Read More >>"> injured ({{ Hukuman }}) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - injured
MENU
About Us  

“Hukum aku apa saja asal bukan cinta yang membuatku lara,

Tidak membuatku trauma namun terlalu

 berat jika dilaluinya”

                _bintan keira raditha_

*****

Meizar terus mengikuti koridor sekolah yang bisa di bilang panjang ini tanpa lengah sedikit pun, langkahnya tak terhenti matanya pun meneliti tajam meski rasa nyeri sudah ia rasakan di tumitnya namun semangatnya agar bisa belajar di sekolah barunya ini tak terkalahkan.

Dengan semangat yang membara saja  rasanya masih cukup sulit untuk menemukan ruang kepala sekolah. meski sudah di beri ancang-ancang petunjuk menuju ruangan tersebut oleh perempuan aneh bernama keira masih saja tetap susah.

"11 IPA 1 , 11 IPA 2 , LAB.KOMUTER" gumamnya. Melafalkan papan kecil yang tertera di atas pintu setiap ruangan. Tak ada satu pun papan dengan tulisan ruang kepala sekolah yang terpampang disana namun ia kembali menelitinya dengan cermat dan tanpa lalai sedetik pun.

"Ikutin koridor belok kiri." Meizar mengulang perkataan keira. Ia terus berjalan, setelah menemukan sebuah tikungan ia kira ada ruang kepala sekolah senyumnya sudah tercetak manis namun ia malah memekik tak percaya. "Kantin siswa??!! Sial gue dikerjain sama murid biadab itu. Cih" umpatnya.

Ia merasa bodoh mengapa dirinya dengan mudah percaya dengan ucapan keira padahal karna dirinyalah keira berurusan dengan guru bimbingan konseling, pastinya ia tak akan semudah itu menerimanya apalagi ucapnya ketus bahwa dia akan membencinya.

"Dasar gila tuh bocah!!" Kesalnya.

Meizar duduk dikursi beton depan kelas berniat mengistirahatkan kakinya yang merasa pegal. Ia mengumpat dan tak percaya ternyata disekolah yang berpredikat bagus masih ada saja murid model seperti itu. Dan yang membuatnya tercengang adalah dia seorang murid perempuan. Dimana murid perempuan identik dengan sifatnya yang penurut, selalu mematuhi peraturan,lemah lembut, rajin, dan masih banyak lagi nilai positif yang melekat dengan kata perempuan, namun berbeda kasus untuk kali ini, meizar malah bertemu dengan cewek dengan tingkah antonim yang baru saja ia gumamkan.

Bahkan meizar di buat ternga-nga oleh si keira itu. Selama 10 tahun 7 bulan mengenyam dunia pendidikan baru kali ini ia melihat murid perempuan dengan sifat seabsurd dia.

Saat meizar sedang menatap layar ponselnya seseorang keluar dari kelas dengan membawa beberapa berkas. Dia tersenyum ramah pada meizar lalu pergi meninggalkan dirinya. Cepat cepat meizar mencegah murid itu dan berniat menanyakan letak ruang kepala sekolah. Meizar percaya jika dirinya bertanya pada siswa ini pasti dia akan menunjukkan ruangan yang tepat bukan seperti si keira itu malah menyesatkan. "Permisi, boleh nanya??" Ucap meizar setelah berhasil menyamai langkahnya.

"Iyaa nanya apa??" Ucap dia datar.

"Ruang kepala sekolah dimana ya?? Saya ada keperluan"

"Oh. Ruanganya pak firman, ayo bareng gue aja. Gue juga mau kesana" ucap murid itu santai.

Meizar hanya mengangguk mengikuti langkah kaki di siswa kelasnya itu. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut keduanya. Meizar memperhatikan setiap sudut ia juga menyadari bahwa koridor yang ia lewati tak sama dengan arahan yang keira katakan. "Bener-bener tuh anak niat ngerjain gue" ucapnya dalam hati.

