Read More >>"> CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE) ( CEWEK-CEWEK MALTO) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
MENU
About Us  

                                                                                                    Cewek-cewek Malto

 

            Valdi kini sepertinya sudah tidak perlu lagi menyembunyikan hubungannya dengan Fara. Saat ini ia dan Fara sedang duduk berdua di kursi kantin. Mereka berdua terlihat sedang membicarakan sesuatu.

            "Kamu udah siapkan kita bakalan dicap sebagai pasangan yang gak tau malu. Yang satu mengkhianati temannya yang satu mengkhianati pacarnya." Valdi menatap Fara.

            Gadis itu tersenyum ia menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak masalah. Lagipula mereka kan gak tau cerita sebenarnya. Jadi aku gak peduli sama omongan mereka."

            Laki-laki itu tersenyum matanya berbinar memandang Fara kini ia sudah merasa sedikit lega meskipun ada beberapa orang yang mencibir hubungannya dengan Fara. Valdi mengambil ponselnya yang bergetar dari saku celana. Ada sebuah pesan yang masuk dari Mala.

from Mala :

Ke perpus ada yang mau aku omongin.

            Valdi menatap Fara sambil tersenyum. "Aku ke toilet dulu ya." Valdi berdiri lalu pergi dari sana. Yang ia tidak tau Fara mencurigainya kenapa ia pergi begitu menerima pesan dari seseorang.

            Mala berdiri di antara rak-rak buku yang terbuat dari kayu. Rak buku menjulang tinggi keatas banyak buku-buku yang tersimpan rapih di setiap belahannya. Mala memegang sebuah novel klasik dari penulis kelahiran Sumatera. Gadis itu membacanya sambil menunggu seseorang.

            Valdi masuk ia berjalan di antara rak yang penuh dengan buku-buku. Ia bisa melihat Mala dari celah-celah buku. "La." Valdi berhenti tepat di sisi Mala.

            Mala menutup novel kisah cinta itu ia berdiri sambil menghadap Valdi. "Val, aku masih bingung. Kalau selama kita pacaran aku suka ngomongin Malto apa itu bisa di bilang kalau aku punya perasaan lebih ke dia."

            "Waktu kamu membicarakan Malto gak cuma mulut kamu yang berbicara tapi juga ekspresi wajah kamu. Mata kamu, senyuman kamu, semuanya campur aduk dan aku sebagai laki-laki bisa rasain kalau kamu punya perasaan lebih sama dia, cuma mungkin perasaan itu belum kuat karena waktu itu kita masih pacaran."

            Mala terdiam ia menyandarkan tubuhnya pada rak buku sementara Valdi ia juga menyandarkan bahu kananya pada rak buku sambil menyilangkan kedua lengannya.

            "Terus gimana? Kamu sekarang udah yakin kan kalau kamu cinta sama dia."

            Mala menatap Valdi. Tatapannya kini hanya sebatas teman biasa berbeda dengan dulu yang di balut dengan cinta. "Beberapa hari belakangan ini, aku memang ngerasain sesuatu yang berbeda. aku gak suka kalau dia lebih perhatian sama cewek lain, di deketin cewek lain apalagi senyum-senyum sama cewek lain."

            Valdi tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang putih bersih. "Cewel lain! Maksud kamu Syifa? Mmm... dia memang keliatan deket banget sih sama Malto. Atau mungkin kata yang lebih tepat, dia lagi coba untuk lebih dekat dengan Malto. Mendingan kamu cari tau lebih cepat soal perasaan kamu ke dia. Karena kalau enggak Syifa bakalan ada di garis finis sementara kamu tertinggal di belakang."

            Mala tertawa kecil sambil tertunduk "Kok kesannya aku sama tuh cewek kaya ngerebutin Malto sih. Kalau tuh orang denger  bisa-bisa dia kegeeran."

            Valdi ikut tertawa. "Iya bisa-bisa dia merasa dirinya penting lagi. Udah yuk masuk kelas."

            Kedua orang itu keluar dari perpustakaan secara bersamaan. Mereka masih tertawa kecil baru berjalan beberapa langkah dari pintu perpustakaan langkah kaki mereka berhenti secara bersamaan. Kedua orang itu melihat Malto dan Fara berdiri tidak jauh di depan mereka.

            "Benerkan apa kata gue. Kayanya mereka berdua masih saling cinta. Percuma dong gue pacaran sama Valdi kalau si cewek itu masih gangguin Valdi." Fara berdiri di samping Malto sambil menyilangkan kedua tangannya.

            "Si cewek yang lo bilang barusan namanya Mala. Dan jangan lupa lo yang udah gangguin Valdi bukan sebaliknya," bisik Malto tatapannya masih tertuju pada Mala.

            Fara mendecakan lidahnya. Ia menoleh ke arah Malto dengan sinis. "Terus sekarang gimana? Gue tau kalau lo suka sama Mala. Tapi keliatannya Mala gak bisa Move on dari cowok gue."

            "Lo urus cowok lo. Gue urus temen cewek gue." Malto lalu berjalan cepat menuju Mala yang berdiri tidak jauh darinya.

            Tubuh Mala bergerak gerak tidak jelas. Ia seperti tertangkap basah sedang melakukan kejahatan. Mata gadis itu mengerjap hatinya berdebar melihat Malto datang ke arahnya dengan tatapan tajam.

            "Kamu panik La? Jantung kamu sekarang pasti berdebar. Coba deh pikir kenapa kamu harus panik kenapa juga jantung kamu harus berdebar. Kamu sama dia kan gak ada hubungan apa-apa. Kecuali kalau kamu takut dia marah karena salah paham. Kamu tau itu artinya apa, kamu cinta sama dia," bisik Valdi.

            Mala menelan ludahnya. "Iya betul, betul kata kamu Val. Sekarang aku tau. Aku tau perasaan apa ini. Ini cinta Val, ini cinta."

            Malto berhenti tepat di hadapan Mala. Tatapan matanya sangat tajam. Ia seperti ingin memakan Mala hidup-hidup. "Ngapain lo berduaan sama nih playboy. Masih naksir? Gak bisa move on? Atau mau CLBK-an."

            Mala menyunggingkan bibirnya. "Mau tau aja urusan orang. Memangnya gak boleh kalau gue berduaan sama dia."

            "Tapi gue gak suka lo berduaan sama orang yang udah nyakitin lo."

            "Kenapa? Kenapa lo gak suka gue berduaan sama dia? Kitakan cuma temen. Kecuali kalau lo cowok gue baru lo boleh marah. Selama kita cuma temen lo gak boleh marah." Mala lalu pergi meninggalkan Malto begitu saja.

            "Dasar gadis aneh. Tunggu aja tanggal mainnya, tunggu," ujar Malto

            Valdi menatap Fara yang terlihat sebal. Ia berjalan ke arah Fara dan berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya ia dan Mala lakukan di dalam perpustakaan. Mereka berdua jalan perlahan Fara mendengarkan semua penjelasan Valdi yang panjang lebar.

            Ratusan murid berhamburan keluar kelas ketika bel pulang sekolah berbunyi. Malto melihat Mala berjalan sendiri menuju pintu gerbang. Ia berlari kecil dan langsung berdiri di sisi Mala. Tanpa menoleh gadis itu sudah tau kalau yang berdiri di sampingnya adalah laki-laki yang selalu membuatnya kesal.

            Baru akan bicara Malto sudah di kejutkan oleh panggilan Syifa dari arah belakang.

            "Malto." Syifa berdiri di samping Malto sambil merangkul lengannya. "Kita pulang bareng ya."

            Malto menatap Syifa ia memberikan senyuman terbaiknya. "Mm... aku mau pulang bareng sama Mala."

            Syifa melirik ke arah Mala. "Oh ya udah gak apa-apa Mala 'numpang' sama kita aja."

            Mala berhenti ia mengerutkan kedua alisnya. Numpang apa tuh maksudnya. Mala jelas merasa tersindir dengan kata numpang yang Syifa sebutkan barusan. Ia menghela napasnya dan kembali melanjutkan langkahnya. "Gak usah gue mau naik GoTrans aja."

            "Gimana? Kamu mau naik bus umum?" kata Malto.

            Syifa menarik napasnya. Ia merasa tertantang dengan ajakan Malto. "Gak masalah ayo." Syifa menarik lengan Malto dan meninggalkan Mala yang terihat sebal.

            Mereka bertiga sudah sampai di halte yang tidak jauh dari sekolah. Mala berdiri beberapa langkah dari kedua orang temannya. Ia melihat Syifa masih merangkul lengan Malto. Gadis itu mendecakan lidahnya ia bingung kenapa Syifa begitu berani melakukan hal itu.

            "Aku laper nih, kita makan dulu ya. Mala ikut aja nanti 'gue bayarin'," kata Syifa perkataannya mengandung makna lain.

            Mala menghela napasnya. Ia jelas mengerti sindiran gadis itu. Nanti gue bayarin memangnya lo pikir gue gak bisa bayar sendiri apa. Dasar gadis tengik!  Ucap Mala dalam hatinya.

            "Gak usah gue gak laper," ujar Mala ia mendengus dan sangat tidak nyaman dengan keberadaan Syifa. "Kalian duluan aja. Gue mau pergi dulu kesuatu tempat." Gadis itu lalu berjalan cepat meninggalkan halte. Ia tidak tau mau kemana yang penting ia pergi jauh-jauh dari Syifa.

