7 Juli 2018
Sejak kejadian dikelasnya si Sony, aku nggak berani keluar kelas kalau nggak terpaksa. Istirahat aja aku lebih milih diem dikelas. Berangkat sekolah aku bela-belain pagi-pagi naik angkot sendiri, nggak bareng sama abang. Pulangpun sama, harus nunggu sekolah kosong dulu, baru bisa pulang dengan tenang. Abisnya malu, ketemu anak kelasnya aja suka diledekin 'tukang ngintip' duh ya ampun..
Terus, eh bentar dulu ya. Ibu manggil soalnya, nanti dilanjut lagi kalau inget hehehe. Soalnya ibu biasanya nyuruh-nyuruh nya lama kalau udah dipanggil gini. Bye
###
Ibu rupanya meminta aku membawakan cemulan dan minuman untuk Abang. Karena sejak siang tadi Abang mengurung diri di kamarnya, belajar untuk menyiapkan ujian masuk perguruan tinggi dan ujian nasional.
Aku mengetuk beberapa kali pintu kamar Bang Taufik, tapi tidak dapat jawaban dari tadi. Jadi aku langsung saja membukanya, untungnya tidak dikunci. Dengan tangan kiriku yang bebas, aku dorong pintu itu sampai terbuka lebar.
Bau apak langsung menyembur ke hidungku begitu aku masuk. Kamar Abang benar-benar seperti kapal pecah, begitu sih ibaratnya kalau kata Ibu mengibaratkan kamar anak-anaknya. Terutama kamar Abang tentu saja!
Baju-baju kotor menumpuk di gantungan baju. Gitarnya tergeletak begitu saja di depan pintu menghalangiku masuk tadi. Dan area yang paling kotor adalah meja belajarnya, buku-buku tidak tersusun dengan rapih. Bekas kacang dan bungkus makanan ringan, bertebaran dimana-mana.
Bagaimana bisa konsentrasi belajar untuk ujian masuk universitas kalau seperti ini?? Dasar cowok jorok.
Rupanya si penghuni kamar ini tertidur diatas meja belajarnyanya, pantas saja ia tidak membuka pintunya dari tadi. Aku membersihkan sampah-sampah yang berserakan diatas meja, agar aku bisa menaruh cemilan dan jusnya diatas meja.
Pakaian kotor yang digantung, juga aku bawa semua agar bisa di cuci besok pagi. Karena bau dari baju kotor itu, membuat kamar kakak jadi apak. Jendela kamarnya pun aku buka, agar ada udara segar yang masuk.
Tapi, bagaimanapun juga Abang adalah orang yang sangat ambisius kalau sudah menginginkan sesuatu. Termasuk cita-citanya yang ingin masuk PTN, dan kuliah di fakultas Hubungan International. "Biar bisa keliling dunia gratis" katanya saat aku tanya kenapa ingin masuk ke fakultas itu.
"Abang masih belajar?" Tanya Ibu saat aku memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci.
"Ketiduran…kasian Bu, kecapean kayaknya dia..."
"Yaudah biarin dia istirahat, paling nanti malam dia begadang lagi. Kalau lagi ada maunya emang gitu Abang. Sekolah kamu gimana Na?"
"Biasa aja Bu, ya gitu satu kelas lagi sama Giska. Oh iyya bu, kelas 11 kan harus pemnjurusan. Kira-kira aku enaknya masuk apa? IPA atau IPS??" Aku duduk di samping Ibu dan membantunya, yang sedang menyiangi jagung manis untuk menu makan malam.
"Sukanya pelajaran apa emang??"
"Bahasa Indonesia. Aku males ngitung-ngitung, juga males ngapalin Bu."
"Emang ada jurusan bahasa?"
"Di sekolah Anna sih nggak ada."
"Pindah aja, dimana emang yang ada jurusan bahasa?"
"Emang boleh?? Eh tapi nggak deh bu, soalnya kan ada Sony.."
"Sony?? Siapa sony?" Tanya ibu menyelidik, ia menghentikan kegiatannya dan memandangku curiga.
"Ehh maksudnya ada hadiah walkman sony untuk anak beprestasi setiap tahunnya. Oh iya Bapak udah berangkat lagi??" Aku mengalihkan pembicaraan, sebelum Ibu menginterogasiku.
"Udah tadi siang." Ibu kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Ohh.. aduh Anna lupa, ada tugas yang dikumpulin besok. Anna mau ngerjain dulu ya di kamar Bu." Aku langsung berlari kecil ke kamarku tanpa menunggu persetujuan Ibu.
Duh, hampir aja aku keceplosan. Pasti nanti Ibu lapor deh ke Bapak kalau tau aku mulai suka-sukaan. Hemm.. semoga Ibu nggak ngungkit-ungkit lagi soal Sony, bahaya ini. Apalagi kalau bapak sampai tau, bisa-bisa setiap bapak pulang akan kena ceramah tentang nggak boleh pacar-pacaran.
Oh iya, tumben bapak berangkat siang. Biasanya selalu nunggu aku dan Abang pulang dulu baru dia berangkat bertugas lagi di luar kota. Bapak yang bekerja sebagai Mandor pekerja bangunan itu memang sering kali berpindah-pindah tugas. Bahkan saat sebelum aku lahir, ibu dan Abang sering ikut pindah. Tapi setelah aku lahir, mereka memutuskan untuk menetap di Jakarta. Jadi bapak lah yang jarang di rumah, paling senulang sekali ia puang ke rumah selama lima hari. Atau seminggu paling lama, karena kebanyakan bapak menangani pembangunan di luar daerah.
Penasaran sama lanjutannya ????
Comment on chapter Bab 1