Angin berhembus mengibarkan bendera-bendera di sisi jalan. Menggoyahkan pagar dan pepohonan. Menjatuhkan dedaunan seperti drama. Suara-suara besi karat bergesekan, kibasan bendera dan seretan daun-daun membuat nyaliku hilang. Kupercepat langkah agar bisa segera masuk rumah dan istirahat.
Ting~ Ting~ Ting~
Aku mendengar suara itu, seperti tiang besi dipukul menggunakan logam lainnya, dengan irama pelan yang teratur. Perasaanku tidak enak, aku juga merasa seperti diikuti. Aku terus berjalan cepat. Entah mengapa aku merasa semakin dekat dengan rumah, suara itu terdengar semakin dekat dan semakin cepat. Pukulannya pun semakin keras. Kepalaku menggeleng menolak semua perkiraan bodoh yang terus masuk ke kepala.
Syukurlah jarak rumahku sudah dekat, hanya perlu belok kanan di pertigaan dan jalan lurus sampai pojok. Ya, sialnya rumahku di pojok gang. Saat di pertigaan aku melihat seorang gadis kecil sedang duduk bersandar tiang listrik dengan kepala tertunduk sedang bermain pasir menggunakan ranting pohon. Karena ketakutan aku memilih tidak menghampirinya dan segera pergi. Namun, saat aku melewati pos ronda kulihat sebuah palu kecil di saku gadis itu. Aku terkejut dan sialnya gadis itu menangkap arah mataku. Aku ingin pergi tapi gadis itu tiba-tiba tersenyum dan mengeluarkan palunya.
"Kakak tadi denger, yah?" Tanyanya sambil tersenyum lagi lebih lebar.
Darahku seperti tersedot habis melihat seyumnya. Tanganku dingin dan kakiku lemas. Gadis itu masih menatapku tanpa menghilangkan senyum anehnya, aku ketakutan.
"Kakak cantik pucet~"
Dan sebelum otakku berkerja kakiku sudah lebih dulu memutuskan untuk berlari secepat mungkin. Tepat di depan rumah aku berbalik ingin memastikan anak itu tidak mengikutiku tapi ia sudah pergi.
"Kemana?"
************
Ia mendengar. Suara berisik dari arah gudang. Sejenak berhenti namun sebentar terdengar lagi. Tadi suara gesekan sekarang suara sayatan. Elis terkejut mendengar suara itu yang awalnya terdengar pelan namun perlahan semakin cepat. Seperti hendak merusak pintu gudangnya.
Grekkk Grekkk Grekkk Grekkk~
Ia berharap seseorang akan datang. Elis menengok dari jendela, tidak ada yang salah dengan halamannya. Kecuali~
Pagar yang tadi sudah ia kunci kembali terbuka, dan~ sebuah palu kecil menggantung disana.
Dari arah jendela kamarnya, Elis bisa melihat apa yang terjadi dengan gudangnya. Tapi matanya enggan menatap. Ia ketakutan, tubuhnya kedinginan.
"Kakak cantik~ "
Elis terkejut bahkan sampai berteriak. Matanya otomatis menatap sumber suara. Disana. Di depan gudang. Basah kuyup. Ia menyeringai lebar, membawa pisau yang cukup besar. Dan pintu gudangnya benar-benar rusak.
Segera ia menutup jendela dan mengunci pintu kamar. Elis meringkuk di depan lemari, menatap jendela ketakutan sambil menangis.
Sementara Elis sedang bersembunyi di kamar, Ann memasuki rumah sederhana itu lewat pintu belakang. Ia berjalan perlahan menyentil setiap logam dengan ujung pisaunya.
"Ting~ Ting~ Ting~"
Suara itu terdengar lirih dari kamar Elis sehingga ia tidak menyadari Ann sudah masuk ke dalam rumahnya.
Sampai di depan pintu kamar Elis, Ann memungut sebuah tongkat besi. Ia menyeringai.
"Ting~ Ting~ Ting~"
Tubuh Elis tremor. Akal sehatnya tidak berjalan semestinya. Ia meringkuk lebih dalam dan terus merapalkan doa.
Klek~ Klek~
Pintu terbuka dan Ann masuk perlahan dengan tangannya yang mengayunkan pisau ke sembarang arah. Ia menatap foto-foto Elis diatas meja, terdiam sejenak.
Lalu tiba-tiba berbalik, "Ciluk Baa~"