Akun instagramku, ku buat sebagai akun dakwah. Walau masih berstatus penuntut ilmu dan masih terbatas ilmuku, namun apa salahnya bila aku membagikan motivasi kepada teman-temanku agar selalu mengingat-Nya. Bukan bermaksud untuk sok suci atau merasa diri ini lebih baik, cuma aku memang tak suka saja jika akun sosial mediaku digunakan hanya untuk upload foto yang tak berguna bagi orang banyak.
***
Siang itu, teriknya matahari membuatku malas untuk keluar rumah. Ku mainkan Instagramku sambil bersantai diri dirumah. Seperti biasa, tetap saja tak ada satupun yang menarik perhatianku. Semua standar, semua biasa. Namun aku tak pernah bosan untuk memainkannya.
“Followback ya :)”, tiba-tiba ada DM masuk berasal dari seorang pria yang tak ku kenal. Awalnya aku risih jika akun instagramku di follow oleh pria yang tak ku kenal. Sebelum aku followback orang lain, biasanya aku stalk dulu akun seseorang yang ingin di followback itu. Jika emang isinya bermanfaat juga sama seperti akunku, yasudah aku followback, kalau tidak ya...aku diamkan saja.
Setelah aku jelajahi akun tersebut, ternyata pria itupun juga menyukai kebiasaan yang sama sepertiku, yaitu berdakwah di sosial media, walau masih juga upload foto pribadinya (“Kok ganteng ya”) dalam hati aku, ya memang mata ini gak pernah bohong jika memang dia ganteng (tapi jangan di salah gunakan jadi genit ya dan sebagai seorang muslimah tetap harus menundukkan pandangannya). Aku juga membaca tulisan di bionya, ternyata dia adalah orang yang berasal dari luar pulau jawa yang sedang melanjutkan pendidikannya di pulau jawa. Kataku tuh, wah hebat juga ya dia bisa kuliah disana (Perguruan Tinggi Swasta berbasis Islam), ya okelah mungkin gak ada salahnya aku followback.
Sebelum aku followback, ku balas DM si pria itu.
“Afwan, siapa?” singkatku bertanya.
“Ahmad ukhti, salam kenal ya”
“Okey” Kemudian langsung saja aku followback pria itu.
***
Beberapa hari kemudian, si pria itu upload fotonya lagi yang sedang duduk sendiri di kursi namun rada ngeblur. Baru beberapa menit saja, like nya sudah ratusan, komentar dari teman-temannya pun sudah banyak. Aku jadi penasaran, sepertinya pria ini orang yang lumayan eksis di sekolahnya.
Setelah ku jelajahi foto yang menandai dia, ternyata dia adalah salah satu orang yang masuk club basket di sekolah SMA nya maupun di tempat kuliahnya. Dan ku lihat, sering sekali ia dan kelompoknya itu memenangkan pertandingan. Entah apa yang aku cari, aku masih terus penasaran dengannya.
Kebetulan aku masih suka membuka akun sosial mediaku yang lain, yaitu twitter. Walau teman-temanku sudah banyak yang lupa password dan jenuh dengan twitter. Tapi aku masih menggunakannya untuk sekedar stalk akun tempat kuliahku, mungkin ada info seputar kuliah dan lain sebagainya. Setelah ku stalk akun tempat kuliahku, ku curi kesempatan untuk mencari akun si pria tadi.
“Aduh, ngapain coba? Emang dia siapa sampe di stalk segininya amat.”
Tetap saja, kalau aku sudah bener-bener penasaran, harus di turuti, kalau engga dituruti ya bisa kepikiran juga.
Yasudah, ku cari aja akun pria tersebut dengan nama yang sudah dia cantumkan di akunnya di instagram. Ternyata ketemu juga akun dia. Ku lihat isinya, semua biasa saja. Banyak statusnya yang berbahasa inggris, dan banyak juga statusnya yang ku lihat ia mentionan dengan teman-temannya dengan bahasa daerah asalnya. Mana aku ngerti juga hehe namun sepertinya masih dalam batas wajar.
***
Setelah beberapa minggu akun kita saling follow, pria itu sudah jarang sekali upload foto pribadinya, ternyata benar, setelah aku cek akunnya, sudah tidak ada lagi foto pribadinya yang tersimpan disana. Tapi ku lihat ada upload-annya dia sebuah gambar wanita bercadar yang mungkin itu gambarnya dia.
“Ya, mungkin pria ini sedang jatuh cinta kepada seorang wanita bercadar. Yasudah bukan urusanku juga kan?”, kataku sambil melihat gambarnya.
Dengan caption yang indah ia mengatakan.
"Dunia ini adalah perhiasan. Dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang shalehah [HR.Muslim] (dengan menggunakan emot mata love)."
Sungguh, aku ingin sekali menjadi perhiasan tersebut.
***
Pada pagi hari yang cerah, aku masak sebuah masakan khas Indonesia, yaitu nasi goreng. Dengan isengnya, aku memvideokan masakan nasi goreng ku di snapgram, seakan aku memberikan tutorial memasak pada teman-teman yang follow aku. Dimulai dari video memasukkan bumbu-bumbu yang di perlukan, hingga foto nasi goreng yang sudah siap makan.
Di akhir snapgramku yang berisi foto nasi goreng yang sudah jadi, ahmad, pria yang baru saja ku kenal tadi membalas postinganku lewat Direct Messanger.
“Pasti nasi goreng ya?”, katanya.
“Wahaha iya bener.”, jawabku.
“Seneng banget ya sama nasi goreng, hehe”, tanyanya lagi dengan menggunakan emot nangis tertawa.
“Biasa aja, Cuma kebetulan jadi spesialis nasi goreng dirumah.”, jawabku.
“Wkwkw hanya spesialis nasi goreng? Yang lainnya gimana?”, Entah ini kepo atau sekedar basa basi.
“Sedikit, masih belajar hehe”, Ahhh aku bingung harus menjawab apa, tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.
“Wih, keren. Kamu gak kuliah emangnya?”, ini pertanyaan yang membuatku semakin deg-degan. Tapi aku harus tetap menjaga sikap.
“Alhamdulillah masih libur.”
“Kuliah dimana emang?”
“Di...(menyebutkan salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Ibukota). Kamu di... (menyebutkan juga salah satu Perguruan Tinggi Swasta di luar Ibukota) yaa?”, Aku merasa bodoh sekali, kenapa aku bertanya balik dengan menyebutkan tempat kuliahnya, nanti ketahuan aku ngestalknya dong?
“Iya, kok tau?”, Tuhkan bener dia nanyain begitu.
“Iya waktu mau followback sempet liat di bionya.”
“Oh iya dulu pernah nulis disitu, hehe.”, Alhamdulillah selamat. Walau masih rada malu juga.
“Kamu baru masuk 2016 ini kan ya?”, Tanyanya lagi.
“Oh engga, aku 2015. Kamu udah semester berapa?”, Sebenernya aku sudah tak ingin lagi membalas yang seperti ini dengannya, tapi aku benar-benar ingin kepo.
“Kirain 2016. Berarti pernah akselerasi ya? Udah semester 5 alhamdulillah, hehe”, Entah mengapa dia menanyakan begitu, aku sempat bingung kenapa bisa bertanya seperti itu.
“Oh engga, saya gak pernah akselerasi.”, jawabku yang masih bingung dengan pertanyaannya.
“Di bio, kamu masih 18 tahun, berarti masuknya cepet ya?”, Oh karena ini dia bertanya seperti itu.
“Iya, mungkin karena lahir di akhir bulan, hehe”
“Kamu asli Jakarta ya?”, Dalam hatiku bilang (Kalau mau ngajak ta’aruf izin dulu kali, ini langsung nanya banyak banget kaya di intrograsi. Ada takutnya, tapi ada rasa kepo juga).
“Iya, kamu?”
“Wah, saya asli Sulawesi yang kuliah di Jogja, hehemu udah pernah jalan-jalan ke Sulawesi belum?”
“Jauh yaa dari sini hehe. Kebetulan belum hehe. Katanya disana banyak tempat wisata yang bagus ya?
“Iya lumayan. Tapi hidupnya berasa jadi jauh dengan keluarga hehe.”
“iyaya, bener juga.”
Inilah awal perkenalan antara aku dengannya. Bulan depannya, kami pernah beberapa kali chit chat lagi mengenai tempat kajian dan kucing. Secara kebetulan juga, kita menyukai Penceramah yang sama dan menyukai jenis hewan yang sama pula, yaitu kucing. Entah aku harus bagaimana, sepertinya aku sudah mulai benar-benar mencintainya.
“Ah semua ini gara-gara aku, kenapa aku jawab setiap pertanyaannya. Dan kenapa juga aku followback. Kalau engga kan gak akan seperti ini. Lagian dia siapa? Aku saja tak tahu bagaimana akhlak dan kepribadian dia gimana, aku juga tak tahu bagaimana dia kepada wanita lain. Jangan-jangan dia juga akan seperti ini kepada semua wanita yang baru dikenalnya. Seharusnya aku tak boleh jatuh cina pada orang yang memperlakukan wanita lain itu sama dengan ia memperlakukan aku. Aku harus mulai buang rasa ingin memiliki ini. Mungkin aku tahu, jatuh cinta adalah fitrah dari Yang Maha Kuasa. Tapi aku juga harus mengontrol diri agar tidak terjebak pada cinta yang salah dan perbuatan yang salah.”
Ya, dalam hatiku bergumam begitu hebatnya. Aku begitu menolak rasa cinta ini. Tapi tetap saja aku tak bisa. Dia telah mencuri hatiku, dia telah membuatku kagum. Walau memang aku belum tahu fisik nyatanya seperti apa.
Di setiap postingannya, aku hanya bisa memendam rasa mengagumi postingannya.
Tak pernah terputus aku untuk selalu mendoakannya.
Semakin aku ingin tidak memikirkannya, tidak kepo dengannya, malah membuatku semakin kepikiran dan selalu mendoakannya di setiap doa-doaku.
Entah apa yang terjadi, aku jatuh cinta pada tulisan-tulisannya.
Aku jatuh cinta pada postingannya.
Aku jatuh cinta pada sikapnya yang selalu menjaga dirinya dari bahayanya cinta yang belum halal.
Padahal dia hanyalah pria yang tak ku kenal.
Bahkan bertemu saja belum pernah, tapi aku tak pernah lupa untuk selalu mendoakannya.
Mungkinkah ada orang yang sama denganku?
Mencintai seseorang yang belum pernah bertemu sebelumnya.
Belum pernah tahu bagaimana kepribadiannya.
Apalagi hanya lewat sosial media yang banyak orang memalsukan dirinya disana.
Sebenarnya aku takut, tapi setelah aku coba telusuri, ternyata dia memang orang yang baik.
Teman-temannya banyak, bahkan ada pula temannya yang terang-terangan mengatakan kagum padanya.
Mungkinkah kira bisa berjodoh dengan orang yang hanya kita kenal lewat sosial media?
Ya, kembali lagi. Jodoh itu sudah tertulis di lauhul mahfudz, tinggal kitanya saja yang mencoba untuk memantaskan diri agar benar-benar dijodohkan dengan orang yang baik menurut-Nya. Jika memang ia yang terbaik menurut pilihan-Nya, aku percaya pasti suatu saat kita akan dipertemukan dengan cara yang di ridhoi pula oleh-Nya.