Malam ini terasa lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Hujan di luar masih terus berlanjut. Butir-butir air seperti tiada habisnya menghujam bumi yang sudah seminggu ini terasa kering dan panas. Kosku terasa sepi dan hening. Dengan lesu dan enggan aku beranjak dari atas tempat tidurku dan berjalan menuju kamar mandi. Hampir tidak terdengar suara anak-anak menyetel musik maupun drama Asia yang biasanya kudengar. Meskipun hujan, biasanya aku tetap dapat mendengar teman-teman kos menyetel musik favorit mereka keras-keras. Kali ini tidak ada apapun, kecuali kamar-kamar dengan pintu tertutup rapat, beberapa pun ikut menutup jendela mereka dan sudah mematikan lampu. Rasanya kosong sekali, gumamku dalam hati.
Aku dengan cepat menyikat gigi dan segera kembali ke kamar, tempat persinggahan sekaligus tempatku berbagi beragam rasa. Aku menutup jendela kamar dan mengunci pintu kamarku. Aku segera meringkuk di atas spring bed-ku. Rasanya seperti ditusuk-tusuk oleh ribuan pisau. Namun, aku tidak dapat mencabut pisau-pisau tersebut karena memang kenyataannya pisau-pisau itu tidak pernah ada. Kutarik selimut putihku karena sakit dan sesak yang semakin menjadi-jadi. Ada apa ini? Aku tak kuasa menghentikannya. Tidak terasa, air mataku mulai mengalir membasahi kedua pipiku, mereka terus menurun sampai akhirnya membasahi sprei dan bantalku. Aku mulai terisak, terisak, dan terus terisak semakin menjadi-jadi. Ada rasa pilu dan ngilu yang tidak dapat kuungkapkan melalui kata-kata. Aku hanya bisa menangis. Menangisi diriku yang bahkan alasannya pun aku tak tahu! Rasa pilu semakin lama semakin berkembang. Luka yang tadinya kecil semakin menganga lebar. Seharian ini aku baik-baik saja, kenapa sekarang aku menjadi sangat mellow? Kucoba untuk menghapus air mataku yang bercucuran, tetapi mata ini rasanya tak kunjung mau berhenti. Kedua mataku tak bisa diajak kompromi. Lebih-lebih dengan hati dan perasaanku. Aku merasa seperti berada dalam lembah kelam kehidupan yang paling dalam, bahwa tidak ada yang dapat menolong diriku.
Teringatlah aku akan kenangan-kenangan buruk di masa lalu. Hal-hal yang mengintimidasiku datang malam ini satu per satu kepadaku. Mereka sama halnya seperti tamu yang datang tak diundang, tetapi sangat sulit untuk diusir keluar rumah. Aku tidak pernah berusaha mengingat-ingat kenangan-kenangan buruk itu. Sudah kupendam dan kukubur mereka dalam-dalam jauh-jauh di tempat yang paling gelap dan tersembunyi. Namun, mereka selalu kembali. Malam ini aku merasa aku bukanlah aku yang kuat dan ceria, aku yang selalu menghibur teman-temanku saat mereka bersedih hati, aku yang selalu terlihat bersemangat dengan tantangan dan hal baru. Malam ini, aku hanya tenggelam semakin dalam di lautan air mata kesedihan yang tidak berujung tanpa tahu sebabnya aku tenggelam. HP-ku bergetar beberapa kali. Dengan setengah hati aku membuka HP-ku dan mengecek chat yang masuk. Dari Dani. Dia menanyakan kenapa aku tidak membalas chat-nya, dan aku menjawab dengan singkat bahwa aku sedang tidak mood. Segera kumatikan HP-ku. Dani tidak akan dapat mengerti betapa sakitnya hatiku dan sedihnya perasaanku. Aku merasa gagal, aku merasa tidak berharga, dan aku mengecap diriku sendiri malam ini sebagai orang yang paling tidak diinginkan. Aku seharusnya mati daripada hidup.
***
Matahari cerah menyingkapkan awan-awan kelabu yang bergelayut di atas langit sejak malam tadi. Aku merasa sangat fresh dan bersemangat pagi ini. Aku sangat excited, sungguh! Aku akan bertemu dan mendiskusikan beberapa progress pekerjaan dengan atasanku. Lalu, sepulang kerja aku akan mendiskusikan project pribadiku dengan teman kampusku. Aku tidak sabar menunggunya!
Sembari aku bersiap-siap, aku menyalakan HP-ku yang kumatikan semalam. Beberapa chat langsung masuk yang ditandai dengan bergetarnya HP-ku tiada henti. Salah satu dari chat-chat yang masuk adalah Dani. Ternyata chat semalam. Dia mengatakan bahwa mood swing sedang tidak baik karena PMS. Aku tidak membahasnya. Aku hanya membalas dengan sapaan selamat pagi lewat voice note. Setelah aku merasa rapi dengan blouse merah muda dan celana hitamku, aku segera bergegas meninggalkan kamarku dan berjalan menuju kantor.
***
Sambil menatap layar komputer di depanku, aku merasa sangat down. Aku merasa gagal. Memori-memori yang penuh kegelapan kembali menghinggapi kepalaku satu per satu dan mencucuki batok kepalaku. Rasa nyesek di dada pun mulai muncul. Jauh di dalam hatiku, aku tiba-tiba tersadar bahwa ini salah. Ada yang tidak beres dengan perasaanku. Apa yang harus kulakukan? Sejenak terlintas di benakku untuk menyudahi segalanya. Tidak! Aku tidak boleh begitu rupa menyerah. Aku harus bisa meyakinkan diriku semua akan baik-baik saja.
Bel penanda waktu bekerja telah usai berbunyi dengan nyaringnya. Aku mengemasi barang-barang dan tasku, kemudian bergegas pulang. Ya, aku pulang karena temanku dengan seenaknya dan secara tiba-tiba membatalkan janji kami. Menyebalkan! Batalnya janji kami membuat mood-ku menjadi sedikit tidak enak. Bete banget tau ga, sih?! Maka, demi mengobati rasa sebalku, sebelum menuju ke kosku, aku memutuskan mampir ke salah satu pusat perbelanjaan ternama untuk membeli kebutuhan dan sekadar mencari udara segar demi menyegarkan pikiran sebab tiap kali aku masuk ke pusat perbelanjaan pasti pikiranku seperti disegarkan kembali.
Sekitar jam 7 malam aku baru kembali ke kos. Aku menaruh tasku sekenanya di atas kasur, memberishkan diri, kemudian memasak nasi dan menggoreng telur dadar, makanan kesukaanku. Tak lupa kumembuat segelas susu coklat hangat untuk menghangatkan tubuhku dan mengembalikkan mood baikku. Malam ini aneh, terasa dingin. Angin pun tak mau kalah. Ia berembus dengan kencang. Terasa saat aku duduk di teras kos sambil menikmati susu coklat hangat yang hanya tersisa beberapa teguk lagi. Tapi aku tidak terlalu memedulikannya. Karena sepertinya langit akan mengguyurkan air sebentar lagi, aku mengemasi piring dan gelasku yang kotor. Kebiasaan burukku adalah aku tidak langsung mencucinya, seperti biasa hanya kutumpuk di tempat cuci piring.
Aku berjalan dengan malas menuju kamar. Kurebahkan diriku di atas kasur sambil memeluk guling. Rasanya ingin sekali memejamkan mata dan terlelap dengan damai ketika tiba-tiba terdengar dering telpon berbunyi memecah kesunyian dan rasa kantukku. Aku tersentak, tersadar bahwa aku sama sekali belum menyentuh HP-ku sedari tadi pulang kantor. Dengan cepat aku menggeledah isi tasku dan kudapati benda kecil yang berbunyi nyaring. Terlambat! Baru saja benda itu berada dalam genggamanku, bunyi dering sudah berhenti. Nomor yang menelponku adalah nomor asing. Siapa dia?
Kubuka Whatsapp-ku dan kutemukan beberapa pesan. Kebanyakan pesan itu tidak penting, tetapi ada satu yang mencuri perhatianku: Dani. Dia mengirimkan pesan WA tepat pukul 5 sore mengatakan bahwa dia masih di kantor dan akan lembur sebentar sebelum dia mampir ke kosku sekitar pukul 8. Astaga! Mataku terbelalak membaca chat-nya karena aku lupa sama sekali dengan janji akan bertemu dengannya. Jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul 8 lewat, tapi tak ada kabar apapun dari Dani. Dengan penuh inisiatif aku menelpon WA-nya. Tidak diangkat. Aku mengirim beberapa chat, tidak ada yang masuk satupun. Pending. Tidak kehabisan akal, aku menelpon nomor HP-nya, tapi tidak juga aktif. Ada apa ini? Dia memang menyebalkan sekali dan selalu begitu. Di saat dia dibutuhkan pasti saja menghilang bak ditelan bumi! Dan selalu seperti ini; kontaknya tidak ada yang dapat dihubungi.
