laki-laki di sepenjuru kota Seoul. Untuk mendukung terselenggaranya turnamen tersebut, setiap siswa di sekolah ini wajib memilih satu ektrakulikuler pilihannya dan mulai berlatih untuk turnamen. Siswa yang sudah memiliki prestasi beladiri lebih bagus dan tinggal ikut latihan lebih keras lagi.
Seha bengong menatap selebaran kertas orientasi didepannya. Sudah berkali-kali dia membaca selebaran itu selama seminggu ini tapi otaknya masih menolak kenyataan bahwa dia tengah berada di sekolah khusus laki-laki yang terkenal karena prestasi beladirinya. Ditambah dia menjadi satu-satunya siswa perempuan di sekolah ini. Menurut kabar, sekolah ini baru membuka kels campuran di tahun ini dan dengan berani ayah Seha mendaftarkannya ke sekolah ini.
Seha menempelkan kepalanya ke atas meja, meratapi nasib malangnya. “Apa yang pak tua itu pikirkan? Berani-beraninya dia mengirimku ke sini!” gumamnya merana.
Seha merasa telah memasuki hutan rimba gelap yang mencekam dan harus terus merasa waspada. Mewaspadai kapan binatang buas akan menyerangnya. Mungkin dia harus mencari seseorang untuk melindunginya. Tapi sepertinya sebelum itu terjadi, Seha harus lebih dulu melindungi dirinya.
Sebuah bola terlempar mengenai kepalanya. Seha mendongak dan menatap seorang laki-laki berekspresi datar memungut bolanya. Tanpa meminta maaf dia kembali ke belakang sambil membawa bolanya.
“Gila! Kau diam begitu saja?” Temannya seorang laki-laki gendut menyenggolnya lalu berpaling ke arahku. “Maaf ya Seha. Tidak sengaja.”
“Ah, tidak apa-apa.” Seha tertawa kecil lalu kembali menundukkan kepalanya. Dia masih merasa canggung untuk mengakrabkan diri pada sekumpulan bocah laki-laki itu.
Bel berdering. Pelajaran pertama olahraga. Seha mendongak dan menatap semua laki-laki melepas pakaiannya. Matanya melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Kalian semua gila!” Seha menjerit keras.
“Apa sih! Teriak-teriak bikin sakit telinga.” Seseorang yang melempari seha bola tadi bergumam kesal.
“Kalau kau mau ganti baju. Ganti saja di sini. Hehehe.” Yang lain menimpali sambil cekikikan.
“Stress!” Seha kembali berteriak dan segera berlari keluar. Pipinya panas. Mereka tidak sadar apa yang telah mereka lakukan?
Mereka semua gila. Mereka seakan tidak menyadari perasaan Seha sebagai satu-satunya gadis di sana. Seha berjalan mondar-mandir di depan loker. Dia bingung harus mengganti pakaian di mana karena tidak ada toilet perempuan di sini. Seseorang menepuk pundaknya dan membuat Seha terlonjak.
“Maaf, aku tidak bermaksud mengagetkanmu. Biarkan cowok ganteng ini membantumu. Kau bisa gunakan kamar ganti laki-laki di sebelah toilet. Tenang saja aku akan menjagamu dari luar.”
Seha menatap laki-laki itu dengan aneh. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Misalnya mencoba menjebaknya di kamar gelap dan mengeroyoknya saat dia sendirian. Atau mengintip dari lubang pintu dan menjadikan hal itu sebagai bahan taruhan.
Menyadari Seha menatapnya dengan aneh dia jadi gelagapan. “Aduh, aku tidak berpikir macam-macam. Cowok ganteng ini tahu tata krama. Aku cuma ingin membantumu. Lebih baik kau cepat ganti pakaian olahraga. Kau tidak mau dianggap membolos karena tidak bisa ganti, kan? Atau mau aku yang gantikan?” Laki-laki itu menyeringai dan membuat Seha mendesis jijik.
Seha segera pergi ke ruang ganti yang ditunjukkan laki-laki bernama Soonyoung itu dan menguncinya dari dalam. Ruang ganti itu sepi dan berukuran sebesar tiga toilet yang digabung. Tentu saja sebagai tindakan pencegahan Seha menutup lubang kunci supaya laki-laki itu tidak mengintip. Beberapa menit kemudian Seha keluar dari ruang ganti dan menatap Soonyoung yang masih berdiri di dekat pintu sambil memainkan ponselnya.
