Read More >>"> Heartache (4. Festival Kembang Api) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Heartache
MENU
About Us  

Gosip.

Baik itu di Desa Oushuu maupun orang-orang di luar sana—walau hanya sedikit yang mengetahuinya—siapa yang tidak tahu gosip mengenai cinta segitiga antara Masamune, Krisan dan juga Koujiro? Tentu semua orang mengetahuinya. Pasalnya gosip tak mendasar ini muncul setelah mendengar cerita dari salah seorang anak buah Masamune yang saat itu ikut berperang melawan Tamura Yusuke beserta anak buahnya.

“Kau yakin Masamune-sama berkata seperti itu?” tanya Kakek A ragu.

“Iya, kek. Masa saya bohong?"

“Habisnya Ao-san suka bohong sih, jadi kami ragu untuk percaya.” sambung wanita B bercanda. Gelak tawa di tengah sawah menghiasi cuaca di hari yang makin panas ini.

Ao, anak buah Masamune yang bercerita tadi hanya memajukan mulutnya 5 cm ke depan mendengar gelak tawa sebagian penduduk Desa Oushuu yang sibuk beraktivitas di tengah sawah.

“Jelas banget kok, saya dengarnya Ketua bilang kayak gitu, malah diledekin.” keluh Ao muram.

“Kalau itu benar, siapa yang akan dipilih Krisan-san?” pertanyaan ibu C membuat semua orang terdiam sejenak. Mereka membayangkan bagaimana kehidupan Krisan jika dia memilih salah satu dari kedua lelaki penting di Desa Oushuu tersebut.

“Aku lebih setuju jika Krisan-san dengan Katakura-sama.” bapak D menyuarakan pendapatnya.

“Tidak! Krisan-san sama Masamune-sama saja, itu lebih baik.” protes gadis E yang diam-diam rupanya menyukai tangan kanan pemimpin klan Date itu.

“Hidup Krisan-san akan menderita jika menikah dengan Ketua.” balas Ao makin memancing nyala api di dalam diri gadis E.

“Gak mau tahu! Pokoknya Krisan-san gak boleh menikah dengan Katakura-sama!”

Sementara penduduk desa sibuk memperebutkan siapa pria yang cocok mendampingi hidup Krisan, anak buah Masamune yang lain yakni Si Megane dan Si Preman datang menghampiri mereka.

“Hei hei hei!” teriakan Si Preman yang terdengar galak berhasil menghentikan perdebatan tak jelas penduduk setempat.

“Daripada kalian ribut-ribut memilih calon suami Krisan-sama, lebih baik kalian kembali bekerja.” pesan Si Megane bernada tajam.

“Yang diatas sudah memperhatikan kalian sedari tadi tahu!” imbuh Si Preman menunjuk ke kediaman tuannya.

Ketika kepala mereka menoleh ke atas, nampak Masamune dengan mata menyipit tajam serta kening mengkerut tengah berdiri kokoh memandangi keseluruhan wilayah kekuasaannya. Dari tempatnya berdiri Masamune dapat melihat dengan jelas aktivitas para penduduknya. Ekspresinya yang seperti itu seperti menunjukkan bahwa dirinya sedang marah. Tak ingin hal itu terjadi, segera saja orang-orang yang bergosip tadi kembali melanjutkan aktivitasnya di siang bolong agar tak membuat pemimpin klannya bertambah marah.

“Ketua beneran tidak memperhatikan kita, kan?” bisik Si Preman terpengaruh perkataannya sendiri.

“Mana aku tahu! Kau sendiri kan, yang bicara seperti itu?!”

“Y-ya..tapi kan—”

“Sawah di sebelah barat ya...” kata Masamune memicingkan matanya tajam mencari bekas sawah yang terbakar yang dilaporkan tangan kanannya kemarin malam.

“Milik Pak Oda—Oh, yang itu!” seru Masamune setelah menemukan lokasi kejadian. “Lumayan parah tapi untunglah tidak semuanya.”otaknya sudah memikirkan berapa total biaya kerugian keluarga Oda dan berapa total biaya ganti rugi yang harus dikeluarkannya.

“Nanti aku beritahu Koujiro untuk memberikan biaya ganti ruginya.” ingatnya pada diri sendiri.

“Berdoa saja Ketua tidak memperhatikan kita.”

“Ba-Baiklah.” balas Si Preman patuh.

“Dan kau, Ao!” teriak Si Megane mengagetkan Ao hingga dirinya terjatuh ke tanah.

“I-Iya, senior!”

“Mau sampai kapan kau berada disitu? Cepat bantu kami di lahan sawah milik Pak Oda!”

“Baik!” jawab Ao mengekor di belakang Si Megane dan Si Preman yang sudah pergi.

Di lain tempat, ketika Masamune ingin melangkahkan kakinya menuju halaman depan tempatnya biasa berlatih, dari kejauhan samar-samar dirinya mendengar suara nyaring seorang wanita dipadu dengan suara petikan gitar yang tak bernada merdu. Penasaran, Masamune mendekati asal suara tersebut dan mendapati jika Krisan dengan penampilannya dan pekarangan rumahnya terlihat begitu berantakan karena beberapa lembar kertas, kuas dan tinta yang tumpah berceceran dimana-mana.

"Apa perlu kukatakan langsung kalau aku suka padanya?" tanya Krisan mengetuk kepalanya pelan menggunakan kuas di tangan kirinya.

Dari kejauhan mata Masamune sibuk memperhatikan, telinganya sibuk mendengar dengan tajam gerak-gerik dan kalimat yang diucapkan oleh wanita berjari lentik itu.

“Ah, mana mungkin!” jawab Krisan berbicara pada dirinya sendiri. “Dia pasti akan tertawa jika aku—" sejenak perkataan Krisan terpotong membuat Masamune mau tak mau harus memajukan tubuhnya lebih dekat.

Apa yang wanita itu lakukan di tempat

“Itu dia!" teriak Krisan seakan mendapat pencerahan dari langit. "Kenapa tidak terpikirkan olehku!"

Gedebuk!

Mendadak Masamune terpeleset jatuh karena dikagetkan oleh suara Krisan yang tiba-tiba berteriak heboh. Namun Krisan sendiri tidak menyadarinya dan masih berlanjut dengan aktivitasnya.

"Kimi ga suki da to kizuitan da~

(Aku sadar aku menyukaimu)

Sonna koto ittara warau ka na~

(Kau mungkin akan tertawa jika aku mengatakannya)"

Krisan menulis lirik lagu seperti yang diucapkannya. "Bagaimana kalau—”

“Siapa orang yang kau maksud akan tertawa itu, huh?” tanya Masamune usai bangkit dari acara terpelesetnya tadi.

“Uh, Ma-samune-sama...” kata Krisan terkejut akan kedatangan pujaan hatinya yang tiba-tiba. Pertanyaan Masamune kepadanya tadi juga membuatnya tak bernapas selama beberapa detik lamanya.

“Tadi kau bilang kalau kau menyukai seseorang.” ucap Masamune melangkah mendekati Krisan sambil mengayun-ayunkan pedang yang dibawanya.

"I-Iya sih, tapi..." sang korban berusaha mundur teratur takut-takut pujaan hatinya secara tak sengaja menancapkan pedang tepat ke jantungnya.

"Tapi apa?" tanya Masamune terlihat tak sabaran.

Aku penasaran siapa pria yang disukainya saat ini?, batin Masamune.

"Se-Sebenarnya itu tidak benar!”

"Hah?" terpampang jelas wajah melongo pemimpin klan Date dikedua bola mata Krisan.

“Itu...aku ada menciptakan lagu untuk festival kembang api nanti malam!"

“Festival kembang api?”

“I-Iya.”

“Nanti malam?”

“Anda...Anda tidak tahu nanti malam ada festival kembang api?”

Mereka saling berpantun tanya jawab tanpa henti. Kening Krisan mengkerut keras melihat Masamune termangu memikirkan festival kembang api. Ada sedikit perasaan kecewa pada diri Krisan saat pujaan hatinya nampak tidak mempercayai kata-katanya, terbukti dari Masamune bertanya pada tangan kanannya saat Koujiro melangkah pergi keluar entah menuju ke mana.

“Koujiro!”

“Ya, Masamune-sama?”

“Nanti malam ada festival kembang api?”

“Ya. Sebagian penduduk sudah saya perintahkan untuk mempersiapkan keperluan festival kembang api di balai desa sedangkan sebagiannya lagi dibantu anak buah yang lain saya perintahkan membersihkan sisa-sisa kebakaran di lahan sawah milik Pak Oda.” Masamune mengangguk mengerti.

