Read More >>"> CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE) ( SEMUA HAL TENTANG DIA) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
MENU
About Us  

                                                                                                      Semua hal tentang dia

 

            Mala mengucek-ngucek matanya. Ia masih mengantuk akibat semalam dirinya baru tidur jama setengah satu. Beberapi kali gadis itu menguap untung saja di kelas tidak ada orang lain sehingga mereka tidak melihat bukaan mulut Mala yang seperti kuda nil. Gadis itu merebahkan kepalanya di atas meja. Ia menutup matanya namun tidak lama ada seseorang yang memanggilnya. Mala membuka mata dan melihat Syifa masuk kedalam kelasnya.

            "La, lo liat Malto."

            Dasar gadis sialan! kenapa Syifa masih tetap kelihatan cantik kulitnya bersinar seperti biasanya, padahal ia yakin kalau Syifa juga kurang tidur.

            "Di kantin mungkin."

            Syifa berdiri di ujung meja Mala. "Gak ada. Tadi gue udah kesana."

            "Di lapangan lagi main basket."

            "Di lapangan gak ada yang lagi main basket."

            Mala berpikir sejenak hanya ada satu tempat yang terlintas di kepalanya. "Paling di gudang sama yang lainnya."

            "Gudang? Dimana ya?"

            "Jangan, lo jangan kesana. Di sana mereka suka ngobrolin hal yang aneh-aneh. Jadi cewek cantik kaya lo dilarang kesana bahaya." Apa! barusan gue bilang apa? Cantik dasar mulut jurang ajar. Bodoh banget gue bilang dia cantik. Mala bodoh, bodoh, bodohhhh.... Gadis itu menyesali ucapannya barusan.

            Syifa meangguk angguk pelan. Ia tanpa meminta izin langsung duduk di samping Mala. "Lo kayanya dekat banget ya sama Malto."

            Mala tersenyum ia menduga duga mau di bawa kemana arah pembicaraan itu. "Iya, kita udah kenal dari SMP."

            "Oh... kalau gue sih udah kenal dari TK bahkan SD kita sering pulang pergi bareng karena kita satu kelas." Dari nadanya gadis itu sedang membanggakan kedekatannya dengan Malto. "Saking deketnya gue tau semua hal tentang dia."

            "Sama gue juga tau," ucap Mala tidak mau kalah.

            "Oh ya? Lo tau makanan kesukaan dia?"

            "Makanan khas Sunda terutama sayur asem," jawab Mala.

            "Dia alergi apa lo tau?"

            Dasar gadis busuk! gue gak akan kalah. "Udang."

            Syifa meangguk sambil tersenyum sinis. Gadis itu tidak menyangka kalau Mala mengetahui semua jawabannya. "Satu lagi! Lo tau apa yang paling dia benci di bumi ini?"

            Mala mendapat bogeman mentah. Ia di tampar oleh pertanyaan gadis itu. Mala tidak tahu, ia sama sekali tidak tahu apa yang paling di benci oleh Malto di dunia ini. Mala mencoba berpikir sekeras mungkin siapa tahu ia pernah mendengar Malto mengatakannya, namun tidak Mala sama sekali tidak mengingatnya. Sepertinya ia harus mengalah pada Syifa. Mala menghembuskan napasnya, ia diam seribu bahasa.

            Syifa melihat Mala yang terdiam. Dari mimik wajahnya Syifa tahu Mala tidak mengetahui jawabannya. Syifa menoleh kearah Mala yang menatap kosong ke arah papan tulis. Mereka berdua terdiam, Syifa merasa dirinya menang sedangkan Mala tentu dirinya sudah merasa di percundangi oleh gadis itu. Malto datang ia melihat dua gadis yang di kenalnya sedang duduk berdampingan.

            "Fa kenapa? Tadi kata Zalmi kamu nyariin aku." Malto berdiri tepat di hadapan kedua gadis itu.

            "Pulang sekolah aku mau minta anterin kamu ke toko buku bisa?"

            "Bisa," jawab Malto ia sempat melirik ke arah Mala yang diam saja.

            "Eh gimana kalau sekalian kita makan. Mala ikut juga ya, kan temennya Malto temennya gue juga."

            Mala menoleh ke arah Syifa kenapa sikap gadis itu sekarang berbeda. Oh, sekarang ia tahu sifat asli dari Syifa. Baik kalau begitu Mala tidak takut, ia menerima ajakan gadis bermuka dua itu.