“Oh, sudah keluar. Lama juga, ya gantinya.” Dia menghentikan kegiatannya dan memasukkan ponselnya ke saku.
“Anu.. Terimakasih,” ucap Seha malu-malu karena sebelumnya dia sudah mencurigainya. Soonyoung tersenyum. Seha menyadari kalau matanya menghilang saat tersenyum.
“Tidak apa-apa. Hitung-hitung sebagai permintaan maaf temanku yang melemparimu bola tadi.”
“Oh begitu, tapi kenapa kau yang minta maaf?” ucap Seha heran sambil menguncir rambutnya menjadi ekor kuda.
Dia menggaruk belakang kepalanya. “Yah, karena dia tidak akan minta maaf. Sudah yuk kita harus segera ke lapangan.” Lalu dia pergi mendahului Seha berlari keluar.
Lapangan sudah ramai. Siswa kelas 10-3 sudah berkumpul di sana. Seha berdiri di sebelah seorang laki-laki yang berperilaku aneh. Wajahnya perpaduan antara tampan dan cantik. Bagaimana tidak aneh, dia sedari tadi terus tersenyum lebar. Seorang guru gendut datang dan semua siswa berbaris.
“Hari ini kita bermain lempar bola saja. Ah, ada siswa perempuan ya di antara kalian. Bisa maju sebentar?”
Semua orang memandangiku. Seha melangkah dengan pelan sementara mereka berbisik-bisik di belakang. Seha sampai harus menahan diri untuk tidak segera memukul mereka karena mereka mengatakan sesuatu yang mengusiknya.
“Baiklah karena nona ini satu-satunya perempuan di sini. Kita akan mulai main dodge ball. Tema kali ini lindungi sang ratu. Nona ini akan jadi ratunya dan anggota timnya akan melindunginya. Nah, nona silahkan pilih timmu.”
Satu orang mengangkat tangannya. Pak guru mempersilahkan dia bicara. “Lalu kelompok satunya siapa ratunya?”
Semua siswa laki-laki tertawa dan sepakat memilih si laki-laki aneh di sebelah Seha tadi. Laki-laki itu bernama Taeyong. Dia sempat protes tapi laki-laki yang lainnya lebih ganas mendandaninya sebagai gadis. Menjambak rambutnya dan mengikatnya dengan karet yang entah didapat dari mana. Sekarang laki-laki itu mempunyai satu kuncir aneh di atas kepalanya seperti antena.
“Baiklah nona silahkan buat timmu.” Guru itu menepuk bahu Seha dan tangannya menunjuk semua siswa laki-laki.
Keributan tak dapat dihindari. Semua orang ingin menjadi tim Seha. “Tolong diam. Begini saja. Aku akan memilih beberapa angka acak dan kalian berhitung. Kalau nomor yang kalian sebutkan sama dengan angka yang kupilih, kalian jadi timku, bagaimana?”
Semua mengangguk setuju dan mulai berhitung. Pak guru itu memintaku memilih empat belas orang. Empat belas orang telah dipilih secara adil tapi tetap saja ada yang protes. Si laki-laki yang matanya menghilang –Soonyoung- berada ditim lainnya.
Permainan di mulai. Seperti yang diduga semua orang berniat melindungi Seha. Mengorbankan diri menerima bola demi Seha. Mereka melakukan itu seakan dengan begitu Seha akan merasa tersanjung. Mereka semua ribut ketika ada seseorang yang sok menjadi pahlawan menamengi Seha dengan punggungnya. Riuh sorakan membahana di lapangan luas itu. Sampai akhirnya tinggal satu orang yang harus menjadi pahlawan terakhir untuk melindungi Seha. Laki-laki berwajah datar yang melemparinya bola tadi pagi. Para laki-laki sudah mulai bersorak-sorai. Tim sebelah masih tersisa banyak pemain yang bertahan. Seha merasa telah salah memilih anggota tim.
“Ah, sial kenapa si kanebo yang dapat kesempatan emas ini.”
“Lihat wajahnya. Dia nggak pantas jadi kesatria terakhir. Boleh ganti nggak?”
“Bikin iri, sialan.”
Laki-laki datar itu berdiri menjulang di depan Seha. Berdiri biasa saja. Permainan dimulai lagi. Seseorang melempar bola. Laki-laki itu menghindari bolanya tanpa mempedulikan Seha yang berada di belakangnya. Seha berjenggit. Laki-laki itu tidak berniat melindunginya. Orang di belakang mengambil bola dan melemparkannya kembali pada Seha. Si laki-laki datar tidak bereaksi. Sebelum bola itu mengenainya, Seha menangkap bola itu sampai terpeleset. Semua orang riuh menyoraki laki-laki datar itu.
