Nasya panggilanku, aku hidup didesa yang sangat sejuk. Desa yang mengantarkanku menjadi orang gila seperti ini. Aku terlahir dari golongan orang menengah atas. Setiap hari aku nggak mau makan yang nggak enak. Setiap yang kutelan rasanya nggak enak, pasti otak panasku akan marah. Karena itu ayah selalu memanjaku. Setiap yang kuminta,pasti beliau turuti. Ibuku yang seorang pengemuka didesaku selalu sabar merawatku. Aku mempunyai dua orang kakak, kakakku sangat baik padaku. Walaupun mereka mempunyai adik sepertiku, mereka tidak pernah malu menyayangiku. Lika liku perjalan gilaku membuat banyak orang bertanya tanya. Akupun sendiri bertanya pada hatiku "kenapa aku seperti ini?". Mungkin banyak orang yang tidak mengerti tentangku. Tentang kegilaanku.
Jatuh dari bukit yang tinggi rasa sakit, begitupula kehidupanku. Ayahku yang semula berkecukupan, kini tinggal keluargaku. Ayahku sudah tak lagi bekerja, ditambah dengan biaya kakakku yang sudah masuk kuliah, dan aku yang mulai besar membuat beban kedua orang tuaku. Kehidupan semakin nyata ketika ayahku menjual dua sawah untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa. Padahal, sawah itu adalah sumber penghasilan ayahku. Aku sendiri bangga kalau nanti ayahku jadi kepala desa, tapi aku nggak mau jadi pecah belah dengan keluarga besar ayahku. Pro dan kontra pendapat keluargaku. Suatu ketika aku main kerumah sepupuhku. Aku mendengar orang yang kontra terhadap pencalonan ayahku. Orang itu membicarakan tentang ayahku. Akupun marah dan pulang dari rumah sepupuhku karena ocehan itu menjatuhkan kewibawaan ayahku. Memang aku orangnya suka marah. Aku akan memarahi ayahku jika beliau salah. Tak terkecuali anggota keluarga kecilku. Aku akan memarahi dan memberi solusi kepada keluargaku jika mereka salah. Begitupula dengan diriku. Aku harus bertanggung jawab atas solusi itu supaya mereka menurut padaku. Hingga suatu ketika harapan yang kuinginkan hilang sirna ditelan bumi. Ayahku gagal dalam pesta demokrasi didesaku.
Ocehan sana sini membuat keluargaku tidak harmonis. Ayahku sering bertengkar dengan ibuku. Aku sangat sedih mengapa mereka tak seperti dahulu? Mengapa mereka bertengkar dihadapanku? Aku sempat ingin pergi dari rumah untuk menenangkan hatiku. Tapi aku sangat menyayangi mereka, aku butuh pelukan mereka, dan selamanya aku butuh kasih sayang mereka. Menyatukan keluargaku adalah impianku, impian pertama dari sejuata impian. Nggak peduli mereka berkata apa, sakit dihati pasti bisa diobati, yang kupikir adalah kebahagian keluargaku. Dalam menyatukan keluargaku banyak sekali musuh bebuyutan datang dalam hidupku. Dan musuh terberat adalah anggota keluarga besarku sendiri. Banyak orang yang nggak percaya pada ayahku, banyak orang yang nggak tau kenyataannya hidupku ini. Mereka hanya melihat kehidupku dari kasap mata saja. Hati ini sering bergejolak ketika meraka menjelek njelekkan ayahku. Aku ingin ngomong yang sebenarnya, tapi itu hal yang nggak sopan dihadapan keluargaku. Untuk menyatakan yang sebenarnya, aku sering bercerita pada ibuku, beliau hanya bilang "biarin aja, yang sabar". Bagiku tidak adil perlakuan mereka terhadap ayahku. Kalau ayahku susah nggak ada yang bantu, dan kalau sukses mereka mendekat dan memuji. Aku tahu aku selalu kalah karena, keluargaku adalah orang yang miskin dikeluarga besarku.