Setelah sampai di depan ruang kepala sekolah meizar mempersilahkan murid itu lebih dulu masuk. Sedangkan dirinya menunggu di luar bergantian. Sembari menunggu ia melihat sekeliling sekolah yang akan membinanya satu tahun kedepan.semilir angin sejuk membuat dirinya merasa rileks.

Ia meneliti setiap penjuru sekolah mulai dari bagian utara yang terdapat masjid sekolah yang sangat megah dengan cat berwarna dominan cream dan bagian selatan yang di penuhi pohon rindang yang menjekukkan.

"Pa kepala sekolah ngga ada" tutur murid itu selang beberapa setik setelah keluar dari ruangan tersebut. "Beliau lagi rapat di luar sekolah" lanjutnya.

"Kamu tau kapan beliau pulang??" Tanya meizar menggali informasi.

"Palingan sekitar jam 3 beliau kesini. Soalnya mau tanda tangan" ucapnya "mending lo pulang aja dulu, entar kesini lagi jam setengah 3. ya kalo lu mau ngurus berkasnya hari ini biar selesai, atau besok juga bisa" tuturnya.

Meizar hanya mengangguk lemas dan  mengiyakan saran dari calon temannya itu, tak lupa berterimakasih padanya. "Okeh, thanks infonya" ucapnya.

"Haha kalem. gue duluan yaa, masih jam pelajaran" Pamitnya santai.

Meizar hanya membalas dengan senyuman mempersilahkan si murid pergi meninggalkan dirinya.

"Oiyah Panggil gue hamizan aja. Kayaknya kita masih seangkatan"ujar murid itu yang ternyata bernama hamizan.

"Okeh zan"

Ia mengangkat jempolnya ke atas lalu pergi menuju arah kelasnya lagi, tubuh jangkungnya hilang di belokan koridor yang menghubungkan antara deretan kelas dan ruang kepala sekolah. Sedangkan meizar duduk dengan perasaan lemas.

Meizar merasa kecewa tak bisa bertemu dengan kepala sekolah pagi ini, kakinya sudah merasa lunglai karna berjalan dari koridor satu ke koridor lainnya namun hasilnya malah nihil. ya, meski  sebenernya ini kesalahnya sendiri. Meizar tak mengadakan janji dengan pak firman. Kepala sekolah bina taruna yang terkenal akan kesibukannya.

--ooo--

"Mampus noh bocah. Emang enak gue kerjain" tawa keira di gudang belakang sekolahnya. Saat ini bukanya keira masuk ke kelas untuk mengikuti kembali kegiatan belajar ia malah duduk santai di gudang belakang yang sudah tak di pakai lagi.

Gudang tak terpakai namun dalam kondisi bangunan yang terlihat kokoh. Tempat ini bagaikan markas besar bagi para trauble maker sekolah karna jarang sekali ditapaki oleh guru ataupun siswa lain. Tempat persembunyian paling aman juga saat bolos pelajaran atau sekolah. Meski serakkan debu mengotori tempat ini namun bagi para trauble maker ini adalah tempat ternyaman yang tersedia dalam bangunan yang membosankan. Sedangkan, ini baru ke empat kalinya kaira berkelana dan menapaki gudang ini setelah sekian lama.

Untung saja saat ini suasana gudang sedang sepi tak ada satu orang pun kecuali dirinya sendiri. Jadi, dengan bebas keira bisa bermesraan dengan kesunyian.

"Emang enak muterin koridor kelas 11. Enak aja udah bikin gue masuk BK terus gue harus anterin dia ke ruang pak firman?? Idiihh emang dia siapa?? Pangeran??" Rutuknya kesal.

Merasa sudah puas dengan aksi mendumelnya keira memilih menyumpal kedua telinganya dengan earphone yang sengaja ia bawa dari rumah. Niat awal keira hanya akan menggunakan saat jam pelajaran sejarah, pelajaran yang sangat membosankan namun ternyata karna dihukum keluar kelas, setidaknya nasib earphone-nya pun lebih berfaedah.

Tak selang lama terdengar suara bel istirahat berbunyi namun ia masih betah dengan kegiatanya bersemedi di gudang sekolah tanpa memikirkan kehadiran si penunggu yang akan datang dalam hitungan menit.

Keira menggentakkan kakinya sesuai irama yang terdengar dari lagu yang ia putar, ia juga membaca wattpad sebagai pengusir rasa bosan.

karna rasa lapar menyerang perutnya, keira memilih keluar dari gudang berniat mengisi perutnya yang kosong. Namun kendala saat ini adalah rasa malas yang menduduki peringkat pertama di dalam diri keira kini menampakkan diri.

Seperti ada lampu ide yang bersinar tepat di atas kepalanya ia tersenyum bangga ketika melihat tiga buah pohon ceri yang rindang.

Ia mulai mendekat dan mendongak ke atas terlihat banyak buah ceri yang besar dan merah merona. Senyum yang tercetak di bibirnya pun semakin mengembang.

Keira melepas sepatu dan kaus kakinya lalu menyapu telapak tangannya yang bersih. "Bismillahhirrohmanirrohim" ucap keira. Ia mulai menaiki pohon ceri yang beranting lebat itu. Bodo amat jika ada yang melihat dirinya seperti  monyet kelaparan. Benaknya.

"Berguna juga nih pohon" ujar keira.

Dengan perlahan ia memetik dan memgumpulkannya. Untung saja keira menemukan plastik saat di gudang tadi. Entahlah, keberuntungan keira saat bolos pelajaran bagaikan candu yang membuat ia merasa syahdu.

Seperti hari ini, meski dirinya di hukum namun saat ia bolos jam pelajaran suasana gudang yang  biasanya di huni oleh trauble maker bersifat dingin kini malah sepi dan saat lapar melanda ia  menemukan ranting makanan yang mampu mengganjal perutnya dan pastinya tak mengurangi uang jajannya.

--ooo--

"Sumpah, ya allah gerah banget ini badan" rengek keira sambil mengelap peluh keringat yang membasahi kening dan ujung hidungnya.

Keira menggerutu tak karuan dikoridor yang tampak sepi. Dikeluarkan dari kelas saat jam pelajaran membuat ia di hukum berkali lipat dari biasanya, belum lagi karna igaunya yang sangat sangat mengancam statusnya sebagai murid yang diemban. Untung saja pak arto hanya menghukum dirinya menyapu dan mengepel seluruh koridor kelas 11.

Seragam yang ia kenakan basah karna keringat yang bercucuran mampu membanjiri badannya, rambut yang ia cepol pun sudah acak-acakan. Ia duduk di barisan kursi beton sambil sesekali menarik nafasnya dalam dalam. Ia melingkis lengan bajunya lalu menarik ke atas kaus kaki putih yang ia kenakan. "Capek bener ini kaki. Tambah sehat gue, ini mah" ucapnya.

Suasana sekolah sudah sangat sepi karna bel kepulangan sudah berdering setengah jam yang lalu. Hanya ada segelintir siswa yang masih bertahan itu pun terikat jadwal ekstrakurikuler.

Keira meregangkan otot tanganya setelah semua hukuman sudah di jalankan kini tugasnya hanya mengembalikan alat kebersihan ke gudang lagi.

Ia berkacak pinggang memandang lembaran keramik yang tampak bersih tanpa tepak sepatu lagi, lembaran kaca tanpa sentuhan mesra dari debu yang mengotorinya. "Alhamdulillah, selesai juga nih hukuman. Oh my god capeknya!!" Ucapnya bersyukur.

"Seneng deh bisa bantu mang daman nyapu sama ngepel koridor, setidaknya walau gue terpaksa ngerjain ini terikat hukuman, tetep aja ada faedahnya, dan gue tetep dapet pahala hehee" gumamnya ngawur dan tak meninggalkan tawa renyahnya.

Tidak seperti murid lainnya yang akan menggerutu dan uring-uringan saat di berikan hukuman keira malah mensyukurinya dan merasa senang. Entahlah dimana letak kesadaran keira bukanya kapok karena hukuma ia malah memuji dirinya.