“Wuu!! Hei Wonwoo niat nggak sih melindungi dia. Gantian aja sini!!”
“Lindungi dia dengan benar bodoh!!”
“Kau itu udah bikin iri, jadi lakukan dengan benar.”
Laki-laki yang dipanggil Wonwoo itu menatap Seha yang kini melotot padanya. “Karena kau nggak mau melindungiku, gimana kalau kau saja yang kulindungi?”
“Hei gila ya, masa cewek melindungi cowok?” Siswa lain memprotes.
“Lakukan sesukamu!” Wonwoo melengos seenaknya dan memposisikan tubuhnya di belakang Seha.
“Oh, dasar nggak tahu diri,” umpat Seha kesal. Laki-laki itu benar-benar tidak mempunyai rasa simpati padanya.
“Kan kau yang minta.” Dia mendengus. Seha menghentakkan kakinya ke tanah dengan sebal.
Akhirnya permainan kembali dilanjutkan dengan Wonwoo yang jadi ratunya. Bola masih berada di tangan Seha. Tim sebelah juga mulai bergerak melindungi ratunya. Seha melempar ke salah satu orang yang terlihat lambat.
Bukkk.
Bola dengan keras mengenai punggungnya dan menggelinding kembali ke arah Seha. Tanpa sadar Seha melemparkan bola itu dengan sekuat tenaga. Dia mendongak dan menatap seseorang yang kini memandanginya dengan seram.
“Eh sial. Sakit banget.” Laki-laki itu menggerutu sambil berjalan keluar lapangan dan menghampiri Seha yang diam membatu. Lengan seragamnya telah digulung ke atas dan membuatnya terlihat seperti seorang preman. “Kau sengaja, ya?” Dia menunjuk-nunjuk pada Seha.
“A.. Apanya yang sengaja?” Seha beringsut ke belakang menghindarinya. Wajahnya sangat marah. Sekali mengangkat tangan seseorang akan terluka dan itu terjadi. Karena kesal dengan Wonwoo, lemparan bola tadi jadi bercampur dengan rasa kesal.
“Hei, nggak usah banyak tingkah. Memangnya seberapa sakit sih! Lemparan cewek kan nggak mungkin sampai sesakit itu.” Seorang laki-laki berambut ikal di belakang berteriak.
“Cewek ini sengaja!” Dia semakin maju dan berusaha meraih kerah seragam olahraga Seha. Seha semakin beringsut ke belakang sampai punggungnya menabrak seseorang.
“Hentikan!” Wonwoo berdiri di belakangn Seha. Suara rendahnya yang terdengar berat membuat laki-laki pemarah itu terhenti. Seha menengadah dan menatap wajah datar Wonwoo. Tubuh Wonwoo tinggi menjulang seperti tiang sehingga Seha harus merelakan lehernya pegal hanya untuk menatap wajahnya.
“Kau sengaja melempar ke arah wajahnya?” Wonwoo menatap Seha.
“Ti.. Tidak. Aku tidak sengaja. Darimana ini bisa disebut sengaja? Lagipula ini kan cuma permainan.” Seha mengalihkan tatapannya pada laki-laki pemarah itu. Lehernya benar-benar pegal terus mendongak hanya untuk menatap Wonwoo.
“Kau dengar? Dia tidak sengaja.”
Laki-laki pemarah itu berdecih lalu pergi setelah melirik tajam ke arah Seha. Kemudian permainan dihentikan setelah keributan itu. Wonwoo mendorong Sehaa menjauh karena punggungnya masih menempel di dada Wonwoo.
“Kau harus terbiasa dengan hal barusan karena sudah punya nyali masuk sekolah khusus laki-laki!” Wonwoo memelototi Seha kemudian pergi dengan menyenggol lengan Seha.
Seha terdiam di tempat. Tanpa diberitahu lebih jelas pun Seha sudah sadar konsekuensi menjadi satu-satunya siswa perempuan di sekolah itu. Tapi yang harusnya merasa khawatir adalah mereka karena tidak tahu kapan Seha akan terus memegang prinsipnya menjadi gadis feminin. Selama Seha masih memegang prinsip itu, keributan besar tidak akan terjadi dan tidak perlu ada yang terluka.
**
Lima menit lagi bel istirahat akan berbunyi. Seha duduk di kursinya dalam diam. Beberapa saat yang lalu Seha sudah berhasil melewati sebuah keributan yang berpotensi membuatnya akan memukul orang. Pakaian olahraga masih menempel di tubuhnya beserta bulir-bulir keringat yang membasahinya. Lalu ruangan ini juga menjadi bau keringat. Para siswa laki-laki melepas pakaian olahraga mereka sembarangan tanpa melihat ada Seha di dalam kelas. Seha menoleh ke belakang tepat ke arah seorang bermata kecil yang dengan santainya memainkan ponsel dengan bertelanjang dada.
“Hei, pakai bajumu. Bau tahu!” Seha melirik tajam ke arah Soonyoung yang kemudian menoleh.
“Oh, ada kau, ya. Hehe.. Maaf. Tapi kau nggak tertarik lihat bentuk tubuhku? Aku terlihat macho, kan?” Soonyoung malah bertingkah aneh dengan menggerakkan tangannya seolah sedang menunjukkan otot lengannya.
“Apa yang mau dilihat dari tubuh kurus begitu? Bentuk tubuh begitu nggak ada apa-apanya.” Seha mencibir. Tubuh Soonyoung benar-benar tidak ada apa-apanya. Bahkan tubuh ayah Seha jauh lebih bagus daripada Soonyoung.
“Wah, kau diam-diam mesum juga, ya.” Soonyoung melipat kedua tangannya di depan dada sambil menaik-naikkan alisnya.
“Cewek juga suka tahu lihat cowok yang punya tubuh bagus. Tapi kau.. Payah.”
Beberapa temannya yang lain tertawa. Menunjuk-nunjuk tubuh Soonyoung sebagai ledekan. Dia memberiku tatapan benci lalu memakai seragamnya kembali. Dia berbalik pada temannya yang menertawakan dan memukulnya untuk memberi pelajaran.
“Memangnya siapa yang punya tubuh lebih bagus dariku? Asal kau tahu di sekitar sini tidak ada yang sebagus tubuhku.” Soonyoung membusungkan dadanya, merasa bangga dengan bentuk tubuhnya yang tidak enak dilihat itu. Seha menatapnya dengan jijik. Tingkat kepeden Soonyoung memang patut diapesiasi.
Sudut mata Seha menangkap seseorang yang sedang berganti pakaian. Dia melepas pakaian olahraganya tepat di depan Seha. Tubuhnya tinggi dengan bahu yang bidang. Benar-benar proporsional. Wajahnya juga tampan dengan hidung mancung dan bibir tipis. Benar-benar idaman. Seha menggeleng dan kembali beralih pada Soonyoung.
“Itu. Bentuk tubuh Wonwoo lebih bagus daripada punyamu.”
Wonwoo yang merasa namanya disebut menoleh. Dia menatap Seha seakan Seha sedang melakukan hal yang mesum. Soonyoung menoleh ke arah Wonwoo dan menariknya mendekat.
“Kau gila? Lihat, nih. Tubuhnya juga sama kurus denganku. Kau nggak punya selera bagus rupanya.” Soonyoung menunjuk-nunjuk dada Wonwoo dan mendapat tamparan keras di tangannya. Wonwoo mengusir tangan Soonyoung menyingkir dari tubuhnya.
“Benar, dia terlalu kurus jadi tidak menarik juga.” Seha menyetujui ucapan Soonyoung tentang tubuh kurus Wonwoo.
“Kalau mau berbuat mesum keluar sana!” Wonwoo mencemooh dengan nada dingin dan kemudian berbalik kembali ke mejanya. Sementara Soonyoung masih mengomeli Seha karena seleranya sangat rendah.
Keributan terjadi di luar. Bel istirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Sekumpulan laki-laki berpakaian serba putih dengan sabuk berwarna-warni menghiasi pinggangnya. Itu pakaian seragam taekwondo. Salah seorang laki-laki yang sepertinya ketua mereka berdiri paling depan. Dia menggebrak meja di depannya dan menyuruh kami semua memperhatikan.
“Baiklah. Kami di sini untuk mengenalkan ekstrakurikuler Taekwondo pada kalian para anak baru. Hei bocah, cepat pakai pakaianmu dan dengarkan kami.” Orang itu melotot pada Soonyoung yang sedari tadi tidak memakai pakaiannya. Dia celingukan dan segera menyambar seragamnya. Kancing bajunya dikaitkan serampangan lalu duduk diam mendengarkan. Seha menyeringai melihatnya. Ternyata bocah itu penakut juga.
“Seperti yang kalian ketahui, sekolah kita ini mengadakan turnamen setiap satu tahun sekali. Karena itulah untuk menunjang turnamen tersebut para siswa baru diharuskan mempunyai sebuah skill yang berguna dalam turnamen. Dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler ini kalian bisa mendapatkan skill tersebut. Kami tidak bisa menjamin kalian akan langsung memenangkan turnamen tetapi kami bisa jamin kalian akan jadi jago taekwondo. Nah, bagi yang berminat silahkan mendaftar. Sebagai tambahan kami tidak banyak menerima anggota baru jadi silahkan mendaftar sebelum terlambat.” Orang itu mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas seakan mencari keberadaan sesuatu hingga kemudian pandangannya berhenti pada Seha. Senyum simpulnya terlihat sekilas. Orang lain tidak akan menyadarinya tapi Seha tahu. Orang itu sengaja mencarinya dan sekarang tengah menatap lurus ke arahnya.
“Oh, ini, ya, yang sedang terkenal itu. Satu-satunya siswa cewek di sekolah ini. Kalau kau mendaftar hari ini, aku akan memberimu bonus privat latihan taekwondo setiap hari.”
Aku mendengar Soonyoung mengatai orang itu playboy. Kalau dilihat-lihat orang itu memang terlihat seperti playboy. Rambutnya disibakkan ke belakang. Tidak ada senyum di wajahnya yang membuatnya terlihat kaku. Entah dia sedang berakting menjadi laki-laki yang ditakuti atau memang dasarnya begitu.
Keributan lain terjadi di luar. Sekarang dari ekstrakulikuler lainnya. Mereka seperti mengantri di depan kelas Seha. Anggota dari ekskul taekwondo menghalangi pintu dan membuat merek yang diluar berteriak marah. Seha menatap mereka dengan kasihan. Mereka terlihat seperti berebut masuk ke dalam kelas Seha seperti tengah mengemis mencari anggota.
“Hei, cecunguk. Giliranmu sudah selesai, cepat keluar! Sekarang giliran ekstra tinju.” Seseorang dengan wajah yang terlihat lebih tua dari umurnya berteriak di depan pintu. “Kau sengaja datang ke sini duluan, kan? Kau melewati dua kelas tolol. Harusnya kau mulai dari kelas 10-1.”
“Ngg, ketua. Kita juga melewati dua kelas.” Seseorang di belakangnya mengingatkan dan mendapat jitakan dari orang yang dipanggil ketua itu.
“Baiklah, sepertinya waktu kita sudah habis. Kami tunggu partisipasi kalian di ruang ekstra taekwondo.” Ketua taekwondo menatap Seha. Dia seakan tengah mengharapkan Seha akan mengunjungi ruang ekstra taekwondo.
“Menggelikan! Kau bertingkah sok keren begitu.” Ketua taekwondo dan ketua tinju saling bertatapan di depan pintu. Salah satunya berdecih dan mengakhiri acara tatapan maut itu. Setelah anggota ektra taekwondo pergi, ketua eksta tinju langsung bergerak ke arah Seha dan berdiri tepat di sebelahnya.
“Khusus untukmu, aku akan membimbingmu dengan sepenuh hatiku.” Laki-laki itu mengatakan kata-kata yang membuat perut Seha mual. “Baiklah, kami tidak akan lama di sini jadi kami akan langsung mengatakannya. Juara turnamen tahun lalu memang bukan dari sekolah kita tapi orang yang menemaninya di final berasal dari ekstra tinju. Jadi kami hanya menerima orang yang benar-benar ahli dalam tinju. Yang berminat silahkan mendaftar. Dan untuk satu-satunya gadis selalu ada tempat untukmu mendaftar.”
Dia mengedipkan sebelah matanya yang membuat Seha gemetaran. Seha jadi meragukan kalau orang seperti itu bisa menjadi ketua. Pasti ada yang salah dalam sistem pemilihannya.
Ekstrakurikuler memang diwajibkan untuk siswa tahun pertama. Dan satu-satunya keahlian Seha adalah tinju. Sedari awal setelah orientasi Seha sudah terpikir untuk mendaftar ekstra tinju tapi setelah melihat ketuanya yang modelnya seperti itu rasanya minat Seha jadi lenyap tak bersisa.
**