5 tahun kemudian ayahku mengirim aku kepesantren untuk belajar mengaji. Beliau sangat senang sekali aku bisa hidup dipesantren. Dari pesantranlah aku memulai hidup yang baru bersama teman-temanku. Disana sudah tak terdengar lagi ocehan orang orang dirumah. Herannya, ketika ada masalah dirumah, pasti hatiku merasa nggak enak. Aku ingin pulang dan ternyata benar dirumah ada masalah. Orang tuaku selalu berpesan padaku " mengaji yang rajin, belajar yang giat jangan lupa tawadhu' pada bu nyai". Disini aku mendapatkan balasan yang pernah kulakukan pada ibuku. Mulai teman teman yang pilih pilih kalau makan hingga nyuci baju sendiri. Tak seperti dahulu, aku sekarang hidup sederhana. Makan seadanya, tak membuatku marah lagi. Karena, bu nyai pernah bilang pada santrinya," makan nggak enak dulu sekarang, insyaAllah nanti kalau sudah keluar dari pesantren, anak anakku akan hidup enak dan berkah". Kalau orang jawa menyebutnya tirakat atau berhenti dari hidup yang mewah-mewah termasuk makan. Dipesantren itu layaknya kita hidup dengan masyarakat. Walaupun kita dirumah hidup bertetangga tapi kita belum bisa merasakan seperti orang tua/ orang dewasa lakukan. Dipesantren itu bener bener real kayak orang tua kita dalam bertetangga/ bermasyarakat. Disana kita harus tahan dari olok olokan orang, dan yang tentu kita harus bisa menyelesaikan permasalahan kita sendiri. Tak semua teman dipesantren itu baik, sering kali aku menangis dimarah marahi sama teman. Ketika aku piket nyuci piring pertama kali, aku langsung kena marah sama seniorku. Aku nggak sengaja cipratin air sabun ke bajunya(Maklum kan lagi cuci cuci). Supaya aku tidak nangis lagi, aku mengokohkan hatiku dengan kata "aku lebih tua dari mereka"(kalau dikit dikit dimarahi nagis,berapa liter air mataku yang kukeluarkan setiap bulannya😃😃😃). Yang pasti aku nggak pernah balas dendam padanya, apalagi pada juniorku. Walaupun aku sering menjadi bahan olok olok dan bully, aku menggap mereka adalah temanku. Teman yang selalu kuingat sepanjang waktu. Tak hanya teman yang suka bully, aku mempunyai teman yang baik denganku. Setiap kali dia ada masalah, dia sering bercerita denganku. Begitu pula sebaliknya. Aku sayang sekali dengan dia. Setiap hari aku tidur disampingnya, makan bersama, piket bersama, sampai berangkat bersama. Ketika sakit aku sering merawatnya. Intinya apapun kulakuan untuknya. Ayahku sempat berpesan padaku," berteman itu semuanya, jangan cuma satu orang saja". Mengapa dia aku anggap sahabat? karena dia selalu menjadikanku sandaran untuk bercerita. Dan juga sebaliknya, aku juga bercerita masalahku padanya. Hari hariku kuisi dengan canda dan tawa, tawa kebahagiaanku nggak pernah aku rasakan sendiri. Semua temanku akan akan aku buat bahagai dalam permasalahannya. Karena itu banyak yang suka denganku, suka pada kegilaanku(GJ).
Suatu hari aku mempunyai masalah intren yang membuatku nggak tahan dipesantren. Sebenarnya aku masih rindu dengan keluarga bu nyai yang selalu baik padaku, aku rindu dengan ilmu yang beliau sampaikan dan aku rindu dengan sholat,mengaji,belajar bersama. Setelah 1 tahun setengah aku mendahuli sahabatku untuk kembali dirumah. Aku akan selamanya rindu pada kegiatan serta teman dipesantren. Walaupun aku sudah dirumah, aku tetap chattingan dengan sahabatku. Sudah tak seperti dulu lagi, sudah renggang hubungannya, setiap ku chat dia nggak pernah balas. Aku tetap ikhlas, karena diatas langit masih ada lagit. Sebaik baiknya aku pasti ada yang lebih baik dariku.
Dirumah 6 bulan rasanya bosan sekali. Setiap hari aku pergi kerumah paman bibiku. Disitulah aku mencari informasi baru. Ada cerita aneh yang nggak boleh ditiru sama pembaca. Gara gara aku nggak mau sholat sunnah, 3 hari sebelum lebaran, ayahku marah padaku. Setiap hari aku diam padana. Hingga hari maaf maafan tiba, ayahku masih terdiam padaku. Ibuku menyuruhku meminta maaf tapi aku tunda tuda. Ketika mau berangkat kerumah saudarahku, aku baru minta maaf padanya. Aku sudah buat beliau kecewa, aku sudah buat beliau nangis dalam sujudnya, aku sudah buat beliau marah. Gara gara aku, bisnis ayahku hancur. Ayahku sudah tak percaya padaku lagi. Beliau menganggapku bohong ketika aku sakit. Aku sempat ingin pergi mencari penghasilan sendiri tapi aku nggak tau mau kerja apa?mau tinggal dimana?. Tapi, Aku harus mewujudkan mimpiku. Mimpi yang kutanyakan pada guruku. Yah, mimpi menjadi penjahit keluarga. Walaupun aku anak yang nakal, gila, nggak tau diri tapi aku yakin suatu hari nanti aku bisa menyatukan keluargaku. Sekarang tinggal kita, mau tidak berubah? Semua orang pasti bisa berubah, aku akan lebih baik dari sebelumnya, aku akan menuruti yang ayah minta dan kukorbankan hatiku, jiwaku, hartaku untuk keluargaku. Mungkin sekarang aku hanya bisa memberikan do'a dan pelukan untukmu. Sehat selalu, rizky yang berkah untukmu wahai ayah ibuku. Kutereska. Air mataku tuk mengingat jerih payahmu. Walau kau tak mengerti apa yang ku minta disetiap do'aku. Do'aku selalu menyertaimu. Tunjukkan keluargaku jalan, menuju syurgaMu.
" buat apa berlinang harta tapi tak ada kebahagian, jadilah penjahit dikeluagamu karena, disitulah kamu akan mendapatkan kebahagiaan"~UMR23~
saya minta maaf bila ada kata atau kalimat yang salah.