Sejujurnya perasaan kesal, jengkel, dan marah bercampur dengan rasa takut, tapi aku tetap meyakinkan diriku bahwa tidak ada apa-apa. Aku mencoba berpikir positif. Mungkin saja HP-nya lowbat. Dia pasti akan datang ke kosku. Demi mengusir rasa kantuk, aku membuka laptop dan menonton film ber-genre thriller supaya aku tetap terjaga. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku niat iseng untuk membuka sebotol vodka oleh-oleh dari temanku. Mumpung kos sedang sepi, aku dapat menikmati vodka sendiri tanpa perlu berbagi dengan teman-teman kos lainnya. Aku beranjak dari kasur, menuju ke dapur, dan membuka botol vodka dan membawanya ke dalam kamarku. Kuteguk satu dua gelas, rasanya lumayan. Tubuhku jadi jauh lebih enakan dan nyaman rasanya. Kulanjutkan film thriller yang sedang kutonton itu. Karena begitu larut dalam cerita, aku tidak menyangka bahwa sudah hampir jam 10. Tersentak diriku saat melihat jarum panjang jam dinding hampir mendekati angka 10. Aku baru menyadari bahwa Dani tak kunjung datang. Perasaanku mulai sangat tidak tenang dan tidak keruan. Benar-benar ada yang tidak beres, nih!
Sebenarnya aku sangat enggan beranjak dari atas kasur untuk melihat ke ruang tamu, tetapi aku merasa aku harus mengecek ruang tamu. Mungkin saja HP-nya lowbat, dia sudah memanggilku, tetapi aku tak mendengarnya. Ternyata HP-ku sudah berkedip-kedip pertanda bahwa dia sudah lowbat juga. Pfft.
Ketika beranjak dari kasur dan hendak menginjakkan kakiku di atas lantai keramik kamar, aku sangat terkejut karena tidak dapat menapakkan kakiku di atas lantai keramik ini! Dengan sekuat tenaga aku berusaha menginjakkan kakiku di atas lantai, tapi tak kunjung berhasil. Dinginnya permukaan lantai keramik sama sekali tidak menusuk telapak kakiku. Ada apa ini? What the hell! Di saat yang bersamaan, aku membuka mulutku untuk berteriak minta tolong, tetapi tidak ada suara yang berhasil dikeluarkan oleh rongga mulutku. Apa-apaan ini? Mimpi macam apa ini? Akhirnya, aku memutuskan untuk mengambil HP-ku yang masih tergeletak di atas bantal dengan tujuan hendak menghubungi Dani. Kuulurkan tanganku untuk meraihnya, tapi tak juga bisa kuraih. Setiap kali kuraih, telapak tanganku malah menembus benda berbentuk persegi panjang tersebut.
Bagai disambar petir di siang bolong, aku tertegun kaku, terkejut melihat sosok yang kukenali terbaring di atas kasur dengan laptop yang masih menyala mempertontonkan adegan sadis pembunuhan seorang wanita. Wajahnya berlumuran darah dengan pecahan-pecahan gelas dan botol vodka yang berserakan di wajahnya dan juga di atas kasur. Kupalingkan wajahku ke sekeliling kamar dan kudapati sosok lain di balik pintu. Sosok di balik pintu tampak menggenggam pisau yang mengoyak-oyak isi perutnya. Dapat terlihat dengan jelas isi perutnya yang berceceran di lantai dan darahnya yang masih mengalir dengan derasnya. Darah merah segar itu terlihat masih hangat dan murni. Akan tetapi, sosok manusia yang sudah terkulai di lantai kamarku tidak dapat kukenali wajahnya karena dia wajahnya masih dalam keadaan tertutup penutup wajah. Sialnya, aku tidak dapat membukanya. Aku harap aku tidak mengenalinya. Meskipun begitu, aku tetap menatap lekat-lekat kedua matanya yang terlihat jelas. Kedua matanya masih terbelalak, memancarkan sinar kesakitan yang tak terelakkan. Dia pasti mati belum lama. Kuamati sekali lagi tatapan nanarnya. Matanya. Ya, matanya. Sepertinya aku sama sekali tak mengenalinya. Aku baru saja berniat meninggalkannya ketika tertangkap olehku sesuatu familiar yang tersembul dari kantong celananya. Sesuatu yang berkedip-kedip hendak memberitahukan kepada siapapun yang melihatnya bahwa waktu yang tersisa tidaklah banyak.
@PriyayiChina oalah, ini emang sengaja menggantung ya jadi ending mana pun yang diperkirakan pembaca boleh dipilih (sengaja latihan komen di sini, jarang komen soalnya hehehhe :D )
Comment on chapter SEBOTOL VODKA