Aku kangen banget sama kamu
Hari senin pagi sebelum jam pelajaran semuanya terlebih dahulu berbaris di lapangan. Upacara adalah hal yang wajib dilakukan setiap seninnya. Beberapa murid berlarian menuju lapangan entah karena mereka semangat atau takut di hukum jika tidak mengikuti upacara. Sementara beberapa yang lainnya berjalan santai mereka terlihat malas untuk berdiri selama kurang lebih tiga puluh menit di lapangan.
Mala melihat teman-temannya sudah keluar kelas. Ia mencari cari dasi di dalam tasnya. Gadis itu lupa menyimpan dasinya dimana?
"Dasar gadis ceroboh," Kata Malto yang baru datang. "Nih pake dasi gue." Malto menyerahkan dasi yang melingkar di lehernya.
"Terus lo gimana?" Muka Mala terlihat panik.
"Tenang aja itu urusan gue. Udah sana duluan nanti gue nyusul."
Mala mengambil dasi milik Malto lalu memakainya. Gadis itu menuju lapangan dan langsung berbaris. Upacara sudah di mulai namun Malto baru datang ia langsung berbaris di samping Mala.
Beberapa orang yang berdiri di dekatnya tertawa pelan. Ada juga yang melihat Malko dengan terheran-heran. Mala merasa ada sesuatu yang aneh. Ia lihat orang-orang di sekitarnya tertawa pelan. Gadis itu lalu menoleh ke arah kanan dan melihat Malto. Alis Mala mengkerut ia lihat Malto memakai dasi anak SD yang berwarna merah. Pantas saja sejak tadi yang lainnya tertawa.
"Lo bercanda ya," kata Mala terheran heran.
Malto menatap ke arah depan. "Yang pentingkan pake dasi."
Ketika upacara berlangsung biasanya ada patroli keliling dari Pak Ramdan, guru kesiswaan. Malto menelan ludahnya ia sedikit panik ketika melihat Pak Ramdan berjalan perlahan ke arahnya. Guru kesiswaan itu mengecek satu persatu kelengkapan seragam para murid. Langkah kakinya berhenti tepat di hadapan Malto. Pak Ramdan melihat dasi SD yang di pakai oleh Malto. Guru itu menarik napasnya sangat dalam. Sedang Malto hanya tersenyum.
"Malto lagi, Malto lagi, selalu kamu." Pak Ramdan kelihatan jengkel.
Malto tersenyum sok manis. "Yang penting kan Pak pake dasi."
Pak Ramdan menyentuh kepalanya. "Darah tinggi Bapak bisa kumat, kalau setiap hari ngurusin kelakuan kamu." Pak Ramdan bicara dengan pelan. "Terserah, terserah kamu aja. Hari ini Bapak mau hidup tenang tanpa masalah." Pak Ramdan lalu pergi begitu saja meninggalkan Malto tanpa menghukumnya.
Kipas-kipas dengan topi atau buku adalah kegiatan yang pasti mereka lakukan ketika selesai upacara. Sinar matahari pagi cukup membuat mereka kepanasan. Malto duduk sambil mengipaskan topinya, sementara Mala mengunakan buku tulis.
"Gila lo To guru aja sampe nyerah ngurusin lo." Datra mengangkat satu kaki ke kursi.
Malto tersenyum mendengar ucapan Datra. "Itu artinya iman dia gak kuat. Orang yang ngurusin gue harus punya iman yang kuat. Lo tau sendiri kan gue kaya gimana."
"Pagi semuanya. Ibu sudah punya pemenangnya." Ibu Tujay masuk kedalam kelas dan langsung duduk. "Artikel yang kalian kirim lewat email udah Ibu baca semuanya. Dan Ibu udah tentuin kelompok siapa yang dapat nilai tertinggi."
Semuanya terdiam mereka penasaran dengan hasil dari tugas membuat artikel. Sementara Mala ia terlihat acuh. Gadis itu tidak peduli siapa pemenangnya.
"Nilai tertinggi di raih oleh kelompok Malto," ucap Ibu Tujay.
Malto, Mala, Fara dan Valdi terdiam. Mereka seakan tidak senang dengan keberhasilan kelompok mereka. Mungkin itu semua karena perselisihan yang sedang terjadi di antara mereka. Teman-teman mereka yang lain terlihat bingung melihat keempat orang itu. Ibu Tujay juga merasakan hal yang sama. Ia melihat keempat orang itu yang tidak menunjukan ekspresi kesenangan.
"Kalian kenapa? Kok kayanya gak seneng jadi juara satu. Padahal hadiahnya tiket nonton GOMFEST."
Mata Malto dan Mala langsung terbelalak mendengarnya. Mereka baru menunjukan mimik wajah senang ketika tahu apa hadiahnya. GOMFEST, adalah singkatan dari Bogor Musik Festival yang akan di adakan hari minggu ini.
"Seneng, seneng kok Bu. Iya kan, iya kan." Malto meangguk angguk dan entah kenapa Mala, Valdi dan Fara juga ikut meangguk. Malto lalu berjalan ke arah ibu Tujay dan mengambil tiket itu. Ia lalu memberikan dua tiket pada Valdi, lalu kembali duduk di kursinya.
"Enak banget lo La dapet tiket gratis." Arin melihat tiket GOMFEST milik Mala.
"Tenang aja nanti aku beliin ya." ucap Datra yang duduk bersandar pada kursi kayu di kantin.
"Terus yang beliin gue siapa?" Zalmi menunjuk dirinya sendiri hal itu membuat yang lainnya tertawa.
"He, jomblo terima nasib aja lagian nanti lo mau dateng sama siapa. Arin sama Datra, Mala sama gue."
"Ciee.." Kata Arin.
"Tunggu sebentar yang bilang gue mau pergi sama lo siapa?" Mala menepuk tangan Malto.
"Terus lo mau pergi sama siapa? Lo kan jomblo, gue juga jomblo jadi ya kita pergi bareng aja. Nanti gue jemput ya."
"Jadi gosip soal lo putus sama Valdi itu bener La." Zalmi penasaran ia bukan tipikal orang yang mempercayai kabar yang masih belum jelas kebenarannya.
"Yah lo kemana aja sih. Kan kemaren gue udah kasih tau." Datra menepuk pundak Zalmi yang duduk di sampingnya. Datra sudah mengetahui kabar putusnya Mala dan Valdi dari Arin.
"Ya gue masih gak percaya aja kalau Valdi ngeduain lo La. Diakan orangnya baik, kalem gak aneh-aneh deh kaya Malto."
"Sialan lo! Justru karena dia kalem dia tuh harus di curigain. Beda sama gue yang terbuka dan apa adanya." Malto membanggakan dirinya sendiri.
Arin melihat wajah Mala yang sepertinya tidak nyaman dengan obrolan itu. "Udah, udah ganti topik lagian kalian cowok-cowok hobinya gosip aja."
===
Malto berjalan sendirian di komplek rumahnya. Laki-laki itu melihat jam di smartphonenya sekarang sudah jam tiga. Malto bingung sebenarnya jam tiga itu masih siang atau sudah sore. Ia jalan sambil sesekali melihat keadaan komplek perumahannya. Dari jauh Malto sudah melihat ada sebuah mobil box yang sedang menurunkan barang-barang di depan sebuah rumah yang berada tepat di depan rumahnya.
Setahu Malto rumah itu kosong sudah sangat lama. Hanya ada seorang penjaga rumah yang selama ini sering ia lihat. Malto jadi teringat seseorang yang ia kenal yang dulu tinggal tepat di depan rumahnya. Malto melihat beberapa orang sedang membawa sebuah sofa masuk ke rumah. Sepertinya ada penghuni baru yang menempati rumah itu. Atau jangan-jangan orang itu.
"Malto?"
Malto sedang menduga duga orang yang pindah kerumah itu. Dan sepertinya dugaan laki-laki itu benar. Malto melihat orang yang memanggil namanya. Mata laki-laki itu terbuka lebar. Ia sangat mengenal betul siapa gadis yang sedang berjalan ke arahnya.
"Syifa?" Malto tersenyum pada gadis itu. Syifa Inera, adalah teman Malto sejak kecil. Mereka berdua sekolah di TK dan SD yang sama. Dulu mereka sangat dekat. Saking dekatnya orang-orang mengira mereka adik kakak. Namun ketika kelas enam SD, Syifa harus pergi ke luar negeri mengikuti ayahnya yang bekerja sebagai diplomat.
Syifa memeluk Malto dengan erat. Ia melepaskan semua kerinduan yang selama ini ia rasakan. "Aku kangen banget sama kamu."
"Aku juga. Kamu pindah lagi kesini?"
Syifa meangguk. Ia tersenyum dan terlihat ada lesung pipi yang mengiringinya. "Iya Papah aku sekarang kerjanya di kementrian luar negeri. Jadi sekarang keluarga aku pindah ke sini lagi."
"Om, Tante mana?"
"Ada di dalem ayo." Syifa menarik tangan Malto mengajaknya masuk kedalam rumah.
"Mah, Pah liat siapa yang dateng."
Kedua orang tua Syifa yang sedang mengatur posisi sofa melihat anaknya datang bersama dengan seorang laki-laki.
"Om, Tante." Malto mencium punggung tangan orang tua Syifa.
"Loh! Inikan Malto ya," ucap Hendra, ayah Syifa.
"Malto udah besar sekarang ya. Kamu masih tinggal di depan." Mira ibu Syifa tersenyum melihat Malto yang sudah tumbuh besar.
"Iya Tante saya masih tinggal di depan."
"Wah bagus dong jadi Syifa masih punya temen disini. Kamu tolong jagain Syifa ya soalnya dia kan cuma kenal sama kamu disini," kata Hendra.
"Iya om tenang aja. Saya pasti jagain Syifa."
"Oh iya Mama kamu ada di rumah," tanya Mira wanita itu menggunakan lipstik merah dan berlian di jarinya.
"Biasanya sih jam segini Mamah belum pulang. Paling sekitar jam enam Mamah baru pulang."
"Oh gitu, yaudah nanti malam Tante main ke rumah kamu ya."
"Iya Tante, nanti saya bilang ke Mamah."
Malto lalu kembali keluar di temani oleh Syifa. Gadis itu tersenyum manis pada teman masa kecilnya. Ketika Syifa tahu ia akan kembali kerumah tempat ia tinggal dulu, hatinya sangat gembira. Sudah lama ia ingin bertemu dengan Malto. Bahkan ketika di pesawat ia gelisah dan tidak bisa tidur sama sekali.
"Oh iya kamu sekolah dimana?" tanya Malto.
"SMA 69."
"Serius?"
"Iya kenapa?"
"Aku juga sekolah disana."
Syifa tersenyum lebar. Ia tidak menyangka bisa satu sekolah dengan Malto. "Wah berarti kita bisa pulang pergi bareng dong."
"Ya bisa dong." Malto tersenyum sangat ramah. Dan gadis itu sangat dalam memperhatikan senyuman Malto.
jadi inget dulu pernah di jambak sama cewek gue di kelas
Comment on chapter JAMBAKAN MALA