Read More >>"> A - Z (Rasa Capuccino) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - A - Z
MENU
About Us  

Seminggu telah berlalu setelah terjadinya kejadian di kantin waktu itu. Asila yang telah memakai seragamnya segera turun ke bawah untuk sarapan. Sesampainya di bawah ia melihat Abangnya itu sedang makan biskuit kesukaannya dengan sangat lahap. Asila juga melihat kedua orang tuanya yang sedang tertawa melihat kelakuan anak bujangannya.

"Ih, Bang Aldo lahap banget sih makannya, jorok gitu makan sampai berhamburan kemana mana biskuitnya'' Ucap Asila dengan memasang muka jijik lalu tertawa kepada Abangnya itu.

"Sirik aja lo dek, sirik tanda tak mampu" jawab Bang Aldo sambil memasukkan 2 biskuit kedalam mulutnya. Melihat hal itu, Asila semakin geram.

"Abang pelan pelan aja dong makannya, kaya gak pernah makan itu biskuit aja'' tutur Asila geram. Orangg tua Asila yang melihat hanya tersenyum melihat pertengkaran kecil di meja makan setiap pagi seolah pertengkaran kecil ini adalah ritual sebelum sarapan. Bang Aldo yang mendengarkan ocehan dari adik sulungnya itu malah tak menghiraukan dan melanjutkan makannya. 

Setelah selesai Asila berpamitan dengan keluarganya, dan berangkat sekolah. Seperti biasa, Asila menggunakan kendaraan umum untuk berangkat sekolah, tak lupa buku yang selalu ia bawa di bacanya ketika di dalam bus.

*****

Dua puluh menit telah berlalu, Asila segera keluar dari bus dan melangkahkan kakinya ke arah lorong menuju kelasnya. Selama di perjalanan tak lupa ia tersenyum dan memberi sapa serta salam kepada orang orang yang dilewatinya. Ketika ia melewati kelas 12 Ipa3 yang tak lain adalah kelas dari seorang Zidan Pratama segera ia menundukkan kepalanya dan berjalan lurus. Hingga tanpa disadarinya ia menabrak seseorang yang ada di hadapannya yang dapat diketahui Asila bahwa itu adalah seorang pria, buku yang dipegangnya pun terjatuh dari tangannya. Segera ia meminta maaf tapi dengan kepala yang masih menunduk.

Pria tersebut langsung menunduk kebawah dan mengambil buku yang jatuh tersebut, dan menyodorkannya kepada Asila.

"Ini bukunya, lain kali hati hati ya" Ucap pria tersebut dengan lembut. Asila yang mendengar suara lembut itu langsung mengangkat kepalanya. Seketika wajah Asila berubah menjadi terkejut dengan seseorang yang ada di hadapannya. Seseorang yang selama ini dikaguminya karena suaranya yang sangat merdu ketika ia melantunkan sebuah Adzan, bukan hanya suara namun pria ini memiliki wajah yang tampan, membuat kaum hawa selalu terpesona dengan wajahnya. Hal itu yang membuatnya selalu datang cepat sebelum Adzan Zuhur dikumandangkan. Siapa lagi kalau bukan Muhammad Zafran Rifaldi, semua kaum hawa dan adam mengetahui nama tersebut karena ia menduduki jabatan Ketua Osis di sekolah ini. Sebuah suara jentikkan jari menyadarkan Asila dari lamunannya. 

"Ah, maaf. Iya gue bakalan lebih hati hati lagi. Terima kasih banyak Kak Zafran" Ucap Asila dengan gelagapan dan mengambil buku dari tangan Kak Zafran. Setelah itu segera ia berjalan jauh dari area tersebut karena takut akan ada yang melihatnya. Asila berjalan cepat hingga ke kelasnya. Sesampainya di kelas Asila langsung saja duduk dan mengambil botol minumannya di dalam tas. Arina yang duduk disampingnya melihat keanehan dari sahabatnya Asila..

