"Alra"
Kuhentikan langkahku untuk memastikan seseorang memanggil namaku dengan lirih hingga hampir aku tak mendengar suaranya yang terkalahkan oleh kendaraan bermotor yang berebut keluar lebih dahulu diparkiran sekolah. Suara lirih itu semakin mengusik bersamaan dengan bunyi klakson sepeda motor di belakangku.
"Bisa diem gak?" Aku membentak pengendara sepeda motor yang sedang antre dibelakangku. Pengendara itu merasa kesal dan memotong jalan mendahuluiku sembari mengutukku, memberikan komentar jahatnya. Suara langgilan itu samar dan perlahan menghilang.
Setelah tiga puluh menit menyusuri jalanan kota penuh asap debu kendaraan bermotor, kuputuskan untuk memberaihkan diri dan mengganti seragam putih abu-abuku. Air hangat yang keluar dari lubang-lubang kecil dari langit-langit kamar mandi membasahi tubuhku dari ujung kepala hingga kaki. Kupejamkan mata membiarkan suhu tubuhku menghangat. Kurasakan ada yang memegang bahuku sekilas namun kusadari tidak ada orang selain diriku didalam kamar mandi kamarku. Aku tidak lagi memikirkan hal itu yang mungki saja terjadi karena diriku yang terlalu lelah dengan jadwal akhir sekolah. Menuntutku untuk terus pulang bersamaan dengan pegawai kantor yang pulang kerja.
"Alra"
Lagi dan lagi suara itu terdengar bahkan didalam rumahku yang hanya aku penghuninya seorang diri. Pembantu rumah tangga yang ditugaskan orang tuaku untuk menjaga rumah tidak pernah mau tidur dirumah yang mereka bilang anker. Pikirku jika aku tidak mengganggu mereka, mereka akan bersikap baik. Tentu saja seketika pikiranku berubah saat melihatnya secara langsung.
"Aarrgh"
Wajahnya menyeramkan. Hancur. Berdarah. Bau busuk yang menyengat. Aku mengurung diri didalam selimut dengan balutan sehelai handuk ditubuhku. Kurasakan tangan dingin dipundakku, nafasku berantakan dan air mataku mulai mengalir. Tuhan, selamatkan aku.
"Hey"
"Aargh" aku teriak namun dia menenangkanku. Sosok yang berbeda dari sebelumnya. Tampan.
"Sstt. Tenang Al, kamu baik-baik saja ada aku disini"
"Kamu siapa?" Seketika aku keluar dari selimut dan mereka semua menatap ke arahku. Kamarku penuh dengan makhluk berlumpur dan berdarah segar yang mengaliri tubuhnya. Aku menahan mual dan tanganku ditarik ke dalam selimut. Pria tampan itu membungkam mulutku agar tidak bersuara.
"Dengarkan aku. Mereka akan hilang jika kau diam disini dan tidur. Mengerti?" Pria itu memelankan suaranya dan mengatur posisi untuk berbaring diatas ranjangku.
"Denganmu?" Teriakku.
Hrrrrgghhh. Suara monster diluar selimutku membuatku seketika menutup mulut dan mengangguk. Pria itu tertawa lirih. Aku mengenali suaranya. Suara panggilan di parkiran sekolah.
Aku menunggu pagi datang tanpa mempedulikan mataku yang memohon untuk dipejamkan. Pria disampingku dengan santai memainkan ponsel sambil sesekali tertawa, entah apa yang dibaca. Karena geram akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya. Apakah dia sama seperti monster yang ada diluar selimut.
"Aku? Bisa iya bisa tidak. Tidurlah, besok pagi kau harus berangkat ke sekolah" katanya menyentuh kepalaku. Entah kenapa aku seolah terbius. Terpejam. Lelap.
Haasssttt haassstt
Aromanya sangat menyengat. Bangkai. Aku seketika terbangun.
Aarrggghh
Pria itu tepat disebelahku, berwajah hancur dengan darah dan belatung di tubuhnya. Dia tersenyum. Aku menangis ketakutan. Kuraih ponselku namun percuma. Mati. Aku mencoba berlari namun gagal. Kaku. Tubuhku tak mampu bergerak sedikitpun. Aku mencoba berteriak sekuat tenaga namun tak keluar suara. Pria itu semakin mendekatkan wajahnya ke arahku.
"Selamat pagi pengantinku"
Seketika aku terbangun saat tangan wanita paruh baya menyentuh dahiku.