"Felix..!! Hidup Felix..!!"
Rakyat bersorak menyambut raja muda mereka.
Ditengah keramaian upacara ini, Putri Diantha melihat seseorang yang dicintainya sedang berdiri sambil mengibarkan bendera di genggamannya. Salah satu prajurit kerajaan memberikan sebuah kotak yang berisi mahkota raja dan pusaka. Putri Diantha tersenyum senang saat Felix menerima kotak itu.
Namun, sebelum Felix memakai mahkota, tiba-tiba sesuatu tajam menusuk dadanya.
"FELIX..!!"
Putri Diantha memekik, air mata jatuh ke pipinya ketika prajurit kerajaan itu menusuk Felix dengan pusaka.
"Raja, hah?! Kau tidak pantas, Felix!"
Darah mengalir deras sampai memenuhi mimbar. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat rasa panas dan perih menyerangnya. Tusukan dari pusaka kerajaan adalah sebuah kutukan baginya.
Belati suci, Apocrypha.
***
Magic City School, sebuah sekolah sederhana bernuansa kastil sedang mengadakan pameran untuk persembahan kepada kepala sekolah mereka.
Sejak pagi, para karyawan membersihkan tempat-tempat tertentu di sekolah.
"Semalam ada korban lagi, ya."
"Penculik itu memang harus dimusnahkan sebelum siswa di sekolah ini menjadi tumbal lagi."
Alice berbicara dengan Malia, sedangkan seorang karyawan baru diantara mereka hanya menatap bingung.
"Iblis remaja bukan tandingan kita."
"Iblis remaja..?"
Malia mendekati karyawan baru dan mendorong dahinya, "Oi, Aleesha! Kalau kau selalu bersikap bodoh, setelah ini kau yang akan menjadi korban dari penculik itu!"
"Malia benar. Remaja adalah sasaran paling empuk," Alice mengangguk setuju.
"Iblis itu.. Sebenarnya siapa? Kenapa dia berbuat jahat?"
Malia hampir memukul Aleesha yang terlalu polos. Beruntung Alice cepat menangkasnya, "Biar aku yang bicara."
Tidak bisa berkutik, Malia membuang nafas dengan kasar dan menurunkan tangannya. Sedangkan Alice mengintimidasi Aleesha.
"Dengar. Iblis itu adalah seorang putri kerajaan yang telah gila karena kehilangan Raja Felix. Dia ingin membalaskan dendam pada siapapun yang berani meremehkan Felix. Seperti beberapa siswa di sekolah ini yang selalu membicarakan tentang ketidakpantasan Felix untuk menjadi seorang raja. Itulah penyebab mengapa mereka menjadi korban."
Aleesha hanya bisa menunduk, mengingat mimpi buruknya. Saat itu dia tidak bisa mengendalikan diri hingga berkeringat dan gemetar pada tidurnya menjelang malam.
***
"MALIA!"
"Ada apa, Miss?" Malia dan Aleesha yang sedang menyiram bunga di taman sekolah, mendengar seorang wanita yang berteriak.
"Cepat ke tabib! Sekarang!"
"Kenapa, Miss? Saya tidak sakit," katanya sambil memegang pundak Miss Livia. Aleesha melihat wajah khawatir dari Miss Livia, lalu meletakkan bunga layu yang ia pegang ke dalam keranjang.
Miss Livia terkejut saat hal seperti ini terjadi.
"Iblis! Adikmu!"
***
Selimut tebal tidak menjadi penutup tubuh Mila, adik Malia. Ia berpakaian minim dengan perut yang terkoyak. Tangan dan kakinya diikat dengan tali. Malia merasakan getaran dahsyat saat melihat adiknya yang sudah tak bernyawa.
"Nyonya, adik saya.."
Tabib berjubah di hadapannya menggeram, "Adikmu sudah melakukan kesalahan fatal."
"Aku tahu jika ia sering bercerita tentang Felix, tapi-"
Sang tabib membuka jubahnya yang membuat Malia serasa hancur.
"Kau.. Aleesha-"
Brak! Malia tersungkur.
"Setiap menjelang malam, aku bermimpi buruk. Itu membuatku tidak bisa mengendalikan diri. Bayangan Felix menghantuiku. Akhirnya, tangan yang penuh kutukan ini tidak segan mengambil belati suci, Apocrypha."
"Ya. Aku Diantha yang bosan jika korbanku selalu remaja. Jadilah persembahanku malam ini, MALIA..!!"
Tertancap tepat di mata Malia. Belati suci yang sudah tidak suci lagi.
"AAAAAARGHH!"
***