Read More >>"> Jikan no Masuku: Hogosha (Chapter 01 (Malam)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jikan no Masuku: Hogosha
MENU
About Us  

            Ketika bulan memancarkan cahaya gelap maka larilah. Masuklah ke dalam hutan. Bersembunyilah. Walaupun mereka tetap dapat menemukan dan menangkapmu. Lalu dirimu akan dimakan bulat-bulat...

            “Bangun, Fuu. Itu cuma mimpi.”

            Yuua membuka mata. Setengah tersadar dirinya masih merasa takut dengan kata-kata yang entah kenapa dapat terus diingatnya begitu saja. Yang sayangnya dirinya telah lupakan kalimat berikutnya. Selain itu ia tak terlalu ingin mendengarkan kata-kata aneh dari seorang anak perempuan yang lebih besar darinya, apalagi orang yang tak dikenal. Lagi pula sudah berlalu beberapa tahun. Mungkin ingatan itu sedikit banyak telah memudar.

            “Terimakasih sudah membangunkanku, Shin.” kata Yuua mengangkat punggung.

            “Tidak juga. Tolong lepaskan tanganmu, aku harus keluar. Ini sudah hampir waktunya.” katanya meletakkan sebuah buku yang baru saja dibacanya.

            “Oh! Maaf,” Yuua tersadar. Sebelah tangannya yang masuk ke dalam saku jaket Shin masih memegangi dengan kencang. Mungkin sejak dirinya mulai tertidur. Sekarang ia mengerti maksud perkataan Shin barusan. Anak itu tidak bermaksud membangunkannya dengan sengaja, tapi karena Yuua masih memegang jaket yang dikenakannya. Walaupun begitu ia tahu, Shin pasti akan tetap membangunkan meski dirinya harus menunggu sedikit lebih lama dalam mimpi. Seperti memang sengaja dilakukan, seperti sebelumnya.

            Shin membuka resleting dan keluar dari tenda dengan teleskop di tangan. Yuua mengikutinya. Mereka duduk di depan tenda. Kemudian dengan tenang udara musim gugur bulan oktober itu berhembus membelai bagian permukaan kulit yang tak tertutup pakaian. Mereka sengaja tak menyalakan api unggun dan hanya mendapat penerangan dari sebuah lampu berkemah, lalu mematikannya tak berapa lama kemudian. Hingga langit malam itu terlihat dengan lebih jelas dan indah.

            “Kalau dulu Shin tidak datang apa yang akan terjadi padaku?” kata Yuua tiba-tiba.

            “Entahlah. Dan kalau dulu aku tidak bisa membawamu di mana aku sekarang? Inggris?! Tidak! Aku bukan anak pintar yang harus bersekolah di luar negeri.”

            “Tapi aku sangat senang karena hal itu Shin datang dan berusaha untuk bisa membawaku. Sejak pertama aku melihat Shin yang datang lewat jendela, aku tahu sesuatu akan berubah dalam hidupku. Kamu tahu Shin, waktu itu aku berpikir kalau kamu anak aneh berwujud ksatria dengan cahaya matahari di belakang punggungmu. Itu sangat keren!  Lalu pikiranku berubah menjadi, ‘Tuhan telah mengirimkan salah satu malaikat penjaganya untukku’ malaikat ber-sneaker!” katanya dengan nada tenang tetapi terasa bersemangat.

            “Berhenti membaca buku-buku dongeng ‘beracun’ itu, dan berhenti mengatakan hal aneh tentangku, Fuu. Sudah kubilang, kan?! Awalnya aku melakukannya supaya aku bisa memanfaatkanmu. Tapi lama kelamaan alasan itu berubah. Kita keluarga. Aku ingin melindungimu.”

            Senyum Yuua mengembang, “Kalau begitu aku juga akan melindungi Shin.”

            “Sebelum bisa melindungi orang lain kau harus bisa melindungi dirimu sendiri.”

            “Aku bisa.” kata Yuua dengan yakin. Shin menyoroti wajahnya dengan ponsel ditangan. Mereka bisa saling melihat sekarang. Tapi tatapan Shin yang seperti mengatakan kalau dirinya kurang percaya langsung membuat Yuua menunduk dan sedikit cemberut.

            “Mungkin suatu saat nanti bisa, dengan tidak memegang sembarangan barang-barang milikku.” ucap Shin dengan nada cukup tegas.