"Nanti malam saya akan pergi menonton di balai desa. Apakah Anda ingin pergi bersama kami?”

“Kami?”

“Aku ikut bersama Koujiro-san.”

“?!”

“Sekalian numpang nyanyi disana, boleh, kan?” tanya Krisan meminta persetujuan dari pemilik tuan tanah.

“Ya, kalian saja yang pergi.”

“Tapi—”

“Permisi.” pamit Koujiro pergi meninggalkan mereka berdua.

“Anda serius?”

“Apa?”

“Tidak pergi menonton festival kembang api?!” jerit Krisan tak menyangka pujaan hatinya tidak akan menghadiri festival yang baginya penuh dengan romansa percintaan. Masamune membalikkan tubuhnya, tak ingin wanita berjari lentik itu melihat ekspresi dinginnya.

“Aku tidak suka ke acara seperti itu.”

“Kenapa? Apa Anda memiliki masa lalu yang kelam?”

“Tidak. Hanya tidak suka saja.” Krisan geram mendengar alasan tak masuk akal pujaan hatinya itu.

“Jika Anda tidak suka, hari ini Anda harus memaksakan diri Anda untuk menyukai festival kembang api.”

“Hei hei! Apa yang kau—”

Karena perasaan takut itu sudah hilang ditelan bumi, tanpa ragu wanita berjari lentik itu mendorong tubuh pujaan hatinya sekuat tenaga dan membawanya pergi entah kemana.

Festival kembang api merupakan salah satu festival yang sangat ditunggu-tunggu oleh warga Jepang untuk dinikmati yang selalu diadakan sekali dalam setahun di musim panas. Festival ini menjadi festival favorit bagi kaum muda-mudi karena merupakan momen yang tepat untuk menyatakan cinta mereka dibawah terangnya bola api yang menyala berwarna-warni kepada orang yang dicintainya, begitu juga dengan Krisan.

Rencananya Krisan akan mengungkapkan perasaannya kepada pujaan hatinya melalui lagu yang baru dia ciptakan siang ini saat festival kembang api berlangsung.
Sebelumnya dia juga sempat mengajak Masamune pergi menuju balai desa untuk melihat persiapan festival kembang api nanti malam apakah ada kendala atau semua berjalan lancar sesuai rencana. Jika berterus terang, ini merupakan kali pertamanya Masamune datang mengecek secara langsung persiapan festival kembang api yang dipersiapkan oleh penduduk setempat. Biasanya dia akan menyuruh tangan kanannya untuk melakukan tugas ini. Hal ini tentu membuat orang-orang yang bertugas menyiapkan festival terheran-heran melihat kedatangan tamu tak diundang itu.

Tujuan Krisan mengajaknya ke tempat ini sepele, ingin menunjukkan hal-hal yang berbau festival kembang api mulai dari pemasangan tenda untuk penjual makanan ringan, permainan tradisional—lebih banyaknya ke makanan karena itu yang dicari oleh para pembeli—, persiapan untuk membuat rumah hantu dan sebagainya. Masamune mengakui jika dia tahu betul hal-hal kecil seperti itu pada Krisan padahal kenyataannya tidak sama sekali. Tanpa sadar lama-lama dirinya penasaran dengan festival kembang api yang dibuat oleh penduduknya.

Tak terasa sore harus menjemput mereka pulang untuk makan malam dan mempersiapkan diri menyambut festival kembang api yang sangat dinanti-nanti. Di kediaman Masamune, usai makan malam para penghuni sibuk membersihkan diri dan bersiap-siap pergi menuju balai desa karena tak ingin melewatkan satu pun bunga api yang akan terlepas di atas langit malam. Berbeda dengan para penghuni yang lain, sang tuan rumah nampak menggunakan yukatanya dan berlenggak-lenggok di lorong rumahnya. Masamune tak terlalu sibuk mempersiapkan dirinya untuk pergi menonton festival kembang api di balai desa, padahal dia sempat mengatakan pada Krisan jika dirinya akan ikut berpartisipasi tapi kenyataan berkata lain.

Ketika dirinya berlenggak-lenggok bak model di atas panggung, Masamune mendengar dari salah satu ruangan ada suara merdu seorang wanita. Otomatis tubuhnya terhipnotis melangkah maju mendekati asal suara, telinganya tak ingin berhenti mendengarkan suara merdu yang dia yakini pasti dari suara Krisan.

Oh my pretty pretty boy~

I love you like a never ever love no one before you~

Pretty pretty boy oh my, just tell me you love me too~"

Dia....apa dia akan membawakan lagu ini nanti?, tanya Masamune penasaran.

Ketika otaknya berkonsentrasi mendengarkan kelanjutan bernyanyi Krisan, sebelah telinganya mendengar ada suara langkah kaki dan suara berat segerombolan pria tengah mendekatinya.

“Aku akan menembaknya langsung!”

“Kau serius?”

“Memangnya kau berani menembaknya di depan banyak orang?”

“Memang itu rencanaku!”

“Bagaimana kalau kita taruhan? Jika kau gagal menembaknya, kau harus mentraktir kami makan.”

“Baik. Aku terima taruhanmu!”

“Tapi kau harus berhadapan dengan Ketua dan Koujiro-sama jika ingin merebut hati Krisan-sama.”

“Y-Ya..itu..."

Semakin langkah kaki dan suara mereka terdengar, semakin panik pula Masamune menghadapi situasi seperti ini. Ingin berlari kemanapun dia tak bisa karena lokasinya hanya memiliki jalur satu arah. Ingin bersembunyi di ruangan lain juga mustahil karena di lorong itu hanya ada satu kamar, yaitu kamar si wanita berjari lentik. Panik tak tahu harus bagaimana, Masamune nekat menerobos pintu pertahanan tanpa meminta ijin pada yang bersangkutan terlebih dahulu.

Greek!

“Hei! Apa yang—”

Greek! Bruuk!

Terdengar suara pintu dibanting dan benda terjatuh yang cukup keras hingga terdengar di gendang telinga segerombol pria tersebut.

“Suara apa itu?”

“Tidak tahu. Ingin memeriksanya?”

“Tidak usah! Kalau itu hantu bagaimana?”

“Mmpphh! Mmpphh!!”

Di dalam Krisan sudah berteriak meminta tolong saking terkejut dan takutnya pada orang yang kini berada di atas tubuhnya.

“Tuh, kau dengar? Sepertinya ada sesuatu di sekitar lorong ini.”

“Hei, ayolah! Jangan menakutiku!”

“Disini ada kamar Krisan-sama. Bagaimana kalau kita periksa?”

Masamune yang berada di dalam kamar Krisan makin panik saat mendengar salah seorang dari segerombol pria berencana ingin memeriksa kamar wanita berjari lentik ini.

“Sstt! Please, shut up, okay?” bisik Masamune sekecil angin berhembus di telinga Krisan. Wajah Krisan masih menampakkan wajah terkejut dan ketakutan. Dirinya masih belum menyadari siapa gerangan yang berada di atas tubuhnya.

"Ini aku, Masamune!"

Ma-Masamune-sama?

“Sudahlah, sebaiknya kita segera pergi dari sini sebelum festival kembang apinya dimulai.”
“Hm, baiklah kalau begitu.” segerombol pria itu pun akhirnya menjauhi kamar Krisan.

Penghuni yang berada di dalam—khususnya Masamune—bernapas lega mendengar langkah kaki dan suara berat mulai tak terdengar lagi.

Saat mata Masamune tak sengaja bertemu dengan si wanita berjari lentik, dilihatnya jika seluruh wajah Krisan berubah total menjadi warna merah tomat. Sebelah matanya juga sempat melirik ke bagian bawah dari wajah Krisan dan didapati jika kini si wanita berjari lentik tengah bertelanjang dada. Dengan waktu seperempat detik Masamune melompat dari atas tubuh Krisan, pergi menjauh dan membalikkan tubuhnya membelakangi Krisan.

“Ma-Ma-Maaf..A-A-Aku..”

Krisan tak membalas. Dibaliknya tubuhnya membelakangi pujaan hatinya masih dengan memasang wajah merona. Dirinya memang malu sebagian tubuhnya terekspos dengan jelas kepada orang lain tapi baginya, yang lebih memalukan lagi adalah apa yang ada disebagian tubuhnya yang cacat.