"Sil, lo kenapa sih kaya orang habis dikejar hantu aja lo''  Ucap Arina to the point

''Gak, bukan apa apa. aku kira udah masukan makanya buru buru'' Ucap Asila berbohong, sedangkan Arina hanya ber'oh ria saja. Asila bersyukur dalam hati bahwa sahabtnya ini tidak mencurigainya.

*****

Bel berbunyi menandakan bahwa istirahat telah dimulai. Siswa siswi sudah berlari ke arah kantin untuk mengisi perut mereka. Lain hal nya dengan Asila, ia malah ingin menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan dengan di temani buku buku tebal disekelilingnya. Arina yang tau sifat sahabatnya tidak merasa keberatan jika harus makan siang dengan temannya yang lain.

Asila berjalan menyusuri rak rak buku yang menjulang tinggi itu, mencari beberapa buku yang akan di bacanya. Setelah dirasa cukup buku yang di pegangnya, segera ia mencari bangku kosong. Dan Asila memilih bangku di pojok ruangan yang langsung menghadap ke arah jendela kaca transparan besar yang memperlihatkan beberapa siswa yang sedang bermain di lapangan basket. Sorot mata Asila melihat ke setiap siswa yang bermain basket tersebut. Tak sengaja ketika Asila melihat pria dengan nomor punggung 27 itu, pria tersebut juga melihat ke arah jendela perpustakaan yang tak jauh darinya. Sempat keduanya terdiam beberapa saat sampai Asila tersadar dan menundukkan kepalanya dan mulai membaca buku yang dipegangnya.

Beberapa menit membaca, terdengar suara derap kaki yang mendekat ke arah meja Asila. Asila yang terlalu asik dengan dunia bacanya, tak menghiraukan suara langkah tersebut. Hingga suara berat menyadarkannya. Asila langsung mengangkat kepalanya, dan betapa terkejutnya lagi ia dengan seseorang yang ada di hadapannya ini.

Dengan santainya Zidan menarik kursi dan mendudukinya. Duduk berhadapan dengan Asila. Hal ini membuat kegugupan yang berlebihan di Asila, hingga ia mengalihkan perhatiannya pada buku yang ada di hadapannya.

“ Ekheem”.

Suara tersebut membuat Asila terkejut dan menengadahkan kepalanya ke depan dengan memasang wajah polosnya. Wajahnya seperti menggambarkan kalimat ‘ada apa?’. Asila yang kaget bukan main ketika Zidan menarik sudut bibirnya sedikit. Selama ini terdengar desas desus kalau Zidan tidak pernah tersenyum dengan orang orang yang tidak akrab dengannya, berita ini dia dengar dari Arina. Tapi ini? Dia bahkan tersenyum kecil pada Asila. Tapi itu hanya bertahan selama beberapa detik, selebihnya Zidan kembali menampilkan wajah datarnya.

“Ada apa?”  Tanya Asila masih dengan pertanyaan yang sama dengan otaknya.

"Nggak. Lo bahkan gak ada niat ‘terima kasih’ sama gue?'' lanjut Zidan to the point.

"Bukannya waktu itu gue sudah bilang makasih ya sama lo?'' tanya Asila heran.

"Itu cuman ucapan, dan gue mau bukan ucapan aja, tapi sebuah imbalan mungkin?" ucap Zidan dengan santai. Asila hanya menaikkan sebelah alis nya seperti bertanya ‘gue gak salah dengar?’

“Gue mau lo belikan gue minuman sore ini di lapangan basket. Jam 4 jangan sampai telat” Ucap Zidan dengan berdiri dan mulai meninggalkan Asila di meja.

 Asila yang mendengar cukup kaget dengan kata kata tersebut. Bagaimana tidak, bukannya ini masih istirahat dan ia bisa membeli minuman? atau ia tak punya uang untuk membeli? tapi bukannya dia anak dari direktur utama?  pasti dia memiliki uang untuk membeli. Dan lagi lagi Asila tersadar dari lamunannya, ketika Zidan berdiri dan melangkahkan kakinya keluar perpustakaan. Tetapi baru beberapa langkah Zidan membalikkan badannya.

"Dan juga, aku lebih suka rasa Cappucino" Ucapnya dan langsung melanjutkan langkahnya yang tertunda tadi. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags