Loading...
Logo TinLit
Read Story - unREDAMANCY
MENU
About Us  

Almost 

***

“I found out so much about myself that I didn't even know before: Rumors."

RUMORS (n.) People are quick to believe the bad things they hear about good people.

***

Biologi, menjadi siksaan penutup sebelum bel istirahat hari ini.

Ada PR essai yang cukup memuakkan di minggu kemarin yang seharusnya dikumpul hari ini.

"Gengs, PR yang kemarin nggak pada ngerjain kan?" Teriak Kafka yang berdiri didepan kelas.

Seisi kelas hanya mengangkat jempol sebagai jawaban karena sedang fokus pada hafalan. Cuma kalau Kafka jadi KM bisa begini.

Meski Dai cenderung rajin. Entah kenapa ia tertarik untuk ikut 'bandel' kali ini. Sedangkan Ran si jenius lagi nggak mood sama sekali buat mikir.

Pak Lando masuk ke kelas dan mulai duduk di singgasananya beberapa waktu lalu, tepat saat bel itu berbunyi nyaring.

Hari ini kelas terdengar gaduh dibuatnya. Ada tugas hafalan sepuluh nama tumbuhan dan sepuluh nama hewan yang diberikan di minggu kemarin. Terdengar mudahkan?

Tapi bagaimana jika hafalan itu wajib dalam bahasa latinnya?

Oh, God! Sad akan minta di tenggelamkan saja oleh Bu Susi sekarang juga.

Satu persatu murid masih saling bergantian tes kedepan. Banyak dari mereka yang lidahnya terpeleset saat mengucapkan nama-nama itu. Atau juga ada yang melenceng jauh dari ejaan sebenarnya, karena terlalu sulit mengingat bahasa latin yang tak biasa mereka ucapkan.

Saat itu terjadi, kelas akan mulai ramai dipenuhi tawa membahana karena apa yang mereka ucapkan rasanya terdengar begitu lucu di telinga.

Dan yang paling parah adalah yang diucapkan oleh Fakri, murid super mesum yang kerjaannya mepetin Salsa melulu tiap waktu.

Ya kali bahasa latinnya petai cina dia sebut Lo ena-ena Lo pucing Pala. Padahal yang aslinya tuh Leucaena Leucocephala, jauh banget kan?

Emang dasar itu bocah imajinasinya pergi kemana tau.

Absurd maksimal tuh anak. Apa yang dipikirin coba sampai mencetuskan bahasa latin baru yang ulala begitu. Meski Pak Lando sempat menampakkan ekspresi terkejutnya yang tak bisa ia sembunyikan. Namun sedetik kemudian ikut ngakak juga bareng yang lainnya mungkin saking lucunya.

Dan sampailah mereka di penghujung proses belajar mengajar. Ketika bel favorit pertama itu berbunyi. Menandakan waktunya pulang. Rasanya semua cacing diperut yang meronta dan rasa kantuk di mata yang digelayuti setan hilang seketika. Semua murid dengan semangat 45nya merapikan alat tulis mereka.

Bebas.

"Pak."

Namun senyuman kebahagian itu seketika menguap di udara saat Asnawi, si murid carmuk menginterupsi langkah Pak Lando yang sudah hampir hilang dibalik pintu.

"PR yang kemarin nggak dikumpulin?"

“Emang minta di racun ini anak!”

Semuanya otomatis menatap tajam kearahnya seraya mengumpat tanpa suara.

"Dasar Kamvret!"

***

Tak butuh waktu lama.

Entah terbawa angin dari mana. Rumor yang berbanding terbalik dengan kenyataan yang sebenarnya itu tersebar tanpa rem. Sama seperti sebelumnya, hal ini cukup untuk membuat Dai jadi pusat perhatian lagi di kantin sekolah.

"Daina yang itu loh... Iya, Basqi Arshoka... anak aksel di SMP kita dulu. Putusnya karena selingkuh sama si Ran The king sekolah masa... pacarnya Gwen, The queen di penutupan Ospek angkatan kita kemarin."

"Masa sih? Lo salah orang kalik. Gue satu tempat les kok sama dia dulu. Anaknya baik-baik, innocent gitu kok."

"Ih seriusan gue... Padahal Bas cakep banget kan, pinter, baik juga. Kurang apalagi coba? Mentang-mentang ada dua cowok kece yang deketein dia, eh apa dianya aja yang kecentilan... Sok cantik banget tuh cewek... padahal cupu gitu, masih cantikan gue malah... Nggak sepopuler Gwen... Apa sih bagusnya... Aneh deh."

"Wah, nipu banget dong tampilannya. Gokil tuh cewek, udah selingkuh jadi pelakor pula. Syukur deh Bas udah lepas dari dia."

Kurang lebih, kata-kata seperti itulah yang sempat Dai dengar. Celotehan dari para cewek-cewek yang sebenernya cuma bisa iri hati ngeliat orang lain.

Dai risih.

Saking risihnya, Dai memilih untuk kembali ke kelas. Meski belum sempat membeli apapun yang bisa ia makan. Alhasil kesal bercampur lapar yang berkecamuk membuat Dai tiba-tiba ingin menangis begitu saja.

"Hiks." Isakan kecil itu mulai terdengar dari sana. Dai menyembunyikan wajahnya dalam dekapan tangannya yang bertumpu diatas meja.

Tak lama berselang Ran menyusul masuk. Ditemukannya satu orang yang tidak pergi ke kantin di jam istirahat seperti ini. Ralat, sebenarnya gadis itu juga pergi bersamanya ke kantin tadi. Dan Ran juga tahu Dai terpaksa pergi.

Ran tadinya ingin langsung mengejar Dai. Tapi salah satu penjaga kantin memanggilnya untuk membayar beberapa jajanan dulu sebelum menyusul gadis itu.

Ran mengambil posisi duduk di depan kursi Dai, menghadap kebelakang. Rautnya antara khawatir bercampur marah disana. Namun senyum lembut tetap tersemat di wajahnya.

Dalam tundukannya Dai belum menyadari kehadiran Ran.

"Tok-tok." Telunjuknya mengetuk punggung tangan Dai dua kali.

Hal itu berhasil membuat Dai menjauhkan tangannya. Gadis itu nampak terkejut menemukan Ran yang ada didepannya kini.

Buru-buru Dai mengusap air mata beserta ingusnya kasar.

SRUT.

Ran pura-pura jijik mendengar ingus yang telah meluncur kembali ke tempat asalnya, "Ena jorok ih." Ledeknya.

Dai hanya menggedik tak peduli, "Ngapain lo disini? Ganggu tau nggak! Sial banget gue kalo deket lo."

Judesnya muncul deh. Ran tidak sakit hati sama sekali. Dia sudah terbiasa. Dari orok cewek tengil ini memang suka judes nggak jelas kalau abis nangis. Semacam uring-uringan.

"Bukannya lo yang selalu pengen nempelin gue?" Tanggap Ran kemudian.

Dai malah merengek sedih seperti anak kecil tanpa malu lagi didepan Ran, "Kesel!"

Melihatnya seperti itu, tanpa sadar tangan Ran mengepal. Rahangnya mengeras tak terima. Tapi dia harus tetap menahan diri.

"Udah jangan nangis. Ntar muka lo kelihatan makin jelek jadinya."

"Lo yang jelek." Balas Dai langsung.

"Dih, gue mah cakep."

"Halu!" Ketus Dai lagi.

Ran mencibir, namun setelah itu tangannya menyodorkan satu cup pop ice dan satu cup mie instan yang masih mengepul. Menghadirkan aroma menggiurkan dari uap yang merangsek ke indera penciuman Dai. Liurnya menetes seketika.

"Lain kali. Kalo udah mesen tuh jangan ditinggal. Rugi orang! Jadi tekor deh gue suruh bayar."

Mata bulat itu mengerjap dua kali. Tangannya kembali mengusap wajah. Lalu kemudian senyuman bodohnya mulai menghias diwajah sembab itu.

"Oh iya gue lupa. Hehe makasih ya."