Dalam kesunyian malam Masamune mengutuki dirinya sendiri yang melakukan tindakan bodoh dan gilanya itu. Dirinya berharap tidak ada saksi mata yang melihat kejadian memalukan ini. Jika saja ada saksi mata bisa habis riwayat hidupnya. Otaknya juga sudah berusaha keras menghapus memori kotor yang tak sengaja dilihatnya tadi tapi tetap tidak berhasil. Tidak hanya tubuh indah milik Krisan saja yang diingatnya, ada juga hal lain yang mengganggu pikirannya. Seperti ada sesuatu disebagian tubuh indah milik wanita berjari lentik itu. Tanpa sadar mata kirinya sesekali melirik ke belakang ingin melihat lebih jelas sesuatu disebagian tubuh indah milik Krisan.

Aku tidak akan melihat yang lain. Aku hanya ingin melihat sesuatu itu. Ya, itu!

“Uh, ano...Ma-Masamune-sama.”

Seketika bulu kuduknya merinding saat mendengar namanya dipanggil secara halus oleh Krisan. Dalam hati Masamune berpikir harus bersikap seperti apa di depan wanita itu.

“Ehm. Ada apa?” tanyanya berlagak stay cool padahal jantungnya tengah berdetak cukup kencang.

“Ja-Jangan berpikir aku ingin menggoda Anda...” wajah dingin Masamune berubah warna, otaknya sudah dipenuhi 50 persen pikiran kotor.

“Aku...” ucap Krisan ragu. “Hanya ingin meminta tolong pada Anda.”

Hah? Minta tolong?

“Minta tolong apa?”

Krisan membalikkan tubuhnya begitu juga dengan Masamune hingga mereka saling berhadapan satu sama lain. Dari mata Krisan terpancar sinar sedih sendu ketika beradu pandang dengan pujaan hatinya. Ditutupinya dadanya dengan tangan kirinya sedang tangannya yang lain memegang benda berbentuk tabung berukuran kecil. Masamune menyipitkan mata elangnya mengamat-amati benda tabung berukuran kecil itu.

“Bisakah...Anda mengoleskan obat ini di punggungku?” Masamune mulai mendekati wanita berjari lentik yang menatapnya antara ragu dan takut.

“Tentu.” jawabnya cepat. “Berbaliklah.” dengan patuh Krisan mengikuti perintah pujaan hatinya itu.

“Tolong pelan-pelan, ya. Rasanya perih jika—akh!”

Seketika Masamune mendengar jika Krisan meringis kesakitan.

“Kenapa? Apa ada yang sakit?” tanyanya kembali panik melihat kedua mata Krisan mulai berair.

“To-long...olesnya...pelan-pelan...”ucap Krisan terbata-bata, tubuhnya masih bergulat dengan rasa sakit yang dirasakannya. “Rasanya...perih.”

“O-Oh! Maaf, aku akan lebih berhati-hati.” balas Masamune merasa bersalah karena tidak mendengarkan anjuran dari orang yang bersangkutan terlebih dahulu.

Kali ini dirinya bisa melihat dengan sangat jelas—apalagi postur tubuhnya yang tinggi—ada luka bakar disebagian tubuh Krisan sebelah kanan. Tidak hanya punggung tetapi juga dada, payudara, tangan, perut, paha, lutut, betis hingga kaki Krisan bagian kanan terkena luka bakar yang 80 persennya sangat parah di bagian belakang sedangkan di bagian depan 50 persen lumayan parah. Ada yang aneh dengan tubuh Krisan dimana telapak tangan dan bagian wajah kanan Krisan yang tidak terkena luka bakar alias normal seperti bagian tubuh sebelah kirinya.

“Ma-Maaf, Masamune-sama?”

“Ya?” suara parau Krisan membangunkan Masamune dari lamunannya.

“Anda...Anda tidak jijik dengan tubuhku, kan?”

Tak lama Krisan menyadari jika tubuhnya sejenak tak merasakan tangan kaku milik pujaan hatinya. Masamune terlalu tercengang mendengar pertanyaan yang menurutnya konyol dari wanita berjari lentik itu.

“Jijik? Untuk apa aku merasa jijik dengan luka bakar di tubuhmu.”

“Eh?” gantian Krisan yang tercengang.

“Pertanyaanmu konyol sekali.” kritik Masamune tajam.

“Ma-Masalahnya...”

“Hm?”

“Ada orang yang jijik dengan luka bakarku, makanya—”

“Kau menutupinya dengan memakai kimono, begitu?”

Krisan tak membalas perkataan pujaan hatinya yang tepat mengenai sasaran. Dengan menggunakan logika Masamune dapat memprediksi hal-hal disekitarnya.

“Kau tidak suka menggunakan kimono ya?”

“Da-Darimana Anda tahu?”

“Ck! Mudah saja.” jawabnya sombong. “Kimono yang kau pakai tidak seperti yang dipakai kebanyakan wanita. Kau memakainya asal-asalan, tidak ada rapi dan cantiknya sama sekali. Aku yakin kimono yang kau kenakan ini pasti cantik jika kau memakainya dengan benar.” tak yakin apakah itu pujian atau kritikan untuknya yang pasti wajah Krisan begitu lucu saat dirinya tersipu malu.

“Tapi, kalau boleh tahu...” Krisan menolehkan kepalanya kebelakang, menatap pujaan hatinya penasaran.

“Bagaimana bisa kau mendapat luka bakar separah ini?”

“?!”

“Jika kau tidak ingin menceritakannya tidak masalah!” buru-buru Masamune melanjutkan perkataannya agar tidak membuat wanita yang sedang diobatinya merasa tersinggung.

“Aku tidak memaksa—”

“Aku mendapat luka bakar ini saat berumur 7 tahun.” potong Krisan memulai ceritanya.

Malam itu merupakan mimpi buruk bagi Krisan dimana dia harus menerima kenyataan pahit jika orang tuanya meninggal akibat kebakaran dan rumah miliknya yang dilahap oleh si jago merah. Tidak ada yang tahu pasti darimana asal muasal si jago merah itu hanya yang diingat olehnya, ayah Krisan berusaha membangunkannya dari tidur nyenyaknya dengan wajah panik.

Ketika Krisan membuka kedua matanya, dia mendapati jika seluruh kamarnya sudah bercahaya terang bercampur rasa panas yang sangat memekakkan tubuh. Krisan juga dapat mendengar batuk keras tak tertahankan terus dikeluarkan sang bunda karena sudah mulai kehabisan napas.

"Krisan-chan, ayo segera keluar!" dengan wajah penuh tanda tanya Krisan mematuhi perintah ayahnya untuk segera menyelamatkan diri dari kobaran api yang mulai mengejar mereka bertiga dari belakang.

Krisan sempat terjatuh ke tanah sesampainya di luar rumah. Dengan tertatih-tatih dia bangkit berdiri menahan tangis karena menahan perih di kedua kakinya yang terluka ringan.

Perlahan Krisan merasakan ada yang aneh. Tidak dilihatnya kedua orang tuanya disekelilingnya. Ketika kepalanya menoleh kebelakang, Krisan baru menyadari jika orang tuanya tertinggal di dalam rumah.

"Ayah! Ibu!"

Tak memperdulikan rasa sakitnya lagi, Krisan berlari secepat kijang menerobos kabut hitam yang menyelimuti rumahnya dan berteriak layaknya orang gila di hutan memanggil kedua orang tuanya, sesekali menahan sesak akibat asap yang memenuhi rongga paru-parunya.

"Krisan-chan!"

"Ayah!"

Tak lama Krisan akhirnya menemukan sang ayah tengah terjebak di dalam kamar begitu pula ibunya yang sudah terbaring lemah dipelukan ayahnya.

"Ayah, Ibu, bertahanlah! Aku akan menyelamatkan kalian!" baru saja Krisan ingin menerobos kobaran api yang membatasi jarak mereka, ayah Krisan berteriak keras padanya.

"Lari, Krisan-chan! Lari!"

"Tapi ayah..." mata Krisan mulai berkaca-kaca.

"Jangan pikirkan kami! Selamatkan dirimu dan!"

"Tidak!" Krisan berteriak sekuat tenaga diiringi isak tangis yang membasahi pipinya. "Aku akan berusaha menyelamatkan kalian berdua! Jadi, bersabar-" ucap Krisan sambil mengangkat balok kayu yang menjadi penghalang barunya. "-lah! Uhuk! Uhuk!"

"Krisan-chan, ayah mohon..."

Brak!

Balok kayu yang diangkat Krisan akhirnya tersingkirkan juga, kini giliran si jago merah yang menjadi lawan berikutnya.

"Jika aku harus mati disini, aku tidak masalah...asal bisa menyelamatkan ayah dan ibu...!"

"Krisan...chan..."

Ditengah-tengah gemelutnya melawan si jago merah, Krisan mendengar jika ibunya memanggil namanya lemah.

"Ibu? Apa ibu tidak apa-apa? Ibu masih kuat, kan?!"

"Kri-san-chan...uhuk! Uhuk!" wajah ibu Krisan nampak putih keunguan, napasnya juga mulai tak teratur. Sang suami berusaha menyadarkan istri tercintanya, sesekali diberikannya napas buatan agar istrinya dapat bertahan lebih lama.

Melihat orang tuanya sudah berada diambang batas, Krisan makin mempercepat pergumulannya dengan si jago merah namun tanpa disadarinya si jago merah mempunyai akal busuk untuk dirinya. Kayu yang digunakan sebagai penyangga rumah tiba-tiba rubuh habis dilahap oleh si jago merah dan terjatuh tepat sasaran di bawah tubuh Krisan.

"Kri-san-chan..."

"Krisan-chan, awas!"

"Kyaaaaa!!!"

Bruukk!

Semua peringatan itu terlambat. Kayu yang rubuh itu berhasil mengenai tubuh Krisan hingga apinya menyebar ke sebagian tubuhnya.

"Krisan-chan! Krisan-chan, bertahanlah sayang! Ayah akan menolongmu!" teriak sang ayah berusaha keluar dari jeruji api yang dibuat oleh si jago merah.

"A-ayah...i-ibu..." Krisan merasakan jika sebagian tubuhnya terasa panas seperti air mendidih tapi yang dirasakannya tak begitu lama karena satu detik kemudian mata Krisan mulai tertutup rapat dan kedua telinganya tidak lagi mendengar suara kedua orang tuanya.

“Saat kuterbangun, ternyata aku berada di rumah seorang tabib yang selama itu mengobatiku.” cerita Krisan di wajahnya tak nampak tanda-tanda akan turun hujan membanjiri pipi putihnya.

“Berapa lama kau tidak sadarkan diri?” tanya Masamune diliputi rasa penasaran tingkat akut.

“Dua bulan. Tabib itu mengatakan aku sangat beruntung masih bisa hidup.”

“Orangtuamu?”

“Mereka menjadi abu bersama dengan rumahku. Para relawan hanya bisa menyelamatkanku, itupun ada yang meninggal karena aku.” Krisan menundukkan kepalanya sejenak. Kejadian beberapa tahun yang lalu kembali berputar di benaknya bagai film layar lebar yang diputar di gedung bioskop.

“Tapi, mujizat sekali ya.”

“Uh?”

“Hanya wajah dan telapak tanganmu bagian kanan yang tidak terbakar sama sekali.” senyuman kecil yang terlihat di wajah Krisan membuat Masamune kebingungan.

Apanya yang lucu? Itu benar, kan?"

“Tidak hanya ini saja.” jari telunjuk Krisan yang lentik mengarah ke sudut ruangan, menunjukkan sebuah gitar yang tersender di dinding kamar sedang jari tangannya yang lain menunjuk ke arah kimono yang dipakainya.

“Gitar dan kimono yang aku pakai ini juga merupakan mujizat, lho!”

“Oh ya?” Masamune nampak terkejut sekaligus tak percaya mendengarnya. “Kedua benda itu juga tidak ikut terbakar?” Krisan mengangguk mantap.

"Aku tak yakin apakah orangtuaku yang menjaganya hingga tidak ikut termakan api. Terlebih lagi kedua benda ini merupakan benda peninggalan kedua orangtuaku.” senyum Krisan makin terlihat jelas memandangi gitar dan kimono miliknya secara bergantian.

“Ayahku sangat suka dan pintar bermain gitar. Ibuku pintar dalam hal menjahit pakaian dan suka bernyanyi. Itu menjadi suatu kebanggaan bagiku karena diturunkan bakat hebat mereka.”

“Kimono ini yang jahit ibumu?” tanya Masamune menerawang tiap detail kimono yang dikenakan Krisan.

“Iya. Namun sayangnya, dia harus mempunyai anak yang tak suka mengenakan kimono sepertiku.” sambung Krisan sedih. “Dia pasti sangat kecewa padaku karena tidak memakai karya hasil tangannya dengan baik dan benar.”

Krisan bukannya tidak suka akan hasil jahitan tangan kimono ibunya—dia sendiri mengakui betapa cantiknya kimono buatan ibunya itu—melainkan cara memakai kimono itu yang tidak disukainya karena baginya itu sangat merepotkan.

Mendapat berkah di waktu yang kepepet dari sorga, Masamune tersenyum kecil layaknya iblis yang siap menjatuhkan buruannya ke dalam api neraka.

“Kalau begitu...”

Plok!

“Akh!” Krisan meringis kesakitan mendapat pukulan cukup keras dari pujaan hatinya di bagian punggungnya yang terluka.

“Sakit tahu, Masamu—”

“Sekarang kita gantian.”

“Gantian? Gantian apa?” tanya Krisan linglung.

Masamune bangkit berdiri, berbalik badan, berjalan menuju pintu kamar milik Krisan dan membukanya.

Greek!

“Tadi kau memaksaku untuk melakukan hal yang tidak kusuka, sekarang giliranku yang memaksamu.”

Oh, tidak! Firasatku buruk mengenai hal ini!

“Jika kau ingin aku pergi menonton festival kembang api, kau harus pergi dengan menggunakan kimono buatan ibumu dengan pakaian utuh tidak setengah seperti biasanya.” dibenaknya Masamune membayangkan wajah kalah si wanita berjari lentik ini.

“Ta-tapi—”

“Aku dan Koujiro akan menunggumu di luar.”

“Masamune—”

Greek!

Terdengar suara pintu ditutup.

Tak ada pilihan lain, mau tak mau dirinya harus menuruti persyaratan Masamune agar pujaan hatinya datang dan dia dapat melaksanakan aksinya sesuai rencana.

“Huh, merepotkan sekali.” keluhnya kesal.

“Ibu...” panggil Krisan pasrah. “Bantu aku memakaikan kimono ini dari sorga, ya!" pintanya memelas dan mulai berkutat dengan kimono cantik buatan tangan ibunya.

 

Di luar kediaman klan Date...

“Tidak biasanya Anda ikut festival kembang api, Masamune-sama.” ucap Koujiro membuka perbincangan ditengah malam yang mulai menusuk daging sembari menunggu Krisan yang keluar dari kediaman klan Date.

“Aku ada membuat persyaratan dengan Krisan.” jawaban tuannya membuat Koujiro tertarik untuk mendengarnya.

“Persyaratan?”

“Ck! Kau akan tahu setelah melihatnya.” Koujiro mengerutkan keningnya tak mengerti akan maksud pernyataan tuannya itu.

“Maaf..membuat kalian-duh ribet sekali..” ucap Krisan yang keluar dari pintu depan kediaman klan Date sembari mengangkat sedikit kain kimono bagian bawah yang dikenakannya. Sontak kedua pria yang menunggunya di luar segera menolehkan kepala mereka ke asal suara.

“Menunggu lama, hehehe!" sambung Krisan cengengesan sesampainya di hadapan Masamune dan Koujiro.

Betapa terkejutnya mata mereka saat melihat penampilan wanita berjari lentik ini yang mengenakan kimono utuh berwarna keunguan bercorak bunga krisan yang berwarna putih bercampur merah muda di bagian depan dan belakang kimono dan rambutnya yang diurai menampilkan kilau lebatnya rambut Krisan yang panjangnya sepunggung. Krisan jadi salah tingkah dipandang menerawang tak percaya dengan mulut sedikit menganga dari kedua pria di depannya.

“A-apa aku terlihat aneh?”

“Ti-tidak, kau—”

“Ya, kau terlihat aneh.” perkataan Masamune menjadi pusat perhatian mereka berdua. Buru-buru dirinya membalikkan badan tak ingin ditatap tajam terutama oleh tangan kanannya.

Apa yang barusan kau katakan, dasar bodoh!, umpat Masamune menyesal.

“Sebaiknya kita pergi. Orang-orang pasti sudah banyak yang berkumpul di balai desa.” sergah Koujiro segera mengalihkan perhatian.
Akhirnya mereka bertiga pergi menuju balai desa, menyusul penduduk setempat yang sudah memadati tempat kecil di Desa Oushuu itu.

                                   **********

“Itu benar Masamune-sama?”

“Iya, itu benar! Lihat saja pakaiannya yang berwarna biru itu.”

“Katakura-sama kenapa makin tampan aja sih?!”

