Jreng jreng
Sebuah kaleng jatuh di hadapanku, tak lama ada seorang wanita yang menggunakan seragam sepertiku menghampiriku.
“Permisi,” sambil tersenyum ia mengambil kaleng yang ada di depanku lalu pergi.
Aku terus berjalan, dan melihat wanita yang ku lihat tadi menyeberang jalan dengan membawa beberapa kaleng yang ia kumpulkan, ia terus saja tersenyum kepada setiap orang yang ia temui dengan ramah dan ceria.
*****
Sudah seminggu aku berjalan melewati jalan ini, namun aku tidak bertemu dengan wanita itu kembali. Padahal sebelumnya hampir setiap hari aku bertemu dengannya disini. Setelah seminggu tak bertemu, hingga di hari cerah ini aku bertemu dengan temannya wanita itu di perpustakaan sekolah.
“hmm..a..a..nu permisi,” dengan gugupnya aku memulai percakapan dengan temannya itu.
“iya, ada apa ya, ada yang bisa saya bantu?” dengan sedikit mengangkat alisnya, ia bertanya.
“hmm.. maaf sebelumnya, temen yang sering bareng sama kamu sepertinya sudah seminggu enggak datang ke sekolah, ya??” tanyaku gugup.
“ahh.. Rachel maksudnya?” dengan menurunkan alisnya, ia menjawab.
“ohh, namanya Rachel toh” bisikku dalam hati.
“ahh, iya Rachel. Kemana dia? sudah seminggu aku enggak melihatnnya” tanyaku dengan gugup lagi.
“hmm.. Rachel sekarang sedang sakit, dan sekarang dia lagi dirawat di rumahnya” dengan ekspresi sedih temannya menjawab.
“hah? Sakit apa?” tanyaku penasaran.
“panjang kalo aku harus certain disini. Kalau kamu mau, aku bisa anterin kamu ke rumah Rachel hari ini.” Ajaknya.
Dengan rasa penasaran aku pun pergi bersama temannya untuk menjenguknya.
****
Setibanya di rumah Rachel, aku terkejut dengan apa yang kulihat. Ternyata dia bukanlah seorang gadis miskis anak pemulung, melainkan adalah seorang anak orang kaya yang tinggal di sebuah perumahan elite yang tidak jauh dari rumahku.
“yuk, silahkan masuk,” suara ramah dari dalam rumah mempersilahkan kami masuk.
“iya tante,” jawab kami
Kami pun masuk, mataku pun terbelalak dengan melihat isi rumah wanita itu yang penuh dengan barang mewah, sejenak aku bertanya di dalam hati “kalau dia kaya, lalu kenapa dia mengumpulkan barang bekas setiap hari?”. Aku pun tambah penasaran hingga aku masuk ke dalam kamarnya Rachel. Aku benar-benar terpukau dengan kamarnya yang penuh dengan lukisannya.
Tiba-tiba pandangan kekaguman akan rumah ini hilang seketika aku melihat keadaan Rachel yang terbaring lemah di tempat tidur, melihatnya menggunakan sebuah selang di hidungnya dan penyepit di tangan membuatku meneteskan air mata. Bagaimana tidak, selama ini aku hanya melihatnya sebagai sosok wanita yang kuat dan tangguh, namun sekarang aku melihatnya sebagai seorang wanita lemah tak berdaya, namun dia tetap tersenyum.
“hai hel, ini temanmu, sepertinya dia mengkhawatirkanmu, jadi aku ajak dia ke sini, enggak apa-apa kan?” Dengan menggandeng bahuku, temannya mendekatkanku pada Rachel.
Rachel pun tersenyum dan mengulurkan tangan seraya ingin berjabat tangan.
“hai, aku Rachel. Senang bisa berkenalan denganmu.” ucap Rachel dengan senyuman.
“hah? Jadi kalian belum saling kenal?” tanya temannya Rachel.
“hehe.. Aku Sri dari kelas 10C, senang berkenalan denganmu juga.” Ucap diriku dengan tersenyum aneh sambil menyambut tangannya Rachel.
“kalo ini Tuti, Sri. sahabatku dari kelas 10A juga.” dengan memperkenalkan Tuti sahabatnya.
Aku pun berkenalan dengan Tuti. Rachel banyak bercerita tentang Tuti, begitupun sebaliknya. Mereka tampak akrab sekali, meskipun begitu mereka tidak mengabaikanku, mereka juga banyak menanyakan tentangku.
Tiba-tiba aku teringat akan sebuah buku besar warna biru.
“oh ya, ini. Aku mau mengembalikan ini.” ucapku dengan menyerahkan sebuah buku besar biru berukuran HVS kepada Rachel.
“wah, kamu ketemu dimana? aku udah lama loh nyari buku ini,” tanya Rachel dengan ekspres terkejut
“aa..aku kemarin enggak sengaja menemukannya di Halte, rencananya mau langsung aku kembaikan, tapi kamu malah enggak datang, maaf ya aku baru bisa mengembalikannya sekarang.” jawabku dengan sedikit sedih.
“iya, enggak apa-apa, Sri. Aku malah seneng akhirnya buku ini bisa kembali lagi.” jawab Rachel dengan ekpresi senang.
Akhirnya aku bisa pulang ke rumah dengan perasaan lega karena sudah mengembalikan bukunya yang sudah seminggu bersamaku.
****
Hari berlalu seperti biasa, sekarang tiba saatnya musim ujian kenaikkan kelas. Meskipun begitu, aku tidak berminat untuk belajar, aku merasa bosan. Tiba-tiba aku teringat akan Rachel dan memutuskan untuk bermain ke rumahnya.
Setibanya di kamar Rachel, aku terkejut dengan keadaan kamarnya yang berantakkan oleh buku-buku.
“Rachel, kamu ngapain?” tanyaku heran.
“ee..Hai, Sri. aku lagi belajar matematika nih, kan besok mau ujian.” sambil tersenyum ia mengerjakan soal logaritma
“kamu ikut ujian juga? Jadi kamu tadi ke sekolah dong.” tanyaku lagi
“eh..enggak lah, pak bambang yang datang ke sini, aku ngerjain ujiannya di sini.” jawabnya sambil tetap fokus pada pekerjaannya.
Kondisi Rachel sekarang mulai membaik, meskipun belum pulih sepenuhnya namun ia tidak harus menggunakan selang dan penjepit lagi untuk sementara.
Melihatnya belajar membuatku ingin mencobanya. Aku pun segera duduk di samping Rachel dan belajar bersamanya, aku mulai mengerti apa yang dijelaskan Rachel dan sejak saat itu aku mulai menyukai belajar dan memutuskan untuk datang lagi ke rumah Rachel sampai ujian berakhir.
****
Akhirnya ujian pun berakhir, meskipun begitu aku tetap ingin datang ke rumah Rachel. Setibanya disana aku melihat Rachel sudah dipasangkan selang dan penjepit lagi, aku sangat sedih melihatnya, tapi lagi-lagi dia tetap memberikan senyumannya padaku.
“ini untukmu,” dengan senyuman ia memberikanku sebuah kado.
“ini apa?” sambil menerima kado tersebut.
“kenangan kita.” jawabnya singkat.
Aku penasaran dengan kado yang diberikan. Rasa penasaranku menarik diriku untuk membuka kado tersebut, namun Rachel melarangku membuka kadonya disana.
“nanti saja di rumah kamu buka.” dengan lembut ia menghalangiku membuka kado tersebut.
Aku pun terdiam dan mengangguk seperti mengerti apa yang diharapkan Rachel. Aku pun pulang ke rumah dan sesegera mungkin aku membuka kado yang diberikan. Aku tersenyum dengan isi kado tersebut, disana ada dua buku, salah satu buku tersebut pernah aku liat, buku tersebut adalah buku yang pernah aku temukan sebelumnya, dan buku lainnya adalah buku kecil yang penuh dengan lukisan Rachel.
Aku membuka buku kecil terlebih dahulu, ku buka lembar demi lembar, namun, setiap lembaran yang terlihat hanyalah gambar-gambar lukisannya saja. Aku bingung, meskipun begitu aku tetap membuka lembar demi lembar hingga sampai di lembaran terakhir yang membuatku menangis.
Dear Sri
Jika kamu sudah menerima buku ini berarti sisa umur ku sudah tidak banyak lagi.
Sri, terima kasih karena sudah mau datang sore itu, terima kasih karena sudah memperkenalkan dirimu sebagai temanku dihadapan Tuti, dan terima kasih karena sudah menemani hari-hariku selama ini.
Tahukah kamu? Aku sudah lama mengenalmu, aku mengenalmu semenjak masa orientasi sekolah (Mos). Waktu itu, aku melihatmu duduk sendirian di depan gerbang sekolah, dengan mata yang penuh dengan tekanan kamu memaksakan diri untuk masuk ke gerbang sekolah. Sejak saat itu aku selalu memperhatikanmu.
Tahukah kamu saat kelasmu sedang bermain bola volley? Saat itu bola volley yang kamu lempar jatuh ke arahku, maaf waktu itu aku tidak bisa mengambilkannya untuk mu. Atau
Tahukah kamu saat kamu duduk di kantin pak Min sendirian? dan saat itu aku dan Tuti duduk disebranganmu, tapi aku tetap tidak menyapamu, sekedar berkata “hai” pun aku tak sanggup.
Maafkan aku karena tak bisa menyapamu, maafkan aku karena tak bisa mengajakmu, maafkan aku karena tak bisa menolongmu, dan maafkan aku tak bisa menjadi temanmu, saat itu. Bukannya aku tidak mau menjadi temanmu, tapi aku takut. Banyak hal yang aku takutkan saat aku ingin memulai berbicara denganmu. Akan panjang jika aku bercerita disini. Maka dari itu, aku juga melampirkan buku mimpi harianku, buku ini adalah buku yang kamu temukan sebelumnya. Buku yang sangat berarti bagiku. Bacalah buku ini selembar demi selembar agar kamu dapat dimengerti.
Sekali lagi terima kasih karena sudah menjadi sahabatku, yang selalu setia menemaniku
Salam hangat, Sahabatmu
Rachel Monica
Aku tak bisa berhenti menangis, aku berlari ke rumah Rachel. Namun, setibanya disana, aku mendengar tangisan dari dalam rumah. Ketika aku masuk, sudah banyak orang yang berkumpul disana. Diiringi dengan suara tangisan aku pun masuk ke kamar Rachel, air mataku bertambah deras. Aku tak bisa berhenti menangis, hingga akhirnya aku pun pingsan.
****
Sebulan dari kematian Rachel, aku pun tetap membaca buku yang diberikannya, setiap hari halaman demi halaman aku baca dengan teliti, dan akhirnya aku mengerti, mengapa Rachel tidak bisa menyapaku dan berteman denganku saat itu.
****
Suatu malam, aku menuliskan apa yang ditulis oleh Rachel di lembar selanjutnya. Sama persis dengan apa yang ia tulis.
Jika Rachel menulis ingin akrab dengan kedua orang tuanya, maka aku pun juga menuliskan hal yang sama, karena sejak kematian ayahku dua tahun silam aku tak pernah bermain dengan mamaku.
Jika Rachel menulis ingin melaksanakan sholat lima waktu, maka aku pun juga menuliskan hal yang sama, karena selama ini aku selalu mengabaikan perintah sholat.
Jika Rachel menulis ingin berhijab, maka aku pun menuliskan hal yang sama, karena selama ini aku belum pernah berjilbab.
Jika Rachel menulis ingin memiliki banyak teman, maka aku pun juga menuliskan hal yang sama, karena sampai sekarang aku pun tidak memiliki teman.
Jika Rachel menulis ingin diingat oleh guru-guru, maka aku pun juga menuliskan hal yang sama, karena hampir setiap guru tidak ada yang mengenalku.
Sekarang aku baru merasa bahwa Rachel yang sekarang sangat berbeda dengan Rachel yang dulu, dimana dia adalah wanita yang pemalu, pendiam, dan seseorang yang juga tidak memiliki teman. Sama sepertiku.
Masa lalunya yang kelam yang mengingatkanku dengan diriku yang sekarang, aku sungguh tidak menyangka orang yang memiliki sifat sepertiku bisa berubah menjadi sosok cerdas yang banyak disukai orang seperti Rachel. “Apakah aku bisa seperti Rachel?” bisikku dalam hati.
****
Kring kring kring
Alarmku berbunyi yang disambut oleh teriakkan mamaku.