            Dari arah depan mereka, seseorang berjalan dengan napas tersengal menaiki bukit sembari membawa sebuah senter. Sebelah tangannya yang dilambaikan membawa sesuatu dalam sebuah kotak. Karena gelap kedua anak itu hanya melihat dari tempat mereka duduk. Tapi suaranya yang memanggil membuat Shin kembali fokus pada teleskop miliknya. Sedang Yuua mengkerut di balik bahu sepupunya, bersembunyi.

            “Anak-anak, apa kalian sudah makan? Aku bawakan sesuatu untuk kalian.” kata seorang wanita berpostur tubuh tinggi dan rambut pendek memperlihatkan kotak makanan.

            “Dari mana bibi tahu kami di sini?” tanya Shin, “Tidak apa-apa, Fuu, bibi Akiho tidak jahat. Dia cuma agak aneh.” katanya setengah berbisik setelah sadar Yuua merasa ketakutan dan bersembunyi di belakangnya.

            “Padahal aku sudah bilang berulang kali, jangan panggil ‘bibi’ tapi ‘kakak’, kan?!” ucapnya yang cuma jadi angin lalu untuk kedua anak itu.

            Lampu kemah kembali dinyalakan. Si bibi memberikan kotak makanan berisi donat pada Shin, yang langsung diberikan pada Yuua. Yang seketika gadis itu menjatuhkan kotaknya lalu menunjuk pada Akiho.

            “Bibi Akiho baru saja membunuh seseorang.” kata Yuua lirih. Ia kembali menyembunyikan wajah di balik tubuh Shin, setelah matanya melihat ke arah senter yang sedang mengarah ke bawah oleh Akiho dengan tak sengaja. Celana panjang warna terangnya memiliki noda yang cukup besar berwarna merah.

            “Eh?! Membunuh? Aduh, anak ini mengatakan hal aneh lagi.” ucap Akiho seperti sudah terbiasa.

            “Apa saja yang bibi lakukan hari ini?” Shin terdengar mengintrogasi.

            “Ya, ampun, ada apa dengan anak ini? Aku heran kenapa dia masih takut padaku. Hmm, tidak ada yang khusus atau berbeda. Oh, benar, aku hampir lupa! Tadi siang ketika baru saja keluar dari toko kue aku menghajar pria hidung belang yang menggoda ibumu.” Katanya dengan santai.

            “Ibuku?!” tanya Shin sedikit menaikkan nada suara.

            “Ya, dan orang itu hampir! Kau tau?! Hampir ‘mati’, bukan benar-benar mati. Tapi jangan khawatir, dia baik-baik saja. Aku cuma meninju di beberapa tempat dan menendang tulang kering, juga kemaluannya. Dan si hidung belang itu mimisan.” Wanita itu malah duduk santai dan memeriksa sesuatu dalam tas ransel yang dibawanya. Lalu mengeluarkan isinya yang terlihat seperti sebuah naskah. Benar! Naskah untuk para keponakannya. Keduanya bergidig, tapi tetap menerimanya.

            “Kenapa aku harus mengkhawatirkan orang itu? Aku cuma khawatir pada ibu. Terimakasih bibi sudah meng_” belum selesai berbicara si bibi memotong.

            “Tentu saja harus!” katanya tajam. Membuat kedua anak itu sedikit terlonjak kaget. “pria hidung belang itu, kan, ayahmu.”

            “Yang benar saja!” ucapnya antara pasrah dan tak percaya.

            “Tapi tidak mungkin darah dari ayahmu. Oh, mungkin dari lokasi syuting hari ini. Pantas saja orang-orang di jalan melihatku dengan aneh. Jangan takut, ini cuma darah palsu, kok, Yuua-chan.” Kata-katanya terdengar ingin dipercaya.

            Yuua hanya terheran-heran dan takjub. Mungkin dia harus mulai sedikit belajar supaya bisa melindungi diri seperti bibi Akiho untuk berjaga-jaga. Dengan begitu mungkin Shin juga akan percaya mengenai ucapannya sebelumnya. Kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi walau hidup berjalan seperti biasanya beberapa menit yang lalu. Hidup memang penuh dengan kejutan! pikirnya.

            Dan tanpa mereka tahu. Tentu saja. Di tempat yang berbeda, hari yang seharusnya berjalan seperti biasa untuk orang lain tidak terjadi pada beberapa orang di tempat lain. Mungkin seharusnya mereka melakukan kegiatan rutin mereka. Mempersiapkan sesuatu untuk kegiatan esok, atau memenuhi janji malam itu, atau mungkin melakukan rutinitas monoton seperti biasa. Tapi sesuatu membuat beberapa orang dari mereka harus mengatur ulang jadwal hari itu. Karena rutinitas hari-hari biasa dan monoton mereka telah dipersiapkan untuk sebuah janji yang telah dipersiapkan.