                                                                                                                         ===

 

            Mala menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia sendiri tidak tahu apakah keputusannya untuk ikut dengan mereka ke toko buku adalah alasan yang tepat. Sejak tadi Mala merasa di cuekin, ia lihat Syifa dengan genit menempelkan tubuhnya pada Malto sambil berpura-pura memperlihatkan buku.

            Mala berdecak lidah. "Dasar gadis busuk!" gumamnya sangat pelan.

            Mala mengikuti kemanapun Malto dan Syifa berjalan. Sempat kesal melihat tingkah Syifa namun ia tidak mau pergi dari sana. Setelah dari toko buku mereka bertiga menuju sebuah toko kue yang ada di lantai dua mal itu. Syifa dan Malto duduk saling bersebelahan sementara Mala duduk di depan Malto.

            Mala memesan kue Limburg Pie, Sedangkan Malto dan Syifa memesan Sachertorte. Kue khas Austria yang ditemukan pada tahun 1832 oleh Franz Sacher. Mala makan tanpa mempedulikan kedua orang di depannya yang sedang mengobrol. Sesekali kedua orang itu tertawa membicarakan sesuatu tentang masa kecil mereka.

            "Ha... ha... ha... La lo tau gak dulu waktu kecil kita berdua pernah main ke pantai terus waktu itu gue kesengat ubur-ubur sampe kaki gue keram. Tau gak apa yang dia lakuin dia gendong gue di punggungnya padahal waktu itu badan dia lebih kecil dari gue, dia sampe jatoh, jatoh gendong gue." Mala tertawa di ikuti juga oleh Malto.

            Mala hanya mendengarkan ia berpura-pura tertarik dengan cerita itu.

            "Makasih ya. Kalau gak ada kamu waktu itu mungkin aku udah mati kebawa ombak." Syifa mengusap pipi Malto lalu menciumnya.

            Laki-laki itu terkejut ia menatap Syifa sambil sedikit tersenyum aneh. Mala hampir saja tersedak melihat hal itu. Bagaimana mungkin Syifa bisa mencium Malto didepan matanya. Malto lalu menatap ke arah Mala yang sedang menatapnya. Malto menelan ludahnya perasaannya jadi enak. Ia melihat Mala begitu terkejut namun gadis itu berusaha menyembunyikan perasaannya. Mata Malto semakin melebar ketika melihat Mala menyunggingkan bibirnya.

            "Nanti kapan-kapan kita bertiga main ke pantai yuk. Lo mau kan La," kata Syifa.

            "Oh tentu aja gue mau dong. Nanti di sana gue bakalan tumbalin lo ke Nyi Roro Kidul. Dasar gadis busuk!!!"

            "La, Mala, lo mau kan?" Syifa melihat Mala sedang melamun.

            Mala mengerjapkan matanya. Ia baru saja mengkhayalkan sesuatu yang jahat. "Oh iya, gue mau. Pasti seru ya bertiga," ucapnya penuh kepura-puraan.

            Mereka bertiga jalan di trotoar Mala hari ini sudah beberapa kali mendecakan lidahnya. Ia berjalan di belakang Malto dan Syifa. Ia lihat gadis itu sedang berjalan sambil memegang sikut Malto. Kenapa harus pegangan segala sih mamangnya itu orang mau nyebrang apa. Mala menghentikan langkahnya, ia membiarkan Malto dan Syifa meninggalkannya.

            "Dasar! Yang satu cewek busuk yang satu cowok mesum. Bener-bener pasangan yang sempurna." Mala memperhatikan punggung Malto dan Syifa.

            Mala lalu berjalan perlahan, namun dirinya tersungkur ketika ada seorang pesepedah tidak sengaja menyerempetnya. Malto berbalik ia melihat Mala sudah tersungkur di trotoar. Sementara pesepeda itu terus melaju tanpa mempedulikan Mala.

            "Mala!" Malto menghampiri teman wanitanya yang sedang jatuh itu.

            "Lo gak apa-apa?"

            Mala kesal melihat wajah Malto. Ia lalu mendorong tubuh Malto yang tadi sedang berjongkok.

            "Loh! Kenapa? Kok lo marahnya sama gue." Malto melihat wajah Mala yang memerah karena menahan kesal. Ia tidak mengerti kenapa? Tapi Malto tetap harus menolong temannya itu. "Sini coba gue liat." Malto melihat ada sedikit luka di sikut Mala. Ia lalu membangunkan Mala dan menaruhnya di kursi panjang yang ada di atas trotoar. "Tunggu di sini sebentar."

            Mala meniupi lukanya yang terasa perih.

            "Manja! Cari perhatian." Syifa berdiri tidak jauh dari Mala. Gadis itu menyilangkan kedua lengannya di depan dada.

            Mala melirik ke arah Syifa. Ia lalu tersenyum sinis sambil meniupi lukanya. "Menyedihkan."

            "Apa?" Syifa mengerutkan alisnya.

            "Lo lupa ya kalau gue ini cewek. Sebagai cewek melihat sikap lo kaya gini gue udah bisa tau kalau lo pasti suka sama Malto. Dan lo nganggap gue sebagai saingan lo kan."

            "Ok sekarang kita saling jujur aja. Iya gue suka sama dia. Dan gue gak mau lo rusak hubungan gue sama Malto."

            "Lo tuh bener-bener menyedihkan ya. Sebegitu pengennya ya lo dapetin Malto. Sampe-sampe sikap lo sinis gitu ke gue. Asal lo tau aja ya, sebagai temannya Malto dari SMP gue gak rela kalau dia pacaran sama cewek bermuka dua kaya lo. Gue bakalan nyelametin Malto dari cewek munafik kaya lo." Mala lalu berdiri dan berjalan cepat meninggalkan Syifa.

            Tidak lama Malto datang dengan membawa sebotol air mineral. Ia melihat kursi panjang itu sudah kosong. Hanya ada Syifa yang berdiri di sana. "Mala mana?"

            "Udah pulang katanya dia buru-buru."

            "Buru-buru," gumam Malto ia melihat wajah Syifa yang terlihat kesal. Laki-laki itu menduga pasti ada sesuatu yang terjadi di antara kedua gadis itu.

            "Ayo pulang." Dengan senyuman manisnya Syifa langsung merangkul lengal Malto.

 

                                                                                                                      ===

 

            Mala sedang mengeringkan rambut hitamnya dengan sebuah handuk berwarna hijau. Sabun dengan aroma jeruk masih bisa tercium dari kulit mulusnya. Gadis itu terduduk di atas kasur. Ia lalu menempelkan plester di sikut kirinya yang terluka. Ponsel yang ia letakan di atas kasur berbunyi ada sebuah pesan yang masuk.

from Malto :

Tralala lagi apa?

            Mala menyunggingkan bibirnya. Rasa kesal yang ia rasakan masih terasa. Mala menyipitkan matanya ia berpikir untuk apa sih malam-malam  Malto menanyakan keadaanya. Padahalkan tadi sore mereka baru saja bertemu.

from Mala :

Gak penting juga kan lo tau gue lagi apa.

from Malto :

Ya pentinglah soalnya kan gue pengen tau lo udah tidur atau belum. Dan dengan lo balas sms gue itu artinya lo belum tidur. Jadi kedatangan gue gak sia-sia.

            Mala memberengut apa maksud tulisan Malto itu. 'Kedatangannya tidak sia-sia' oh tidak! Jangan-jangan. Mala bangkit dan berlari ke arah jendela rumahnya. Ia melihat Malto berdiri di depan sebuah tiang listrik. Laki-laki itu tersenyum ke arah Mala yang ia lihat ada di jendela kamarnya yang ada di lantai dua.

from Malto :

Gue masuk ya

            Bel rumah Mala berbunyi Taufik, ayah Mala membukakan pintu.

            "Om," Malto mencium punggung tangan kanan Taufik.

            "Eh, Malto udah lama ya kamu gak kesini."

            "Iya Om, saya sibuk. Maklum namanya juga jomblo."

            Taufik tertawa. "Om ngerti maksud kamu. Sibuk nyari pacar kan." Mereka berdua tertawa. "Ayo masuk," Taufik membawa Malto menuju ruang keluarga. Di sana ada Renina yang sedang menonton tv. "Mah liat ada siapa nih."

           Mata Renina berbinar ia menarik kedua ujung bibirnya dan menciptakan sebuah senyuman. "Ya ampun Malto, udah lama gak kesini."

            Malto mencium tangan Renina. Ia lalu menyerahkan sebuah bungkusan putih ke ibu Mala. "Ini tante Martabak keju cap air mancur kesukaan tante."

            Renina dan Taufik saling tatap, mereka berdua mentertawakan kenangan masa lalu. "Kamu itu ngingetin Tante waktu masa kuliah. Dulu Papahnya Mala kalau mau ngapel ke rumah Tante pasti bawa martabak."

            "Iya betul, dan setiap kali ngobrol pasti di jagain sama Papahnya Tante," timpal taufik.

            Malto hanya tersenyum ia menggaruk telapak tangannya.

            "Malto!" Mala datang dari arah belakang. Malto berbalik dan melihat gadis itu sudah memakai piyama. "Ngapain malem-malem kesini. Kalau gak penting mendingan pulang aja."

            "Husshh... gak sopan. Kalau ada temen dateng tuh temenin bukannya di usir. Udah sana mendingan ngobrol di belakang." Taufik mendorong punggung kedua anak muda itu.

            Mereka sudah terduduk di kursi yang ada di taman belakang. Ada beberapa pohon yang tumbuh di sana. Halaman belakang itu dihiasi oleh lampu taman LED yang bisa berganti warna secara otomatis.

            "Kenapa lo kesini."

            Malto duduk di kursi yang terbuat dari rotan. Ia menyilangkan kedua kakinya. "Tadi lo kenapa pergi tiba-tiba gue kan jadi khawatir."

            "Kenapa lo harus khawatir? Biasanya juga gue kalau pulang gak pernah bilang-bilang ke lo"

            Malto menutup bibirnya rapat. Benar juga kenapa ia harus khawatir. Selama ini kan Mala sudah terbiasa pulang sendiri. "Luka lo gimana?"

            Mala melihat sikut kirinya yang ditutupi plester. "Gak kenapa-napa." Mala melihat Malto. "Jadi lo kesini cuma pengen tau soal luka gue." Mala melihat Malto masih memakai seragam sekolah. "Tunggu sebentar lo belum pulang kerumah. Bukannya tadi lo udah mau pulang sama Syifa."

            "Udah tapi cuma buat nganterin Syifa. Abis nganterin dia gue langsung kesini."

            Mala terdiam ia sedikit tersentuh dengan apa yang di lakukan laki-laki itu. Malto rela pulang pergi hanya untuk mengetahui keadaan dirinya. Malto berdeham ia lalu menengadah melihat bintang-bintang yang sudah tergantung di langit.

            "Lo tau gak sih, sampai detik ini belum ada satu orangpun yang bisa membuktikan bentuk asli dari bintang itu seperti apa. Tapi gue yakin bentuk bintang itu bisa berubah-ubah tergantung dari perasaan orang yang melihatnya." Malto bersandar wajahnya masih menghadap keatas.

            "Maksudnya?" Mala juga ikut melihat bintang-bintang itu.

            "Kalau orang yang melihat bintang dalam keadaan marah makan bintang itu akan berbentuk seperti mata api. Kalau dia sedih bintangnya akan berbentuk tetesan air. Kelopak bunga untuk perasaan bahagia. Gambar hati untuk seseorang yang sedang jatuh cinta."

            Mala mengerjapkan matanya ia menatap curiga pada laki-laki yang duduk di sampingnya. Sepengetahuannya jika Malto mendadak melankolis seperti itu artinya ia sedang menggoda wanita yang di anggapnya menarik. Di sekolah Mala pernah beberapa kali mendengar Malto menggoda adik kelas. Tapi apakah saat ini laki-laki itu sedang menggoda dirinya. Untuk apa? Apakah hanya untuk di jadikan bahan candaan saja.

            Mala menghela napasnya. "Terus sekarang dimata lo bintangnya, berbentuk apa?"

            "Anak panah."

            Mala menaikan alisnya. "Anak panah. Perasaan tadi lo gak bilang ada anak panah."

            "Tadi kan gue bilang, bentuk bintang sesuai dengan perasaan orang yang melihatnya."

            Mala menjilat bibirnya sendiri. "Terus anak panah artinya apa?"

            Malto menarik napas dalam. "Artinya ada yang sedang dituju, diincar dan diinginkan."

            "Apa? Apa yang lagi lo tuju, incar, dan inginkan." Mala menatap wajah Malto.

            Laki-laki itu tersenyum ia lalu bangkit dari duduknya. Malto merenggangkan tubuhnya dan menatap Mala yang masih duduk. "Gue pulang dulu ya udah malem." Malto berjalan melewati Mala yang masih penasaran.

            Gadis itu bangkit ia masih menunggu jawaban dari laki-laki itu. "Lo belum jawab pertanyaan gue."

            Malto melambaikan tangannya tanpa menoleh kebelakang sama sekali. Mala menghela napasnya ia hanya bisa melihat teman prianya itu berjalan pergi. Apa yang dia tuju, apa yang dia incar apa yang dia inginkan, Mala begitu ingin mengetahuinya.

Tags: twm18 twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 2 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • ajunatara

    jadi inget dulu pernah di jambak sama cewek gue di kelas

    Comment on chapter JAMBAKAN MALA
Similar Tags