Siang ini aku memilih untuk mengisi waktu pergantian mata kuliah dengan duduk di kelas dengan laptop menyala di depanku, “Ini flashdisk di mana coba.” gerutuku sambil mengobrak-abrik tas kuliah yang biasa aku pakai untuk menemukan benda yang teramat sangat penting untuk hidup dan mati anak kuliahan sepertiku.
Niatku ingin melihat film yang minggu lalu aku dapat dari Rea. Rasanya aku ingin segera meminta koleksi film thriller yang dimiliki oleh penggemar horror satu itu. Rea adalah penggemar film bergenre horror dan sejenisnya, bagiku berlebihan ketika melihat seorang Rea yang mengoleksi film-film sadis hingga menyimpannya ke beberapa hardisk eksternal miliknya.
Setelah menemukan apa yang aku cari, akhirnya aku menyambungkan flashdisk pada lubang yang tersedia di laptop. “Wah, seru nih filmnya.” bisikku sambil memandang beberapa judul film yang saat ini tertera pada layar laptop. Tak lama setelah itu aku segera copy-paste film tersebut ke laptop sebelum tiba-tiba terkena virus kemudian semua film itu lenyap.
“Apaan nih.” ucapku saat melihat ada seekor lalat yang tiba-tiba bergerak liar pada layar laptopku.
Kuarahkan tangan kananku untuk mengusir lalat yang tiba-tiba muncul pada layar, namun sia-sia. Ada yang aneh pada lalat itu, lalat itu tiba-tiba diam, “Ngeselin banget sih.” gerutuku sambil menyentuh lalat tersebut dengan telunjukku. Aku tak merasakan bentuk tubuh lalat itu. Kudekatkan kepalaku pada layar, lalat itu ada di dalam layar! Sontak saja membuatku langsung mengamati apa yang ada di depanku saat ini.
Tiga detik berlalu hingga aku merasa ada cairan yang menetes tepat mengenai keyboard cairan itu menutupi huruf D pada keyboard. Kusentuh cairan yang menetes itu, warnanya sangat pekat—hitam bercampur merah.
Aku tak tahu mengapa tiba-tiba layar laptopku menjadi garis-garis hitam putih seperti saluran TV yang tak ada sinyal dan tiba-tiba membuat kepalaku terasa pusing melihat garis-garis tersebut. “Ah.” ringisku sambil menggelengkan kepala.
Detik berikutnya tanganku terasa membesar, semua kuku pada jari tanganku lepas dengan sendirinya membentuk potongan yang tak beraturan. “Apa-apaan ini. tolong aku!” teriakku sambil melihat kearah beberapa temanku yang sibuk entah dengan tugas atau obrolan mereka.
Aku terus mengamati kuku pada masing-masing jariku yang sudah tak berbentuk lagi, “Tolong.” ucapku diikuti dengan rintihan yang keluar dari mulutku. Aneh! Teman-temanku sepertinya tak dapat mendengar suaraku, segera aku mengambil ponselku dalam tas untuk meminta pertolongan pada sahabatku.
“Ya Tuhan!” seruku sambil melemparkan ponselku kesembarang arah. Aku melihat bayangan wajahku yang begitu buruk pada layar ponselku yang masih gelap. “Wajahku.” suaraku bergetar, aku tak dapat mengendalikan nafasku kali ini.
Aku melihat bayangan wajahku disana!
Kelopak mataku rasanya kali ini semakin lebar, dan itu membuatku merasa pedih dan nyeri pada sudut kedua mataku, diikuti dengan cairan yang terasa mengalir melewati pipi hingga daguku. “Darah. Ini bau darah.” sergahku setelah indera penciumanku menerima rangsangan bau yang sangat amis.
“Uhuk!” rasanya sakit sekali, suaraku tercekat seperti ada yang mengganjal di dalamnya.
Aku tak lagi sanggup untuk berucap, kumasukkan jariku ke dalam mulut, aku merasakan ada yang mengganjal pada kerongkonganku, kucoba untuk mengambil benda tersebut, “Uhuk!” benda itu berhasil aku keluarkan, namun tiba-tiba semua pandanganku gelap dan tubuhku terguncang hebat, tubuhku rasanya seperti tercabik-cabik.
Help me.