Terkadang ia lebih memilih hukuman setidaknya menghindarkan diri dari ruang kelas dan pelajaran yang membosankan atau mengulur-ulur waktu kepulanganya. Seperti kali ini, waktu sudah menunjukan pukul lima sore dimana langit senja sudah berwarna jingga. Cahaya matahari yang mampu menusuk penglihatanya. Namun dirinya masih betah di sekolah yang bahkan sudah tak ada seorang pun di dalam sana.

Keira memang lebih nyaman bersendiri seperti ini, menurutnya kesendirian adalah hal yang paling membuat nyaman setelah keramaian terenggut oleh waktu yang kejam. Ia membongkar isi tasnya mengambil sebuah arloji berwarna emas yang klasik namun masih berfungsi dengan baik. Ia melihat sekilas, meresapi lalu memasukanya kembali.

"Lo ngga pulang??”

Keira terkelonjak kaget ketika pendengaranya mampu menangkap suara berat khas seorang laki-laki. Ia menolehkan kepalanya ke sumber suara benar saja, seorang laki-laki berdiri tepat di belakangnya menggunakan hoodie hitam. Ia kira yang ada dalam gedung tinggi ini hanya tersisa dirinya dan pak satpam yang menjaga di luar sekolah namun ternyata salah besar.

"Baru aja mau pulang" jawab keira ketus.

"Sendirian??" Tanya laki-laki itu lagi.

Keira hanya mengagguk kecil lalu menyelempengkan tasnya ke bahu kiri dan beranjak pergi meninggalkan dia yang mungkin saja masih mematung disana.

"Mau gue antar?" Tawarnya, dengan suara yang sedikit nyaring.

"Makasih" tolak keira.

Entah siapa laki-laki itu kaira pun tidak mengenalinya. Bahkan mungkin ini kali pertamanya bertemu, wajahnya sangat asing. Dia bukan salah satu murid kelas 12 bukan pula satu angkatan dengan dirinya. Atau mungkin dia anak kelas 10? Mungkin saja.

Keira segera bergegas mrnjsuh dari grdung dekolah sebenernya keira butuh tumpangan kali ini karna jarak rumah dan sekolah nya yang cukup jauh. Namun, ia tak semudah itu mengiyakan tumpangan dari seseorang yang tak dikenalinya.

Langkah cepatnya membawa ia ke sebuah halte untuk menunggu kendaraan umum yang melintas yang se arah dengan rumahnya. Namun setelah sekitar 15 menit menunggu tanpa kepastian tak ada satu kendaraan umum yang baik hati dengan sengaja lewat yang searah dengannnya.

Setelah sekian lama menunggu namun tak kunjung temu keira pun memilih berjalan menyusuri trotoar jalanan yang dihiasi lampu berwarna oranye yang siap menyapa.

Sesekali ia bersenandung mengusir rasa lelah dan bosan yang menghampirinya. Berjalan sendirian lengkap dengan seragam putih abu-abu yang masih terpasang di sekujur badanya terkesan keira seorang murid nakal yang membolos sekolah untuk bermain dan pulang saat matahari meninggalkan siang.

Tepat jam 7 malam dimana biasanya sebuah rumah penuh dengan kehangatan, canda tawa yang terdengar dari luar.riuh dengan ocehan dan  Berbanding balik dengan suasana kediaman milik keira. Suasana di dalam begitu mati belum ada satu lampu pun menyala yang menandakan kehidupan yang terlihat

"Hufftt" keira membuang nafasnya kasar. Sambil membuka pintu pagar yang tak pernah terkunci.

Setelah berada dalam rumahnya hal yang pertama dilakukan adalah menyalakan saklar lampu satu persatu. Yaa hanya suara petikan saklar lah yang menyambut kepulangan dirinya.

Hening. Satu kondisi yang paling keira benci. Bakhan sangat sangat di benci, merasa bahwa dirinya adalah seseorang yang layak di kasihani dan keira sangat tidak suka dengan ini.

Ketika di sekolah kesendiriaan adalah hal yang sangat membuat dirinya nyaman namun saat dirumah keheningan benar-benar membuat dirinya merasa tercekam. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags