Sudah dua hari ini Apy mendekam di dalam kamar rumah sakitnya. Dokter masih belum mengizinkannya pulang dengan alasan sakit kepala Apy yang terkadang datang tiba-tiba dirasa cukup beresiko. Tidak ada hal lain yang bisa dilakukan Apy selain mendengar cerita Mamanya tentang beberapa hal, bercanda dengan Deon, atau sekedar jalan-jalan berkeliling rumah sakit bersama Papanya. Pada awalnya Apy sendiri merasa canggung bersama mereka. Namun, seperti yang dikatakan Papanya, bahwa mereka adalah keluarga. Lagi pula di dalam lubuk hati Apy, ia merasakan rasa nyaman atas keberadaan mereka. Tapi tetap saja tidak mudah bagi dirinya yang pada dasarnya masih belum bisa mengingat mereka.
Seperti pagi tadi, datang dua orang wanita yang mengatakan bahwa mereka adalah teman baik Apy. Yang satu mengaku bernama Talita dan yang satu lagi bernama Elena. Talita ini terlihat dewasa dengan potongan rambut pendeknya, sedangkan Elena nampak simpel dengan rambut kuncir kudanya.
"Apy? Apa kabar?" sapa Talita waktu itu.
"Baik."
"Jadi kamu juga tidak bisa mengenal kami?" sahut Elena.
Apy menganggukkan kepala apa adanya.
"Apa kau benar-benar lupa tentang kampus, tugas akhir kuliah bahkan kedai kopi tempat kita bekerja?" tanya Elena berturut-turut.
Apy hanya menatap kedua orang tak dikenalnya ini dengan muka kebingungan.
"Baiklah, apa kau juga sudah lupa siapa Ares?" pertanyaan yang keluar dari mulut Talita sukses membuat Apy menatapnya tak berkedip.
"Siapa Ares?" tanya Apy.
Untuk sesaat Talita dan Elenan nampak berpandang sebelum menjawab,
"Kayaknya itu udah nggak penting lagi deh." jawab Elena yang diangguki Talita.
"Siapa Ares?" tanya Apy lagi.
"Kamu ingat dia?" seru Talita.
"Sepertinya," jawab Apy yang membuat Talita dan Elena nampak sedikit terkejut.
"Ares itu seseorang dimasa lalu yang membuat seorang Apy galau berkepanjangan hingga hampir 3 bulan." jawab Talita dengan nada dilebih-lebihkan.
Apy mengerutkan dahi berusaha memproses kata-kata tadi. Bahkan klimat itu hingga sekarang masih mengganggu pikirannya. Sudah hampir dua jam yang lalu Talita dan Elena pamit pulang. Namun ucapan terakhir Talita masih terngiang dipikiran Apy. Siapakah kira-kira orang di masa lalu yang hadir dimimpinya waktu itu. Seberapa pentingkah orang itu?
Di tengah-tengah itu, tiba-tiba saja pintu kamar Apy kembali terbuka menampilkan Deon yang cengengesan masuk kedalam kamar. Bahkan bocah itu masih memakai seragam sekolah lengkap dengan tasnya.
"Mama bilang akan ada urusan sampai malam, Papa juga lembur. Jadi aku diutus menjaga nyai." ucap Deon yang membuat Apy memutar bola matanya malas.
"Mau kemana?" tanya Deon saat melihat Apy hendak turun dari ranjangnya.
"Jalan-jalan sebentar." Deon hanya mengibaskan tangannya seolah mengusir tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
Apy berdecak pelan sebelum benar-benar hilang dari balik pintu. Kali ini tujuan Apy satu-satunya adalah ke area taman yang berada di bagian belakang rumah sakit.
Harum bau tanah yang tersiram air langsung mencuat dikala Apy baru saja mendorong pintu kaca pembata area taman. Sore ini taman nampak ramai. Beberapa pasien nampak bercanda tawa dengan saudara atau temannya. Beberapa ada yang lebih memilih diam membaca buku. Diantara bunga-bunga yang bermekaran, sepasang kupu-kupu nampak sedang memupuk rasa. Terbang kesana kemari dan hinggap kesana kemari.
Apy memilih untuk duduk dikursi yang paling dekat dengan Bapak-bapak yang sedang menyirami taman. Bau perpaduan air dan tanah terasa begitu menenangkan.
"Permisi Neng, nanti Si Eneng teh kena muncratan air." tegur Bapak-bapak yang sedang menyiran tanaman.
"Eh? Nggak papa kok Pak." ucap Apy dan kembali mengedarkan pandangannya ke area taman.
"Neng teh sakit apa? Kok kelihatannya sehat-sehat aja." tanya Bapak itu.
"Eh? Sebelumnya saya kecelakaan dan tidak ada luka serius di tubuh saya. Tapi,..."
"Tapi kenapa Neng?"
"Selepas bangun dari masa kritis, saya tidak ingat sama sekali tentang semua hal yang sudah terjadi sebelumnya. Saya bahkan tidak dapat mengenali diri saya sendiri atau keluarga saya." ucap Apy dengan raut wajah sedih.
"Oalah, sudah banyak orang yang ngalami hal sama kaya Si Eneng. Yang penting teh, harus sabar." jelas Sang Bapak.
"Iya Pak."
"Memang awalnya pasti sulit percaya sama orang yang nggak dikenal, tapi ya gimana? Toh kita nggak punya pilihan."
Apy hanya menganggukkan kepalanya menanggapi.
"Ya sudah, saya mau lanjut nyiram tanaman yang lain Neng." pamit Sang Bapak yang dibalas Apy dengan anggukan lagi.
Saat ini pikiran Apy sedang melayang ke antah berantah menyelami otaknya berusaha mengingat setidaknya sekilas tentang dirinya sebelum amnesia. Siapa saja orang terdekatnya? Sebelum ini apa profesinya? Apa yang dilakukannya sehari-hari? Semua ia pikirkan.
Bahkan sekarang Apy tidak tau apa tujuan hidupnya. Saat ini pusat kehidupannya hanya bergantung pada tiga orang saja. Mama, Papa dan Deon.
"Doen," panggil Apy dikala ia baru saja mendudukkan diri di kursi samping adiknya itu.
"Apaan? Aku sibuk." jawab Deon yang memang sedang mengerjakan PR nya.
"Bisa nggak sih kamu cerita ke aku tentang siapa aku dan apa yang sebelumnya terjadi. Kalo gini terus aku nggak bisa ngapa-ngapain. Nggak ada yang aku tau, dan aku nggak tau apa yang harus aku lakuin setelah ini." ucap Apy.
Untuk sesaat Deon menatap wajah Kakaknya. Saat ini Apy sedang memandangnya dengan tatapan seolah mengatakan 'ini saatnya serius' yang membuat Deon menghela napas sebelum memulai cerita panjangnya.