"Dih makasih doang." Cemooh Ran gurau. "Jatah bensin motor gue tuh padahal. Nggak mau tauk lo harus bayar balik buat gantiin duit jajan gue hari ini pokoknya."

"Yaelah, mie doang berapa sih paling." Tangan Dai masuk ke saku baju seragamnya untuk mengambil uang, "Nih. Mie doang kan? Kalo Pop ice nya masih gratis dari janji sebulan lo."

"Yang kayak gituan aja lo inget mulu."

Bahu Dai menggedik acuh meresponnya.

"Eits, tunggu dulu!"

Kedua jajanan itu ditarik balik oleh Ran sebelum tangan Dai sempat meraihnya.

"Siniin ih, kan udah gue ganti uangnya."

"Bayar pakai duit mah udah biasa. Gue pengennya yang lain."

"Yang lain apaan?" Curiga Dai melihat Ran tiba-tiba tersenyum, "Awas lo ya, jangan yang nggak-nggak. Gue nggak suka."

Senyum di bibir Ran malah semakin mengembang, "Oh, jadi Ena sukanya yang iya-iya. Boleh aja, ayo sini sama Kakak Ran." Nada dan lagak bicaranya sengaja Ran buat seperti sedang bicara dengan Dai usia 5 tahun.

Melihat ekspresi Ran yang menggelikan itu membuat Dai refleks mengarahkan telapak tangan kanannya, bergerak sekilas meraup muka Ran.

"Nggak sopan!" Ran berdecih seketika.

"Jijik ih Ran."

"Asli ya, Na. Gue dua tahun lebih tua dari lo. Tapi nggak ada harga dirinya banget gini setiap sama lo."

"Aduh gitu aja ngambek. Iyaaa deh iya, maafin Ena ya Koko Ran." Timpal Dai dengan nada manjanya yang dibuat-buat.

Bukannya luluh, Ran malah berjengit geli melihat Dai seperti itu, "Makin nggak sopan! Nama gue udah keren malah jadi kayak nama sereal sarapan pagi aja kalo lo panggil begitu."

"Lha, dari kecil kan emang gue panggil lo begitu."

"Ya itu kan waktu kecil. Udah gede mah harusnya beda dong."

"Terus maunya dipanggil apa?"

"Ya yang lain biar lebih akrab."

"Misalnya?"

"Ya apa gitu, sayang kek, honey kek, baby kek. Oke nggak usah baby, bebep aja gue udah seneng."

"Bebek kalik lo mah." Dai kemudian tertawa renyah, "Ganjen! Udah ah mana siniin mienya. Gue pengen makan."

Ran menghela napas berat. Dia tidak marah, tidak kesal sama sekali malah. Justru sebaliknya, Ran senang bisa melihat Dai tidak bersedih lagi. Dan yang paling penting dirinyalah yang membuat gadis itu tertawa.

Ran akhirnya memberikan mie dalam cup itu. Dai menerimanya dengan raut ceria yang membuat Ran gemas.

"Dasar curut!" Ledek Ran seraya mengacak poni Dai. Gadis itu hanya manyun sekilas. Karena setelahnya mulut itu penuh dengan mie.

Ran diam-diam tersenyum lega melihat Dai sudah kembali ceria.

“Ena."

"Hem."

"Nggak usah lo dengerin ya omongan orang-orang yang ngawur itu. Apalagi diambil hati sampai bikin lo nangis kayak barusan."

"Gue nggak nangis karena itu. Malah gue pengen ketawa dengerin omongan mereka tentang gue yang bahkan gue sendiri aja nggak tahu." Jawab Dai santai sambil kembali menyuap, "Lo kan tahu sendiri kalau gue selalu milih bodo amat nanggepin omongan orang tentang gue."

"Hem?" Ran dibuat bingung dengan jawaban Dai.

"Gue nangis karena laper. Pengen makan di kantin tapi risih diliatin orang. Gue kesel banget. Saking gondoknya sampai keluar air mata gini deh. Lucu ya?"

Dan penjelasan gadis itu berhasil membuat Ran melongo di tempatnya. Di kantin tadi Ran sempat hampir hilang kendali ingin membungkam mulut-mulut usil itu dengan bogeman. Ternyata penyebab sebenarnya bukan itu.

Kenal Dai dari orok, tidak cukup membuat Ran mengerti akan gadis itu.

Atau mungkin rasa sayangnya yang terlalu, yang akhirnya membuat Ran memiliki kekhawatiran berlebih. Khawatir akan adanya hal-hal yang menyakiti gadisnya. Hal sekecil apapun itu.

"Lucu dari hongkong." Responnya merasa bodoh setengah kesal.

"Yeh sewot." Timpal Dai.

"Gimana gue nggak sewot. Gue hampir aja tonjokin mereka satu persatu tadi."

"Baru hampir kan?" Tanya Dai membuat Ran melotot.

"Curut." Dengus Ran.

Dai cekikikan, "Tapi makasih ya, Ran. Karena lo, kesel dan laper gue terobati. Lo ter the best deh buat gue pokoknya." Dai berucap tulus pada Ran. Dengan binar cerianya ditambah gummy smile.

Kali ini tak ketinggalan kalimat andalannya yang sudah jarang ia ucapkan. Meski sejak kecil selalu tak pernah lupa Dai teriakan saat berterimakasih pada Ran.

"I love you Koko Ran."

Ran terhipnotis untuk menyematkan senyum manisnya juga. Meski jauh didalam hatinya terselip juga kesedihan disana.

Kesedihan karena kalimat itu Dai ucapkan bukan karena menganggapnya sebagai lelaki. Tapi karena Dai menganggapnya sebagai seorang kakak.

Tapi hatinya tak bisa menolak untuk membalas. Maka dengan sorot mata tulusnya Ran menyorot Dai intens. Berusaha menyalurkan perasaan terpendamnya. Dengan harapan semoga Dai bisa mengerti, kalau perasaan sayangnya kini sudah berubah. Berubah semakin meluap dalam sudut pandang yang berbeda.

"I love you too, Daina Tita Prameishelva."

Untuk sepersekian detiknya gadis berpipi gembil itu sempat terpaku pandang pada tatap Ran. Terbius akan ungkapan terselubung cowok itu barusan.

"Ran." Panggil Dai lirih dengan raut tak terbaca. Membuat hati Ran berdebar tak karuan. Takut-takut pesan itu sampai.

Ran memang ingin Dai tahu. Tapi Ran rasa ini bukan waktu yang tepat.

Entahlah~ Ia pun bingung mengartikan apa keinginan dari perasaannya kini.

Tapi kalimat Dai selanjutnya, kembali diluar dugaannya.

"Kok Pop icenya lo minum sih? Sampe tinggal setengah lagi. Minta ih, gue keseretan nih."

Huft ~

Menghela napas lega. Cowok itu menyodorkan minuman itu pada gadis yang kembali manyun dihadapannya. Sedangkan rutukan dalam hati tak berhenti menyumpah serapahi diri sendiri.

Bego!

Dai kembali pada acara makannya. Memberi Ran kesempatan mengatur degup jantungnya yang salah sasaran.

Disuapan ketiga Dai kembali bicara. Tapi Ran tidak bisa mendengarnya dengan jelas.

"Di telen dulu kalau mau ngomong." Nasihat Ran melihat gadis didepannya hampir tersedak karena berusaha bicara dalam keadaan mulut penuh makanan.

Dai menurut, "Jadi lo maunya gue ganti mie ini pakek apa?"

“Nanti. Makan dulu aja.”

Tapi Ran kemudian menimbang-nimbang hal apa yang akan dia minta dari Dai. Dan malah bahasan itu yang terlitas di pikirannya.

“Ena?”

“Hem.”

“Yang waktu itu… Tentang perasaan lo ke Bas… Jadi gimana?”

"Masih sama.” Gadis itu mengambil jeda sebentar, “Perasaan gue tetap tertuju pada orang yang sama. Dan orang itu bukan dia."

"Maksudnya lo suka sama orang lain?"

"Ya."

"Siapa?"

Jantung Ran kembali berdegub kencang menunggu jawaban. Dia harap-harap cemas. Sampai Dai menghembuskan napasnya kasar. Bersamaan dengan jantung Ran yang rasanya mau copot sekarang karena mendengar suara lantang itu.

"Ranutama Atmadja!"

Inginnya Ran berkata kasar.

Sial! Hampir aja.

***

Tags: TWM18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The War Galaxy
12890      2623     4     
Fan Fiction
Kisah sebuah Planet yang dikuasai oleh kerajaan Mozarky dengan penguasa yang bernama Czar Hedeon Karoleky. Penguasa kerajaan ini sungguh kejam, bahkan ia akan merencanakan untuk menguasai seluruh Galaxy tak terkecuali Bumi. Hanya para keturunan raja Lev dan klan Ksatrialah yang mampu menghentikannya, dari 12 Ksatria 3 diantaranya berkhianat dan 9 Ksatria telah mati bersama raja Lev. Siapakah y...
CATATAN DR JAMES BONUCINNI
3105      1006     2     
Mystery
"aku ingin menawarkan kerja sama denganmu." Saat itu Aku tidak mengerti sama sekali kemana arah pembicaraannya. "apa maksudmu?" "kau adalah pakar racun. Hampir semua racun di dunia ini kau ketahui." "lalu?" "apa kau mempunyai racun yang bisa membunuh dalam kurun waktu kurang dari 3 jam?" kemudian nada suaranya menjadi pelan tapi san...
complicated revenge
21343      3289     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."
Aku & Sahabatku
17528      2466     4     
Inspirational
Bercerita tentang Briana, remaja perempuan yang terkenal sangat nakal se-SMA, sampai ia berkenalan dengan Sari, sifatnya mengubah hidupnya.
ALUSI
9580      2283     3     
Romance
Banyak orang memberikan identitas "bodoh" pada orang-orang yang rela tidak dicintai balik oleh orang yang mereka cintai. Jika seperti itu adanya lalu, identitas macam apa yang cocok untuk seseorang seperti Nhaya yang tidak hanya rela tidak dicintai, tetapi juga harus berjuang menghidupi orang yang ia cintai? Goblok? Idiot?! Gila?! Pada nyatanya ada banyak alur aneh tentang cinta yang t...
Melawan Takdir
1794      878     5     
Horror
Bukan hanya sebagai mahkota pelengkap penampilan, memiliki rambut panjang yang indah adalah impian setiap orang terutama kaum wanita. Hal itulah yang mendorong Bimo menjadi seorang psikopat yang terobsesi untuk mengoleksi rambut-rambut tersebut. Setelah Laras lulus sekolah, ayahnya mendapat tugas dari atasannya untuk mengawasi kantor barunya yang ada di luar kota. Dan sebagai orang baru di lin...
Returned Flawed
273      220     0     
Romance
Discover a world in the perspective of a brokenhearted girl, whose world turned gray and took a turn for the worst, as she battles her heart and her will to end things. Will life prevails, or death wins the match.
Ketos in Love
1107      634     0     
Romance
Mila tidak pernah menyangka jika kisah cintanya akan serumit ini. Ia terjebak dalam cinta segitiga dengan 2 Ketua OSIS super keren yang menjadi idola setiap cewek di sekolah. Semua berawal saat Mila dan 39 pengurus OSIS sekolahnya menghadiri acara seminar di sebuah universitas. Mila bertemu Alfa yang menyelamatkan dirinya dari keterlambatan. Dan karena Alfa pula, untuk pertama kalinya ia berani m...
Sebuah Musim Panas di Istanbul
405      292     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
Melawan Tuhan
2861      1084     2     
Inspirational
Tenang tidak senang Senang tidak tenang Tenang senang Jadi tegang Tegang, jadi perang Namaku Raja, tapi nasibku tak seperti Raja dalam nyata. Hanya bisa bermimpi dalam keramaian kota. Hingga diriku mengerti arti cinta. Cinta yang mengajarkanku untuk tetap bisa bertahan dalam kerasnya hidup. Tanpa sedikit pun menolak cahaya yang mulai redup. Cinta datang tanpa apa apa Bukan datang...