            "La, Mala," panggil Malto berkali-kali. Ia melihat Mala pergi dengan cepat. "Aku susul dia dulu ya." Malto melengserkan pegangan tangan Syifa di lengannya. Ia lalu sedikit berlari mengejar Mala.

            Gadis itu berjalan cepat tanpa mempedulikan Malto yang memanggil-manggil namanya. Hatinya kesal dan tidak suka melihat Malto mendiamkan Syifa seenaknya saja menyentuh nyentuh tubuhnya. Malto berlari kini ia sudah ada sisi kanan Mala.

            "lo mau kemana? Biasanya juga naik bus," ucap Malto.

            Mala masih cemberut. "Gue mau kemana itu urusan gue. Mendingan lo urusin sana cewek lo."

            Malto tersenyum ia merasa Mala cemburu. Tapi kenapa Mala harus cemburu. Bukankah gadis itu hanya menganggapnya teman. "Cewek? Cewek yang mana?"

            Mala mendecakan lidahnya. "Cewek yang mana? Emangnya cewek lo ada berapa sih. Gak usah belaga bego deh."

            Malto melangkah kehadapan Mala, kini ia berjalan mundur sambil menghadap gadis itu. "Cewek gue ada banyak. Mamah gue, Nenek gue, Tante gue, Sepupu gue, Keponakan gue. Mereka semua adalah cewek-cewek yang ada di hidup gue. Oh iya ada satu lagi, Lo."

            Mala terdiam terpaku, ia menatap Malto yang sedang menghadapnya. "Gue," gadis itu menunjuk dirinya sendiri.

            "Iya lo. Lo juga kan cewek yang ada di hidup gue. Itu artinya lo juga cewek gue."

            Mala menarik napasnya. Ia mengerti maksud Malto meskipun ia tahu cewek yang di maksud Malto bukanlah pacar, tapi itu sudah bisa membuat Mala tersenyum lebar. Laki-laki itu memang selalu saja bisa membuat Mala tersenyum dengan caranya dia yang aneh.

            "Eh udah bisa senyum rupanya. Gua pikir lo udah lupa gimana caranya buat senyum."

            Mala tersenyum sambil sedikit menundukan kepalanya. "Di sekolah kita yang jadi 'cewek lo' cuma gue atau ternyata bukan cuma gue," ucap Mala.

            "Mm..." Malto berpikir sejenak. "Arin juga cewek gue, karena dia kan temen gue. Ibu Tujay juga karena dia wali kelas kita. Ceu Odah juga, karena dia sering ngasih gue cilok gratis. "

            "Ceu Odah!" Mala tertawa ia berjalan perlahan

            Ada sebuah bus GoTrans yang melintas di jalan. Di dalamnya ternyata ada Syifa, gadis itu terduduk di kursi di samping jendela. Ia menoleh kesamping dan secara tak sengaja melihat Malto dan Mala sedang berjalan berdua sambil tertawa. Syifa mengerutkan alisnya ia sangat tidak suka melihat kedekatan kedua orang itu. Syifa menghela napasnya cukup kencang ia lalu memalingkan wajahnya ke arah depan.

 

                                                                                                                            ===

 

            Jam istirahat sekolah Mala dan Valdi sedang berbincang berdua di taman belakang sekolah. Sekarang mereka berdua merasa lebih nyaman sebagai teman curhat dan teman untuk berbagi dan menyelesaikan masalah. Meskipun orang-orang pasti akan menganggap mereka CLBK tapi mereka tidak peduli.

            "Kemaren Malto bilang kalau aku ini ceweknya."

            Valdi sedikit terkejut. "Jadi kamu udah di tembak dia?"

            Mala menggelangkan kepalanya. "Enggak, enggak. Belum, dia cuma anggap kalau aku salah satu cewek yang ada di hidupnya dia."

            Valdi meangguk pelan. "Tapi kayanya itu kode deh."

            "Kode?"

            "Iya, di bumi ini kayanya jarang deh ada teman biasa yang anggap temen ceweknya sebagai salah satu cewek yang paling penting di hidupnya dia. Tapi La, kemarin waktu Malto mergokin kita, aku liat ekspresi wajahnya dia ketakutan."

            "Ketakutan? Bukannya dia marah ya?" kata Mala.

            "Mungkin Kamu liatnya dari kacamata seorang teman cewek. Tapi karena aku laki-laki, aku melihat dari sisi yang berbeda. Aku bisa rasain kalau dia ketakutan banget."

            "Kenapa dia ketakutan?"

            "Menurut aku, dia takut kalau kamu balikan lagi sama aku. Dia takut kehilangan kamu. Dan kamu tahu itu artinya apa?"

            Mala menatap Valdi. "Apa?"

            "Cinta,"

            Mala masih menatap Valdi. "Cinta," Ia terdiam sejenak lalu sedikit tertunduk. Entah kenapa ia menarik bibirnya hingga terlihat sebuah senyuman kecil di wajahnya. Apa benar Malto menyukainya. Terus kenapa hingga detik ini laki-laki itu belum juga menyatakan cinta padanya.

            "Mala!"

            Gadis itu tersentuk ada yang memanggil namanya cukup kencang. Ia menoleh dari ujung taman ada Malto. Lagi-lagi ia merasa seperti kepergok sedang melakukan kejahatan. Di tengah kepanikannya itu tiba-tiba Valdi berbisik pelan di telinga Mala.

            "Kita liat La kalau dia marah itu artinya dia takut kehilangan kamu. Dan itu artinya dia cinta sama kamu," bisik Valdi.

            Malto berjalan cepat kearah Mala dan Valdi. Wajahnya terlihat marah, ia tidak suka melihat Mala dan Valdi berdiri saling bersandingan.

            "Lo ngapain sih berduaan terus sama dia. Lo tuh bego atau apa. Udah di sakitin masih aja sama nih orang." Malto menatap tajam ke arah Mala.

            Mala masih terdiam ia melihat baik-baik wajah Malto. Ternyata benar kata Valdi, Mala melihat ekspresi ketakutan di wajah Malto. Gadis itu berdeham ia senang mengetahui makna tersirat dari kemarahan Malto.

            "Memangnya kenapa sih To. Bukan urusan lo juga kan dia mau deket sama siapa. Lo tuh cuma temennya sementara gue pernah jadi cowoknya. Dan kayanya gue bisa jadi cowoknya dia buat yang kedua kali." Valdi merangkul pundak Mala. Ia sengaja melakukan hal itu karena ingin melihat sikap dari Malto.

            "Kurang ajar lo!!!" Malto meninju pelipis wajah Valdi hingga pria itu tersungkur. "Dia ini cewek gua jadi lo gak boleh sentuh dia sedikitpun. Lo udah nyakitin dia jadi jangan ganggu hidup dia lagi."

            "Malto!!!" teriak Mala. Ia lalu membantu Valdi berdiri. "Lo kenapa sih? Jangan jadi berandalan deh."

            "La, gue cuma gak mau lo di sakitin lagi sama dia."

            Gue yang nyakitin dia To, karena selama ini gue selalu membicarakan tentang lo. Mala menyentuh dada Malto dan menahannya agar tidak mendekati Valdi.

            "Lagian ini hidup gue, terserah gue mau deket sama siapapun termasuk sama mantan pacar gue."

            Malto mendengus. "Lo tuh bodoh atau apa sih La. Udah di sakitin masih aja mau sama nih orang. Lo lupa ya sekarang dia udah punya cewek. Ceweknya itu temen semeja lo."

            Iya gue memang cewek bodoh yang seharusnya sejak awal tahu siapa yang sebenarnya gue cinta.

            Mala menatap Malto sangat dalam. "Ramalto Sanjaya inget sekarang kita cuma teman, gak lebih dari itu, jadi lo gak punya hak buat ngelarang gue untuk ketemu dengan siapapun."

            Malto mengerjapkan matanya. Maksud dirinya baik agar Mala tidak di sakiti lagi oleh Valdi. Malto meangguk pelan dirinya menyimpulkan sendiri kalau sepertinya Mala masih ingin menjalin hubungan dengan dia. "Ok kalau itu memang mau lo. Terserah! Memang bener kata lo kita cuma teman biasa, teman sejak SMP, jadi gue gak punya hak buat ngelarang lo." Malto berbalik lalu berjalan cepat meninggalkan taman belakang sekolah.

            "Seribu persen La," ucap Valdi.

            "Apa?" Mala bingung.

            "Gue yakin seribu persen kalau Malto cinta sama Lo. Gue yakin barusan lo bisa liat sendirikan bagaimana cara dia marah."

            Mala meangguk. "Dia marah sekaligus takut."

            Bel tanda berakhirnya jam istirahat telah berdering. Valdi masuk kedalam kelas tidak lama di susul Mala. Gadis itu duduk di samping Malto yang terduduk sambil menyilangkan kedua lengannya. Sekilas Mala melihat wajah Malto. Mimik wajah kemarahan masih terpasang di wajahnya. Tidak ada senda gurau seperti biasanya. Mereka hanya duduk dan diam seperti orang yang tidak saling mengenal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags: twm18 twm18

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • ajunatara

    jadi inget dulu pernah di jambak sama cewek gue di kelas

    Comment on chapter JAMBAKAN MALA
Similar Tags