“Yang pakai kimono corak bunga krisan itu siapa?” tanya Si Gendut pada ketiga temannya.

“Krisan-sama, gak?” tanya Si Tikus ragu.

“Dia lho, gak pakai kimono corak bunga krisan kayak gitu!" balas Si Preman yakin.

“Terus, siapa lagi coba wanita di Desa Oushuu yang menggendong gitar kemanapun dia pergi?” bantah Si Megane menolak pendapat Si Preman.

Selama di perjalanan sampai akhirnya tiba di balai desa, dua sejoli yakni Krisan dan Masamune menjadi pusat perhatian penduduk Desa Oushuu. Tentu mereka akan memasang wajah tidak percaya melihat penampilan Krisan yang kali ini berbeda dan kedatangan pemimpin klan Date yang baru kali ini hadir menonton festival kembang api bersama dengan mereka. Yang menjadi pusat perhatian ada yang malu-malu kucing dan ada juga yang masa bodoh—dari luar.

Saat ini Masamune terlalu banyak pikiran. Dirinya memikirkan betapa mengganggunya tatapan heran dan terkejut dari penduduknya, betapa takjubnya dirinya akan suasana festival kembang api di tempatnya yang begitu meriah dan indah hasil dari buah tangan penduduknya dan betapa bingungnya dia tiap kali berada disamping tamu istimewanya ini. Diantara ketiganya yang paling mengusik adalah nomor tiga. Kadang sikapnya salah tingkah, kadang kikuk, kadang senang, kadang emosi—jika melihat Krisan asyik mengobrol dengan tangan kanannya—seluruh tubuh dan pikirannya seperti bertolak belakang tak satupun dari anggotanya yang mau bekerja sama satu sama lain.

Aneh. Aku kenapa, sih?, batinnya heran. Jangan bilang setelah melihatnya tampil beda aku jadi jatuh hati padanya. Awas saja jika itu benar!, ancamnya pada diri sendiri.

“Krisan-san!”

“Iya?”

Sejenak pikirannya teralihkan ketika mendengar si wanita berjari letik tengah berbicara dengan salah satu penduduknya.

“Malam ini kau cantik sekali!"

“Ah, tidak kok! Kalau kimononya yang cantik itu benar!"

Benar! Kimononya yang cantik bukan orangnya.

“Ih, jangan berkata seperti itu.” Krisan tertawa geli membalasnya.

“Oh iya, kapan kau akan bernyanyi untuk kami?”

“Saat kembang apinya dinyalakan.” jawab Krisan santai.

“Tapi kami semua sudah tidak sabar menunggu penampilanmu!" sambung orang itu tak sabar.

“Lebih baik kau bernyanyi sekarang saja.”

“Hm, bagaimana ya...”

“Ayolah, Krisan-san!” bujuk orang itu lagi.

“Coba bayangkan, saat kau selesai bernyanyi kembang apinya sudah menyala dan terbang menari-nari di langit. Itu pasti akan menjadi momen yang sangat indah antara suara, permainan gitar dan latar belakangmu yang dihiasi kembang api. Pasti indah, kan?”

Krisan nampak berpikir sejenak.”Iya juga, sih...”

“Yang dikatakannya benar.” tiba-tiba suara khas Masamune terdengar menggema.

“Tadi kau bilang ada menciptakan lagu baru untuk dinyanyikan di malam ini. Kenapa tidak sekarang kau menyanyikannya untuk kami?” pancing Masamune tersenyum menggoda ke arah wanita berjari lentik itu. Krisan sendiri sudah memberi kode melalui matanya agar tidak membicarakan hal itu tapi pujaan hatinya makin sengaja melakukannya.

“Kau ada menciptakan lagu baru?” tanya orang itu berteriak heboh membuat orang-orang disekitar menolehkan kepala menuju asal suara.

“I-iya—”

“Kalau begitu coba nyanyikan!”

“Uh?”

“Kami ingin mendengarnya!”

Beberapa penduduk sudah mulai menyuarakan pendapatnya, memaksa Krisan untuk segera bernyanyi. Koujiro tak terlalu ambil pusing, dia membiarkan Krisan mengambil pilihan yang tepat sedang Masamune yang kelewat senang menjahili tamu istimewanya, dia mengambil gitar milik Krisan, menyerahkannya kepada sang pemilik dan berpesan sebelum akhirnya menonton pertunjukan wanita berjari lentik itu dari jauh.

“Jika kau benar-benar mencintaiku, tunjukkan rasa cintamu padaku dengan menyanyikan lagu barumu itu.”

Di-dia...darimana...

Ketika Krisan menolehkan kepalanya ke arah Koujiro, yang ditatap hanya membalas dengan anggukkan kepala entah apa maksud dari anggukkan kepalanya itu.

Fiuh! Baiklah, akan kubuktikan!

Semua penonton begitu antusias menyambut penampilan Krisan ketika dirinya melangkah menuju ke tengah-tengah balai desa, berdiri dengan kokoh dan menunjukkan senyum sumringahnya. Para penonton segera melingkari Krisan yang berada di tengah-tengah balai desa, tak sabar ingin terhipnotis dengan suara dan permainan hebat darinya. 

Tanpa banyak bicara lagi, tanpa kata sambutan atau pembukaan atau sejenisnya, Krisan mulai memetik senar gitarnya mengalunkan nada-nada merdu yang enak didengar.

"Kimi ga suki da to kizuitan da~

Sonna kotto ittara warau kana~

Atarimae ni mitsumete iru sono egao ga daisuki da yo~

 

Kimi ga suki da to kizuitan da~

Ima wa mada sukoshi nare nai kedo~

Atarimae ni omotte ita kimi ga dare yori mo daiji na hito da yo~"

Sama seperti waktu pertama kali Krisan bernyanyi, tatapan matanya terus tertuju pada pujaan hatinya. Dia seperti ini bukan karena mematuhi perintah Masamune melainkan ingin menunjukkan pada pujaan hatinya bahwa inilah bukti cintanya dengan menyisipkan kata di lirik lagunya sekalipun pujaan hatinya tidak percaya bahkan menertawakannya, dia tetap akan mencintai Masamune apapun itu alasannya.

Awalnya penduduk desa mengira jika yang ditatapnya mati-matian adalah Koujiro tapi ketika diperhatikan Koujiro tengah berdiri dengan wibawa tepat di belakang Krisan sedangkan yang berdiri tepat di depannya adalah sang pemimpin klan Date. Semua orang tak percaya jika tatapan cinta Krisan itu ditujukkan untuk pemimpin mereka, bukan untuk tangan kanannya.

“Tidak mungkin...” bisik Si Megane serasa bermimpi.

“I-itu benar...” Si Preman tak henti-hentinya menunjuk Krisan dan tuannya secara bergantian.

“Krisan-sama menatap Ketua!”

“Bagaimana dengan Katakura-sama?” tanya Si Gendut prihatin. Si Tikus memperhatikan tulang wajah tangan kanan tuannya itu dengan cermat.

“Tidak apa. Dia bahkan nampak tersenyum.”

“Krisan-san tidak menusuk Katakura-sama dari belakang kan?”

“Mungkin selama ini kita yang salah mengartikan tatapan mata Krisan-san.”

“Bagaimana dengan Masamune-sama?”

“Dia hanya mematung, tak bergerak sama sekali.”

“Pasti dia kaget sekali mengetahui Krisan-san mencintainya.”

“Mungkin saja.”

"Kimi no koto ga daisukidayo~"

Ciiiiiittt! Duuaaarrr!!! Ciiiiittt! Duuaaarrr!!!

Bersamaan dengan berakhirnya petikan senar gitar milik Krisan, bunga api yang ditunggu-tunggu oleh semua orang akhirnya menampakkan hidungnya juga. Pandangan para penonton langsung teralihkan oleh warna-warni kembang api yang menghiasi langit malam di musim panas ini. Semua orang nampak menikmati indahnya festival kembang api yang sangat meriah apalagi dengan kedatangan si wanita berjari lentik itu, terkecuali bagi Masamune sendiri. Matanya tak mau lepas dari tubuh kurus tertutup kimono bercorak bunga krisan milik wanita berjari lentik itu. Entah apa yang dipikirkannya tidak ada yang tahu namun sayangnya tidak ada yang menyadari jika malam itu merupakan hari terakhir Masamune melihat senyum bahagia yang mengembang di wajah cantik milik Krisan.

                                          **********

Keesokan harinya   

“Masamune-sama! Ini gawat!” teriak Si Tikus berlari terbirit-birit mencari tuannya di kediaman klan Date.

"Ada masalah, Masamune-sama! Katakura-sama! Tolong! To—”

Braak!

Terdengar bunyi pintu kamar yang dibanting cukup keras, sukses membuat siapapun yang mendengarnya menjadi jantungan.

“Berisik sekali!” kata Masamune baru keluar dari kamarnya dengan penampilan rambut berantakan.

“Masamune-sama—”

“Ada apa?” potongnya malas.

“Ada keributan apa ini?”

“Apa yang terjadi?”

Masing-masing dari arah lorong yang berlawanan muncul Koujiro dengan sebilah pedang kayu di tangan kanannya dan Krisan dengan celemek kotak-kotak menempel di tubuhnya. Masamune membalas menunjuk Si Tikus dengan dagunya sebagai jawaban atas pertanyaan Koujiro dan Krisan. Kini, semua mata tertuju pada Si Tikus.

“Begini, terjadi-terjadi sesuatu yang gawat!”

“Iya, yang gawat itu apa?” tanya Krisan tak sabar mewakili yang lain.

“I-itu...klan Kira datang membawa satu batalion prajuritnya!”

“Apa?!”

“Klan Kira?” teriak Masamune, Koujiro dan Krisan tak percaya.

“I-itu benar! Sekarang mereka ada di depan pintu gerbang desa kita!”

"Gosipnya sih, Krisan-sama sedang diincar."

"Tidak ada yang tahu pasti kenapa dia diincar dan siapa yang mengincarnya."

Berarti klan Kira yang mengincar Krisan, pikir Masamune yakin. Tapi apa hubungannya Krisan dengan klan Kira?

Oh, tidak! Mereka sudah bergerak mencariku!, batin Krisan berkeringat dingin. Aku harus bagaimana?!

“Koujiro!” panggil Masamune galak. “Bawa dan sembunyikan Krisan di suatu tempat. Setelah itu segeralah kembali. Aku masih membutuhkanmu.” perintahnya mulai memberikan aba-aba kepada anak buahnya.

“Dan kau!” tunjuknya pada Si Tikus yang berdiri ketakutan. “Jangan izinkan mereka masuk. Biar aku yang menyambut kedatangan mereka.”

“Si-siap, laksanakan!” Si Tikus lalu pergi ke pintu gerbang desa memberitahukan perintah tuannya sedang Masamune sendiri kembali masuk ke kamarnya untuk berbenah diri.

“Ayo, kita pergi.” ucap Koujiro membangunkan Krisan dari pikiran kalutnya. Walau dirinya tak tahu akan dibawa pergi kemana, Krisan tetap mengikuti langkah kaki Koujiro yang lebar.

Aku harap semua baik-baik saja, doanya pada Yang Maha Kuasa.

“Mau sampai kapan Sakamoto-sama dibuat menunggu, huh?!” teriakan salah seorang anak buah Sakamoto kepada pengawal pintu masuk Desa Oushuu dihentikan langsung oleh tuannya sendiri.

“Hei, jangan bersikap kasar kepada tuan rumah. Kita kan, sedang bertamu disini.” kata Sakamoto memberi pengertian kepada anak buahnya tadi.

Kedatangan Sakamoto dengan membawa satu batalion prajuritnya begitu menggemparkan seluruh penduduk Desa Oushuu ditambah kedatangan mereka dengan tangan kosong alias tanpa senjata tajam. Dan sepanjang sejarah Desa Oushuu, baru klan Kira saja yang berani datang bertamu dengan membawa satu batalion prajurit mereka.

“Oh iya, bisakah kalian memanggil kembali Tokuganryu kemari? Seharunya tuan rumah tidak—”

Sorry, I'm late!

Tak lama kemudian muncullah tuan rumah yang dinanti-nanti. Dengan santai Masamune melangkahkan kakinya keluar pintu gerbang diikuti oleh Koujiro di belakangnya. Dari kejauhan terlintas senyuman sinis terpancar di wajah Sakamoto.
“Ohayou gozaimasu, Tokuganryu.” sapa Sakamoto memainkan aktingnya.

Good morning.

“Perkenalkan, saya Kira Sakamoto dari klan Kira.” balas Sakamoto mulai memperkenalkan dirinya.

“Dia itu kan—”

“Sakamoto, Si Raja Ibilis. Kekuatannya setara dengan pemimpin Desa Kai, Takeda Shingen dan Bishamon (Dewa Perang), Shimura Kenshin.” bisik Koujiro membenarkan dugaan tuannya.

“Dan disamping saya...” tunjuk Sakamoto pada bawahan yang berdiri disampingnya.

“Saya Oboro. Salam kenal.”

Oboro, ya? Jadi dia sudah mencari pengganti dari tangan kanan sebelumnya, Tamura yusuke, batin Koujiro tidak hanya memperhatikan Sakamoto dan Oboro, dia juga memperhatikan dengan teliti satu batalion prajurit yang berbaris rapi dibelakang pemimpin mereka.

“Tidak bagus jika orang terhormat seperti kalian diperlakukan kurang ajar oleh tuan rumah.” sindir Masamune hampir membangkitkan emosi kejiwaan Sakamoto sebelum akhirnya berhasil dipadamkan oleh Oboro.

“Kami akan merasa senang jika kalian singgah di gubuk kami yang sederhana ini.” lanjut Masamune merendah.

“Ah, jangan berkata seperti itu! Kami sudah sangat bersyukur disambut dengan ramah seperti ini.”

“Walau telat.” sambung Oboro datar yang dibalas tatapan tajam oleh beberapa anak buah Masamune.

Sang pemimpin sebenarnya ingin marah tapi emosinya dia redam sendiri karena dirinya sadar sedang berhadapan dengan siapa. Jika menyerang tanpa perencanaan yang matang, Masamune dan penduduk Desa Oushuu bisa remuk dengan sekali genggaman di tangan raksasa milik Sakamoto.

“Mari, kuantar kalian ke dalam.” Koujiro memandu kedua tamu tak diundang itu ke dalam sedangkan satu batalion prajurit milik Sakamoto dibiarkan di luar pintu gerbang desa.

“Bagaimana dengan Krisan?” tanya Masamune berbisik kepada Si Megane yang berdiri di belakangnya mengekori Sakamoto dan Oboro yang dibawa Koujiro ke tempat pertemuan.

“Kami sudah mengurusnya. Krisan-sama sudah aman. Jadi Anda tenang saja!” balas Si Megane yakin.

Dalam perjalanannya menuju ke tempat pertemun yang sudah dipersiapkannya, Masamune hanya bisa berdoa dalam kegugupannya.

Semoga saja begitu.

 

Sesampainya di tempat tujuan, rasanya Sakamoto ingin sekali meremukkan tulang si tuan rumah menjadi serbuk dan ditebar di samudera yang begitu luas. Siapapun orang yang bertamu pasti tidak akan suka dan merasa tidak nyaman jika tempat bertamu mereka di sebuah gubuk yang sudah reot, terbuat dari kayu serta atapnya dari tumpukan jerami, lantainya masih terbuat dari semen, tempatnya dihiasi dengan tumpukan jerami dan dihuni oleh beberapa macam hewan mamalia berkaki empat ditambah baunya juga tidak terlalu sedap jika berlama-lama disana.

“Maaf ya, gubuk kami nampak reot. Maklum, kami belum merenovasinya.” Masamune membuka pembicaraan.

“Orang ini...kukira kata-katanya tadi hanya kiasan belaka, rupanya dia benar-benar membawa kita ke tempat ini.” kritik Sakamoto pelan mengadu pada Oboro.

“Bertahanlah. Setelah kita berhasil mendapatkan Krisan, Anda bisa berbuat sesuka hati Anda kepada Tokuganryu.” balas Oboro tenang.

“Silahkan dinikmati tehnya.” Koujiro menyodorkan dua cangkir teh panas kepada Sakamoto dan Oboro.

Ketika Sakamoto mengambil secangkir teh buatan Koujiro, indra penciumannya menghirup ada bau wangi dari secangkir teh yang dipegangnya. Sejenak semua penat, emosi dan amarahnya hilang dalam sekejap.

“Jadi, langsung ke intinya saja. Ada perlu apa kalian datang kemari?”

“Kami dengar jika Krisan tinggal di tempat Anda, Tokuganryu.” kata Oboro datar. Keringat dingin perlahan mengalir di pelipis Masamune dan Koujiro. “Karena kami ada urusan dengannya kami langsung datang untuk menjemputnya.”

“Tapi maaf saja...” jawab Masamune berusaha bersikap tenang. “Orang yang kalian cari tidak ada disini.”

“?!”

“Apa maksud Anda tidak ada disini?”
“Krisan memang pernah tinggal disini,” Koujiro menyambung pernyataan tuannya. “tapi itu seminggu yang lalu. Sekarang dia tidak tinggal disini lagi.” Oboro menyeruput sedikit teh buatan Koujiro sebelum akhirnya menjawab.

“Jika Tokuganryu tidak keberatan, izinkan kami untuk menggeledah desa ini untuk membuktikan apakah perkataan kalian benar atau tidak.”

“Apa?!”

“Apa klan Kira tidak mempercayai klan Date?”

“Bukannya kami tidak percaya,” jawab Sakamoto membuang suaranya. “kami hanya ingin memastikannya saja.”

“Jika kalian tidak keberatan harusnya tidak masalah jika prajurit kami menggeledah desa ini.” jelas Oboro nampak santai meladeni tanggapan pemilik tuan rumah yang terlihat pucat.

Selama mereka tidak ada memeriksa kediamanku, Krisan akan aman.

“Masamune-sama...” wajah Koujiro terlihat ragu.

“Tenang saja.” ucap Masamune pelan. “Baiklah, kalian kuizinkan untuk memeriksa desa kami.” jawaban tak terduga yang keluar dari mulut Masamune berhasil membuat mata sipit Oboro terbelalak kaget.

Dia seyakin itu?, batinnya mulai menciut. Jika yang dikatakannya benar, klan Kira bisa mati kutu dibuatnya!

“Suruh prajurit yang berada di luar untuk masuk dan langsung menjalankan tugasnya. Jangan sampai ada satupun yang terlewatkan!" perintah Sakamoto yang langsung dijalankan oleh anak buahnya.

“Kau baik-baik saja kan, Tuan Mata Kucing?”

“Uh?” Masamune mendapati jika tangan kanan Oboro bergetar cukup hebat. Sekuat tenaga Oboro menenangkan dirinya dari rasa panik yang sedang melandanya.

“Oboro?” tanya tuannya bingung. Dari bola mata kucing miliknya Oboro bisa melihat senyum meledek terpancar di wajah musuhnya.

Sial! Awas saja kau, Tokuganryu!

“Tidak, jangan pedulikan saya.” jawab Oboro cepat.

Selama setengah jam lamanya satu batalion prajurit milik Sakamoto menggeledah Desa Oushuu mulai dari rumah-rumah penduduk, lahan pertanian dan perkebunan, balai desa, kandang hewan milik penduduk, perairan sawah dan sungai hingga selokan mereka cari di tiap sudut ruangan, namun hasilnya tak kunjung memuaskan.

Selama proses penggeledahan masih berlangsung perasaan yang dilanda Masamune beragam antara takut, gelisah dan khawatir. Pasalnya dia tidak tahu dimana Koujiro menyembunyikan Krisan. Duganya, tangan kanannya menyembunyikan Krisan di kediamannya, tepatnya di langit atap. Makanya dia sedikit lega melihat anak buah tamunya tidak ada yang menyelidiki kediamannya.

“Sakamoto-sama!” panggil anak buah Sakamoto ingin memberi laporan.

“Bagaimana? Kalian menemukannya?” tanya tuannya harap-harap cemas.

“Ma-maaf, Sakamoto-sama. Ka-kami..tidak menemukannya.” balas anak buah Sakamoto ketakutan. Senyum kemenangan tergambar di wajah Masamune.

“Sudah kami bilang jika orang yang kalian cari tidak ada, masih saja—”

“Belum.” potong Oboro melupakan sesuatu.

“Ada satu tempat yang belum diperiksa oleh anak buah kami.” Oboro menoleh menatap sang tuan rumah dengan sengit. “Kediaman Tokuganryu.”

“Cih!” Masamune memalingkan wajahnya, mengutuki dewa karena mengingatkan salah satu hal yang terlupakan oleh pihak musuh. Melihat hal itu Oboro jadi yakin jika sang target berada disana.

“Jadi, bagaimana?” tanyanya berlagak sombong. “Apa Anda mengizinkan anak buah kami untuk memeriksa kediaman Anda?”

“Kami mengizinkan.” jawab Koujiro yang mendapat tatapan bengis dari tuannya.

“Kou..ji..ro...!”

“Kalian sudah dengar? Cepat periksa kediaman Touganryu. Jangan sampai lupa untuk memeriksa di setiap sudut ruangan!” perintah Oboro mengambil alih kemudi. Masamune hanya bisa pasrah dan mempercayai sepenuhnya nyawa Krisan di tangan kanannya.

Sembari menunggu anak buahnya menggeledah kediaman Masamune, Sakamoto dan Oboro beranjak pergi keluar menunggu anak buahnya di depan pintu gerbang Desa Oushuu menanti kabar gembira untuk dibawa pulang.

30 menit kemudian....

“Sakamoto-sama! Oboro-sama!” kedua lelaki itu segera menoleh ketika nama mereka dipanggil.

Masamune dan Koujiro yang berada disana diam-diam berusaha menguping pembicaraan tamu mereka dari jarak yang tidak terlalu jauh.

“Bagaimana? Krisan berhasil ditemukan?” tanya Sakamoto penasaran.

“Maaf! Kami benar-benar minta maaf!”ucap anak buah Sakamoto memulai pembicaraan.

“Kami sudah memeriksa di setiap sudut ruangan bahkan sudah tiga kali kami periksa ulang tapi tetap dia tidak ada.”

“Apa katamu?!” emosi Sakamoto mulai mencuat di atas permukaan.

“Apa kalian sudah memeriksanya di langit-langit atap?” tanya Oboro terlihat curiga. Dirinya merasa ada yang aneh dengan ini semua.

“Kami sudah memeriksanya disana, tapi kami tidak juga menemukan Krisan-sama.”

“Aneh.” kata Koujiro tak habis pikir.

“Koujiro, apa kau yakin ada menyembunyikan Krisan disana?”

“Ya, saya sangat yakin. Tapi kenapa Krisan bisa tidak ada disana?”

Bagus! Sekarang kau ada dimana, Bunga Krisan sialan?!

“Maafkan kami,”

“?!”

“sudah membuat kalian kerepotan akan kedatangan kami yang mendadak ini.”ucap Oboro kepada Masamune dan Koujiro yang sedang dilanda kekhawatiran stadium tiga.

“Makanya, lain kali jika ingin bertamu kirim surat dulu supaya tidak merepotkan si tuan rumah! " sindir Masamune membalaskan dendamnya kepada Oboro. Lama-lama Oboro jadi naik pitam berhadapan dengan Tokuganryu. Untung saja ada Sakamoto yang berhasil meredakan amarahnya.

“Berhadapan dengannya harus mempersiapkan kesabaran ekstra. Aku mengerti perasaanmu karena aku juga demikian. Kau sendiri juga menyuruhku untuk tetap tenang, kan?”

Dasar Tokuganryu sialan! Jika ada kesempatan akan kuhabisi kau!

“Ehm,” Oboro berdeham. “Jika klan Date tidak keberatan kami atas nama klan Kira ingin meminta kerjasama dengan klan Date.”

“Kerjasama?” tanya Koujiro mengerutkan kening tak mengerti.

“Iya. Jika Krisan kembali lagi ke desa ini, tolong segera bawa dia ke tempat kami. Sebagai gantinya klan Kira akan—”

“Cih! Jika dia kembali lagi untuk apa kami harus repot-repot membawa dia pada kalian? Memangnya Krisan milik kalian, bukan kan?” potong Masamune tak menyetujui kerjasama yang dinyatakan dari pihak musuh.

“Krisan juga bukan milik klan Date, kan?” Oboro membalikkan pernyataan Masamune yang mendapat pelototan setajam gigi hiu.

“Klan Kira ada urusan dengannya jadi kami harus menanggilnya ke tempat kami sedangkan klan Date, memangnya kalian juga punya urusan dengannya?” baru saja Koujiro ingin membuka mulut, Oboro kembali melanjutkan perkataannya.

“Ah, benar juga! Kalian menahan Krisan disini untuk kepentingan klan Da—oh bukan—untuk kepentingan Anda sendiri, benar begitu Tokuganryu?” Masamune tak menjawab. Dia sedang berusaha mengatur emosinya dan meluapkannya di kedua tangannya yang dia kepal cukup kuat.

“Apa yang kalian—tidak—apa yang kau ketahui tentangku dan klanku?”

“Banyak hal.” jawab Oboro mengedarkan pandangan kesekelilingnya.