“Sri, cepet bangun, sholat subuh dulu.” Dengan sedikit pukulan mamaku membangunkanku.
“hooaaah, iya, iya.” Jawabku dengan nada sinis.
Dengan segera aku pun ke kamar mandi, setelah itu aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah dimana hari ini adalah hari pertama sekolah setelah libur kenaikkan kelas. Saat ingin keluar rumah, tiba-tiba mamaku menyambutku dengan segelas susu cokelat yang sudah diseduhnya.
“nih, sebelum berangkat minum susu dulu.” ucap mamaku sambil menuangkannya mulutku.
“aa..aa..” dengan perasaan bingung aku pun menyambut susu tersebut.
Setelah itu, aku pamit untuk berangkat ke sekolah.
“aku pergi dulu, ma. Assalamu’alaikum.” Dengan berjalan keluar aku pun berangkat, namun setelah empat langkah aku berjalan, aku balik lagi, tanpa sadar aku pun memegang dan mencium tangan mamaku.
“aku pergi dulu, ma. Assalamu’alaikum.” sambil mencium tangannya aku pamit berangkat ke sekolah, ini kali pertama aku mencium tangan ibuku setelah aku ditinggal oleh ayah dua tahun silam.
“wa’alaikumusalam, hati-hati nak.” dengan senyum dan perasaan haru ibuku menjawab salamku.
Aku pun berangkat sekolah dengan perasaan senang dan ceria sampai-sampai dalam perjalanan ke sekolah aku pun senyum-senyum sendiri.
****
Setiba nya di sekolah, karena ada perubahan kelas maka aku harus mencari kelas baruku.
“wah,,, ini kelasku.” dengan menunjuk sebuah kelas di ujung lorong di deretan kelas 11.
“wah.. akhirnya aku bisa masuk kelas A.” gumamku dalam hati dengan perasaan senang, maklum kelas A adalah kelas kalangan atas, rata-rata yang masuk ke kelas A harus memiliki nilai di atas 80.
“hai, Sri. Kamu masuk kelas ini juga.” ucap salah satu yang tiba-tiba menepuk pundakku dari belakang.
“hai.” jawabku seraya menoleh dan memberikan snyuman
Tak Aku sangka yang ku berikan senyuman tersebut ternyata Tuti, sahabatnya Rachel.
“Sri, kesini. Duduk di sebelahku aja,” ajak Tuti
“hah? Iya,,” dengan gugup namun senang aku menjawab ajakkan tuti tersebut.
Dihari pertama sekolah ini, aku merasa ada yang aneh. Keanehan ini terjadi setelah aku menuliskan keinginanku di buku itu. Aku merasa satu demi satu hal yang aku tuliskan di buku itu terwujud.
****
“hai, Sri. Yuk kita ke kantin bareng.” ajak Pita teman satu gengku bersama Tuti
“iya Sri, yuk.” goda Anggi yang sambil menggandeng tanganku
“kantin mana yang harus kita datangi?” canda Tuti sambil mendorongku dari belakang.
Sebulan aku duduk di kelas 11A, aku merasa banyak sekali perubahan dari diriku. Satu demi satu tulisan-tulisan tersebut menjadi kenyataan. Sekarang aku sudah lebih akrab dengan mamaku dan aku sudah memiliki banyak teman; Tuti, Pita, dan Anggi adalah sahabat terbaikku, aku pun sudah menyukai belajar, dan sekarang beberapa guru pun sudah banyak yang mengenalku. Aku juga sudah sholat lima waktu sekarang, meskipun belum berjilbab, tapi aku bertekad kelas 12 nanti aku mau menggunakan jilbab. Aku merasa sangat senang dan berterima kasih kepada Rachel yang memberikan buku tersebut untukku.
****
Aku pun menjalani hari-hariku dengan semangat mencapai keinginan-keinginanku yang kutuliskan dibuku tersebut. Meskipun mustahil aku tetap berusaha untuk mencapainya. Aku menulisnya dengan hati-hati dan teliti sambil membayangkan mimpi tersebut akan menjadi kenyataan. Semoga apa yang aku tulis di buku tersebut bisa tercapai. Terima kasih Rachel.
*****
END
Keren 👍