            Dan di tempat berbeda di malam yang sama itu...

            Seorang gadis berdiri dengan tubuh menyandar pada dinding sebuah bengunan diantara lorong. Napasnya naik turun. Matanya melihat sekeliling dengan khawatir. Kembali, ponsel di tangannya bergetar. Sebuah pesan dibukanya dengan cepat. Tak ada nama. Hanya sebuah pesan. Dan terus berdatangan. Tangannya gemetar dengan mata yang terus tertuju pada layar ponsel.

            Seorang gadis yang lain duduk dalam sebuah ruang kelas pada salah satu bangku. Kedua tangannya menggengam dengan erat ponsel di tangan. Gelap, hanya ada cahaya dari luar bangunan- lampu-lampu jalan dan taman sekitar bangunan, yang masuk melalui jendela. Tak tampak indah atau mencekam. Tetapi untuknya, kesekian kalinya, pemandangan malam terasa mencekik hingga dirinya sulit bernapas.

            Sebuah pesan kembali masuk. Tanpa nama. Hanya pesan yang terus berdatangan. Ia mulai membacanya. Dengan jantung yang terus berdetak cepat.

            [Nah! Ini permainan terakhirnya. Apa kalian sudah siap?! ]

            [Masih ingat pertanyaan pertama kalian? Aku ingin jawabannya sekarang. Lupa? Uh, menyebalkan! Akan ku ingatkan lagi. Aku baik, kan?]

                [Clue pertama: dua elemen yang saling bertentangan.

                Clue kedua: nama mereka bisa disebut dalam satu waktu yang bersamaan.

                Clue ketiga: sesuatu yang mewakili dirimu.]

                [Sepertinya ini terlalu mudah untuk kalian. Bahkan aku sudah tau kalau kalian bisa tau jawabannya hanya dari pertama kali diberitahu clue-nya waktu itu. Apa prediksiku salah? Tidak! Karena sebenarnya yang kubutuhkan bukanlah jawaban kalian, tapi lebih dari itu. Kecepatan kalian dalam membuat keputusan. Apa kalian benar akan menjawab dan meninggalkan yang lain di belakang? Siapa yang kalian korbankan? Kau atau lawanmu? Dasar manusia yang kurang memiliki kemanusiaan! Yah, aku bukan hakim untuk hal seperti itu juga, sih... kemanusiaan dan kesetiaan kalian dipertanyakan saat ini. Selamat menikmati!]

                [Kalau sudah tau jawabannya bisa datang ke pintu utama sekolah. Dan kunci akan diberikan pada pemenangnya. Lebih cepat lebih baik, karena kalau ada pemenangnya berarti harus ada yang kalah, kan? Itu baru permainan yang menarik! Kalian sudah tau konsekuensinya jika kalah, bukan?! Akan kuingatkan lagi, hidup kalian akan berakhir tanpa senyuman! Hahaha... bagus, bukan? Kalian akan belajar tentang kehidupan dan memahami tentang perasaan manusia lebih cepat. Bukankah aku sangat murah hati?! Tapi maaf saja, aku selalu berharap ada yang kalah dalam setiap game. Karena... sudah kubilang, kan, sebelumnya kalau itu akan menarik!]

                [Gerbang-san mengatakan sedang menunggu dan menanti kedatangan salah satu dari kalian. Jangan sampai kalian membuat Gerbang-san menunggu lebih lama, ya...]

            Kedua gadis itu tiba di ruang genkan sekolah secara bersamaan dari lorong yang berbeda. Dengan wajah serius dan berusaha mengatur napas masing-masing keduanya saling pandang dengan sengit. Kedua pakaian seragam musim dingin mereka basah oleh keringat. Dan penampilan serta make up mereka sudah luntur tak berbekas sejak beberapa menit yang lalu. Dalam kepala keduanya terlintas pemikiran yang sama. Menyelesaikan permainan terakhir yang sudah berlangsung selama beberapa kali permainan dalam bulan itu. Permainan melelahkan dan membuat frustasi keduanya.

                [Baiklah kalian berdua, saatnya penyerahan kunci untuk salah satu cinderella yang harus pulang ke asrama sebelum pengecekan siswa oleh kepala dan ketua asrama malam ini... ups! Aku lupa, salah satu dari kalian adalah ketua asrama perempuan, bukan?! Hahaha... terimakasih sudah datang dan memenuhi undangan dariku untuk ikut bermain.]

                Seseorang berdiri di depan pintu utama sekolah. Tanpa ingin masuk ke dalam bangunan ia berdiri dengan wajah yang menunduk. Di tangannya ia memegang kunci gerbang sekolah. Sebelah tangannya yang lain menggenggam sebuah ponsel yang masih menyala hingga beberapa saat berikutnya mati.

            Kedua gadis yang masih berada di depan pintu dalam bangunan sekolah hanya bisa terdiam memandang orang lain tak jauh di depan mereka. Sama-sama terkejut dan merasa tak percaya.

            “Seki-chan...” panggil keduanya bersamaan.

            “Apa yang kamu lakukan di sini?”

            “Kenapa kamu juga ada di sini?”

            Tanya mereka berurutan. Gadis benama Seki itu terus terdiam dan menunduk. Lalu sesuatu terlintas dalam benak seorang diantara keduanya.

            “Gerbang-san.... Seki*!” ucapnya dengan tatapan tak percaya.

            “Aku tidak bisa. Aku sidak bisa!” gumam si gadis pemegang kunci. Ponselnya kembali bergetar.

            [Jawabanmu sangat dibutuhkan saat ini. Atau sesuatu yang buruk untukmu, tapi sangat menarik untuk orang lain akan terjadi. Bukankah seharusnya kau merasa bangga karena mendapat misi khusus ini? Pintunya akan terbuka otomatis dan kembali menutup hanya dalam waktu beberapa detik. Karena itu, tentukan pilihan jawabanmu secepat mungkin. Sisakan dengan cepat salah satu sekutu di depanmu!]

            Mereka bertiga membuka sebuah pesan yang masuk secara bersamaan pada ponsel masing-masing.

                [Nah, semuanya, sebuah kejutan yang menyenangkan, bukan?! Hidup itu kan, memang penuh kejutan. Bahkan teman baik seperti kalian bisa saling berkhianat, ya.  Apa status dan rasa percaya itu lebih penting dari pada bertahan “hidup”?! Dan entah siapa pemenangnya, yang terpenting sekarang adalah.... let’s play!]

 

-----*Seki: namanya ditulis dengan kanji yang berarti "pintu gerbang"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Akselerasi, Katanya
560      298     4     
Short Story
Kelas akselerasi, katanya. Tapi kelakuannya—duh, ampun!
Everest
1650      675     2     
Romance
Yang kutahu tentangmu; keceriaan penyembuh luka. Yang kaupikirkan tentangku; kepedihan tanpa jeda. Aku pernah memintamu untuk tetap disisiku, dan kamu mengabulkannya. Kamu pernah mengatakan bahwa aku harus menjaga hatiku untukmu, namun aku mengingkarinya. Kamu selalu mengatakan "iya" saat aku memohon padamu. Lalu, apa kamu akan mengatakannya juga saat aku memintamu untuk ...
Hyeong!
122      105     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Gareng si Kucing Jalanan
6563      2773     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...
Rekal Rara
8487      3161     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. ▪▪▪ Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
TRISQIAR
7359      1407     11     
Fantasy
Aku memiliki sesuatu yang berbeda. Ibuku bagaikan monster yang memelihara anak iblis. Teman hanyalah kata kiasan untuk mengutuk mereka Manusia bagiku hanyalah bayangan yang ingin aku musnahkan aku tidak pernah sama sekali memperdulikan hidupku karena aku tidak akan pernah bisa mati dan hal itu membuatku senang membunuh diriku sendiri. tapi karena kebiasaanku, sesuatu itu memberikanku kek...
Bulan di Musim Kemarau
351      241     0     
Short Story
Luna, gadis yang dua minggu lalu aku temui, tiba-tiba tidak terlihat lagi. Gadis yang sudah dua minggu menjadi teman berbagi cerita di malam hari itu lenyap.
Verlieren
1050      434     2     
Romance
❝Aku ingin bersama mu dalam dua waktu saja. Sekarang dan selamanya.❞ Kehilangan itu mungkin sebuah akhir bagi sebagian orang, tapi tidak untuknya. Dia dipertemukan oleh kehilangan agar menemukan jalan hidupnya. Yang baru. Azka merasa bahwa hidupnya terasa hampa dan terus terpuruk. Sejak 'dia' hilang, rasanya hidupnya tak mempunyai warna lagi. Karena Aresha, terpisah darinya selama bela...
Dari Sahabat Menjadi...
489      333     4     
Short Story
Sebuah cerita persahabatan dua orang yang akhirnya menjadi cinta❤
When I Met You
599      337     14     
Romance
Katanya, seorang penulis kualat dengan tokohnya ketika ia mengalami apa yang dituliskannya di dunia nyata. Dan kini kami bertemu. Aku dan "tokohku".