Saat pandangannya diedarkan, mata kucingnya menangkap sesuatu yang aneh, bergerak-gerak di balik semak-semak belukar dekat pintu gerbang Desa Oushuu.

Hewankah? Atau...

Tak lama seringai iblis tampak menghiasi wajah kakunya itu.

“Aku bahkan tahu hubungan asmara antara Anda dengan dia.” pancing Oboro lebih percaya diri dari sebelumnya. Firasat Koujiro sudah berkata lain.

“Masamune-sama, jangan sampai Anda—”

“Kau itu penguntit, ya?” tanya Masamune tak tahan. “Sampai mengetahui hubunganku dengan—”
“Lebih baik aku dikatakan pria penguntit daripada dikatakan pria brengsek yang menyewakan wanitanya demi keuntungan pribadi.”

“Pria brengsek katamu...?” ulang Masamune geram.

“Masamune-sama, tolong tenangkan diri—”

“Iya. Pria macam apa yang rela melakukan hal keji seperti itu pada wanitanya sendiri?”

“Heh! Wanitanya sendiri katamu?”

Oboro menatap Masamune bingung. “Dia wanita Anda, kan?”

“Sejak kapan dia menjadi wanitaku?” Masamune tersenyum mengejek.

“Ah, aku mengerti.” Oboro mengangguk paham. “Jadi, selama ini dimata Anda, Krisan itu sebenarnya siapa?”

“Dia?” balas Masamune mengangkat sebelah alisnya. “Dia bukan siapa-siapa. Dia hanyalah ‘boneka hidup’ yang dapat kupergunakan selama masih berfungsi dengan baik. Jika tidak dapat berfungsi lagi tentu saja akan kubuang.” sambungnya jujur. “Dia tidak ada istimewanya sama sekali.”

“Jadi,l karena itu Anda menyewakannya pada kaum bangsawan?”

“Aku tidak tahu darimana informasi ini tersebar sampai ke telinga klan Kira tapi, yah, begitulah.” jawabnya terlihat santai.

“Aku jadi heran sekaligus takjub pada Anda.” senyum Oboro tak henti-hentinya mengembang di wajah kakunya itu.

“Kenapa?” Masamune mengerutkan keningnya tak mengerti.

“Aku heran kenapa sekarang Krisan pergi dari desa ini dan takjub akan perbuatan keji Anda yang bisa dikatakan berhasil 99 persen menyewakan Krisan pada kaum bangsawan.” puji Oboro tulus. “Apa dia menyadari niat buruk Anda?”

“Dia tidak akan menyadarinya. Aku berani bertaruh!”

Oh, ya? Kelihatannya kau yakin sekali, Tokuganryu.

“Bagaimana kalau begini.” Oboro menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Jika Anda sudah tidak membutuhkan Krisan lagi, Anda bisa memberikannya kepada kami.”

“Memberikannya pada kalian?” sambung Masamune tak terima. “Enak saja! Jika mau, kalian harus membelinya dariku!"

“Wah-wah, Anda yakin ingin menjualnya pada kami?” tanya Sakamoto mewakili pertanyaan Oboro. “Tidak ada rasa penyesalan pada diri sendiri? Karena barang yang sudah dijual tidak akan bisa dikembalikan lagi.”

“Heh! Aku akan menyesal jika kalian membelinya dengan harga yang murah.”

“Masamune-sama!!” sekeras apapun Koujiro menghentikan perbincangan buruk antara tuannya dengan pihak musuh, tuannya tidak akan mau mendengarkan.

“Tenang saja, kami akan membelinya melebihi yang Anda inginkan.” balas Sakamoto perasaannya sedikit demi sedikit mulai terobati.

“Baiklah, aku terima.” jawab Masamune setuju.

“Kalau begitu kami pamit undur diri dulu. Terima kasih banyak atas negosiasinya. Kami akan menunggu kabar selanjutnya dari Anda.”

Akhirnya Sakamoto, Oboro dan satu batalion prajuritnya pergi menjauh meninggalkan Masamune, Koujiro dan Desa Oushuu dengan damai dan tenang.

“Tinggal satu masalah lagi...”

“Masamune-sama! Apa Anda sudah gila? Semua perkataan And tadi je—”

“Ma-masamune-sama...?”

Ditengah-tengah kebingungan Masamune dan kepanikan Koujiro, dari balik semak-semak belukar muncullah sosok wanita yang sangat dikenal mereka.

“Krisan?” panggil mereka berdua kaget melihat penampilan Krisan yang begitu kotor, rambut berantakan, wajahnya yang putih seperti mayat dan mata bulatnya berubah menjadi warna merah berair.

“Krisan, are you okay? Apa kau ingin—” pertanyaan pujaan hatinya sempat tertunda lantaran tangan Krisan yang memberi isyarat untuk berhenti sejenak. Ditatapnya Koujiro dengan wajah memelas.

“Koujiro-san, bisakah kau meninggalkan kami berdua sebentar?” tidak hanya Koujiro, Masamune pun dapat mendengar suara bergetar yang keluar dari mulut Krisan.

Tanpa bantahan sedikitpun, Koujiro segera pergi meninggalkan kedua bintang ini didepan pintu gerbang Desa Oushuu.

Kini, hanya mereka berdua yang tersisa. Dalam keributan di siang hari yang panas oleh burung-burung yang terbang di udara mencari makanan, Masamune melihat hanya dalam hitungan detik saja air bah akan tumpah menghantam batu karang miliknya dan gunung berapi yang semula pasif kini berubah aktif akan mengeluarkan lahar yang sangat panas.

 

#NB

Lyric song's by :

1. M2M - Pretty Boy

2. Kana Nishino - Suki

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SERENITY
43      43     0     
Romance
Tahun ini adalah kesempatan terakhir Hera yang berusia 20 tahun untuk ikut Ujian Nasional. Meskipun guru konselingnya mempertemukannya dengan seorang tutor, namun gadis ini menolak mentah-mentah. Untuk apa? Ia pun tidak memiliki gairah dan tujuan hidup. Sampai akhirnya ia bertemu Daniel, seorang pemuda yang ia selamatkan setelah terjadi tawuran dengan sekolah lain. Daniellah yang membuat Hera me...
Kesetiaan
404      289     0     
Short Story
Cerita tersebut menceritakan tentang kesetiaan perasaan seorang gadis pada sahabat kecilnya
Summer Rain
180      146     0     
Fan Fiction
Terima kasih atas segala nya yang kamu berikan kepada aku selama ini. Maafkan aku, karena aku tak bisa bersama dengan mu lagi.
REMEMBER
4076      1230     3     
Inspirational
Perjuangan seorang gadis SMA bernama Gita, demi mempertahankan sebuah organisasi kepemudaan bentukan kakaknya yang menghilang. Tempat tersebut dulunya sangat berjasa dalam membangun potensi-potensi para pemuda dan pernah membanggakan nama desa. Singkat cerita, seorang remaja lelaki bernama Ferdy, yang dulunya pernah menjadi anak didik tempat tersebut tengah pulang ke kampung halaman untuk cuti...
Partner
478      333     3     
Short Story
cerita ini ditujukan untuk lomba cerpen tinlit deadline 15 agustus 2017... mohon do\'a dan dukungannya yaa...
Cobol : 6 Pusaran Neraka
1907      770     0     
Fan Fiction
Istri Siaga Vs Suami Siaga
296      174     1     
Short Story
Kala itu sedang musim panas. Ketika pak su tiba-tiba berkeinginan untuk mengajak istri dan anaknya ke Waterpark. Biasanya boro-boro mau ke Waterpark. “Enakan ke sungai ajalah, Bun! Lebih alami, dan renang pun bisa banyak gaya, mau gaya batu sampai gaya katak, bisa langsung ada contoh bendanya! Hehe!” timpal pak su sembari tersenyum nakal ketika aku yang minta berenang.
SURAT CINTA KASIH
542      389     6     
Short Story
Kisah ini menceritakan bahwa hak kita adalah mencintai, bukan memiliki
Mimpi Dari Masa Lalu
659      368     4     
Short Story
Sebuah cerita yang menceritakan tentang seorang gadis yang selalu mendapatkan mimpi buruk yang menakutkan, hingga suatu saat dia bertemu seorang laki-laki disekolahnya yang bersikap aneh dan mencurigakan, tetapi ternyata laki-laki itulah yang membantu gadis itu untuk mendapatkan jawaban mengenai mimpi buruknya itu.
Short horror stories
511      310     1     
Short Story
Be aware of your surroundings