Loading...
Logo TinLit
Read Story - Venus & Mars
MENU
About Us  

"Bagaimana menurutmu jika kita liburan ke Oia?" tanya Ares.

"Oia? Apa kau bercanda?" jawab Apy diikuti kekehannya.

"Atau, bagaimana jika kita berkunjung ke Alaska untuk melihat aurora?"

"Atau pergi ke Jepang melihat bunga sakura?"

"Makan pizza di Italia?"

"Melihat pertunjukan matodor di Spanyol?"

Apy tertawa pelan menanggapi.

"Andai saja bisa." ucap Apy menundukkan kepala.

"Tentu saja bisa. Aku bisa melakukan apa saja selama kita selalu bersama." ucap Ares seraya menyulurkan tangannya. Matanya yang minimalis membuatnya semakin terlihat tipis.

"Kamu terlalu drama." ucap Apy masih dengan tawanya.

"Bukan terlalu drama. Tapi aku memang ingin kita bersama. Aku mencintaimu." ucap Ares dengan raut serius.

Seketika itu Apy menatap Ares tanpa berkedip hingga kemudian wajah Ares perlahan mulai luntur dan Apy sama sekali tidak dapat mengenalinya.

"Ares?" ucap Apy panik, air mata sudah jatuh ke pipinya. Tidak ada jawaban dari Ares yang nampak tak bermuka.

"Ares?" kali ini Apy menjerit keras.

Bau semerbak khas rumah sakit langsung terasa dikala Apy baru saja tersadar dari tidurnya. Bukan, tapi pingsannya. Langit-langit putih rumah sakit menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya. Apy menolehkan kepala mulai mengedarkan matanya untuk mengamati situasi disekitarnya. Hening, nampak seorang wanita paruh baya sedang terlelap bersandar pada ranjang rumah sakitnya. Ada juga seorang lelaki remaja yang terlelap di sofa ruangan itu. Apy menyipitkan mata berusaha mengenali siapakah orang-orang ini. Namun gagal, yang ada kepalanya justru terasa pening.

Kenapa mimpi tadi terasa begitu nyata? Pikir Apy saat mengingat kembali alam mimpinya barusan. Apy menoleh ke arah segelas air putih diatas nakas samping ranjangnya. Entah kenapa melihat hal itu membuatnya merasa haus. Diraihnya gelas itu untuk menghilangkan dahaganya. Namun nampaknya wanita paruh baya yang tidur bersandar pada ranjangnya mulai terusik.

"Apy? Kamu sudah sadar?" ucap wanita itu seraya menyentuh dahi Apy seolah memeriksa dirinya apakah masih demam atau tidak.

"Anda siapa?" ucap Apy yang sontak membuat mata wanita itu berkaca-kaca.

Apy mengerutkan dahi mencoba mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi. Namun tidak ada satu kejadian pun yang terlintas di otaknya kecuali seseorang yang bernama Ares yang tadi sempat mampir kedalam mimpinya.

"Siapa Apy? Dan siapa Ares?" tanya Apy yang menbuat wanita di hadapannya sudah mengeluarkan bulir air matanya.

"Apy? Kamu Apy sayang, kamu Aphrodite. Kamu Apy anak Mama." ucap wanita itu mulai sesegukan.

Mendengar itu, otak kecil Apy kembali bekerja mencari siapa Mamanya? Apakah wanita dihadapannya ini benar Mamanya? Tapi, lagi-lagi Apy tidak dapat mengetahui siapa Mamanya, bagaimana wajahnya, namanya? Apy benar-benar tidak ingat. Apy sungguh tidak mengerti saat ini ia sedang berada di situasi apa dan apa yang terjadi sebelumnya.

"Kamu Apy, ini Mama, dan yang itu Deon adik kamu." ucap wanita itu lagi seraya menunjuk pemuda laki-lki yang baru bngun dari tidurnya itu.

"Wih, udah sadar ternyata, kirain nggak bakal bangun." Ucap Deon dengan nada jenakanya seraya berusaha menepuk bahu Apy.

Namun sayangnya Apy justru menghindar. Bukan apa-apa, hanya saja Apy tidak ingin di sentuh oleh orang yang tidak dikenalnya. Bukankah itu hal yang wajar?

"Apy? Kamu beneran tidak ingat Mama sama Deon?" ucap Mama Apy masih dengan isak tangisnya.

Sedangkan Deon, lelaki 16 tahun itu nampak melunturkan senyumnya dan menatap hampa ke arah kakaknya yang jelas-jelas tidak mengenalinya bahkan Mamanya.

"Aku haus." ucap Apy lirih namun cukup membuat Deon segera meraih segelas air dan menyerahkan kepada Apy.

"Kak Apy nggak ingat kalau dulu aku pernah naruh tikus-tikusan di kamar Kakak sampai Kakak nangis seharian?"

"Aku yang nyuri pudding mangga jatah Kak Apy waktu itu."

"Waktu itu juga aku yang ngambil kertas dari kamar Kakak yang ternyata itu bagian dari proposal kuliah Kakak yang hilang."

Deon mengatakan semua hal berharap Kakanya itu mengingat salah satu momen itu. Namun Apy sama sekali tidak menanggapinya.

"Apy sudah bangun" tiba-tiba saja Papa Apy datang membawa makanan.

"Bisa kita bicara diluar?" ucap Mama Apy yang segera beranjak keluar seraya menyapu air mata dipipinya.

"Deon, ini kamu makan dulu. Ajak Kakakmu juga." ucap Papa Apy menyerahkan sekantung kresek kepada Deon.

"Kak Apy makan ya?" ucap Deon dan membukakan sekotak nasi. Awalnya Deon berniat menyuapi Apy. Namun Apy menolaknya.

"Aku bis makan sendiri." ucap Apy. Alhasil Deon pun menbiarkan Apy makan sendiri begitu juga dirinya.

Tidak ada percakapan sama sekali, baik Apy maupun Deon keduanya fokus pada makanannya. Namun kalimat yang selanjutnya keluar dari mulut Apy membuat Deon berhenti dari makannya.

"Siapa Ares?" kalimat itu kembali terucap dari mulut Apy.

"Siapa?" Tanya Deon.

"Ares." jawab Apy.

Deon mengerutkan dahinya berpikir kira-kira siapa Ares yang dimaksud kakanya ini. Saudara? Tentu bukan. Teman? Tapi Deon tidak pernah mendengar tentang Ares sebelumnya. Sepertinya ia harus menanyakan itu kepada teman baik Kakaknya seperti Talita dan Elena.

"Ares? Aku tidak pernah dengan seseorang bernama Ares." uacap Deon pada akhirnya.

"Tapi, dari mana kau tau tentang Ares? Kenapa tiba-tiba menyebutnya?" lanjut Deon.

"Entahlah, sepertinya itu satu-satunya nam yang ku ingat." ucap apy.

"Atau jangan-jangan itu namaku?" tebak Apy yang membuat Deon menepuk dahinya.

"Hei, Ares itu nama laki-laki. Lagi pula namamu Apy, panjangnya Aphrodite, lengkapnya Aphrodite Diana." jelas Deon sejelas-jelasnya.

"Aphrodite? Bukankah itu nama Dewi dalam mitologi Yunani?" tanya Apy lagi.

"Ck, mending Kakak cepet ingat deh, biar nggak bego-bego amat." ucap Deon yang kesal seraya menonyor kepala Apy.

"Hei, bukannya aku ini Kakakmu?" seru Apy seraya menjewer telingan Deon yang membuat Deon meringis.

"Ampun nyai." ucap Deon diikuti kekehannya. 

Yah, setidaknya Apy tetaplah Apy Kakaknya yang tidak puas rasanya jika tidak menjewer telinganya jika sedang beradu mulut. Begitulah pikir Deon.

Lalu Mama dan Papa Apy pun menyusul ke dalam bertepatan saat Apy menjewer telinga Deon.

"Mama, Papa Kak Apy jahat." ucap Deon dengan nada manja dibuat-buat.

Apy menolehkan kepalanya dan melepaskan tangannya pada telinga Deon. Melihat itu nampaknya Mama Apy justru menyunggingkan senyum.

"Nah, ini Papa kamu." ucap Mama seraya memegang lengan pria paruh baya yang sebelumnya membawa makanan tadi.

"Iya, kita ini keluarga Apy. Ini Papa, Mama dan Deon adik kamu." ucap Papa Apy yang ditanggapi diam oleh Apy.

"Dokter bilang kamu sedang mengalami amnesia, tapi kamu tidak perlu khawatir Mama dan yang lain akan bantu kamu mengingat semuanya." ucap Mama masih dengan senyumnya.

Yang dapat Apy lakukan hanyalah pasrah dan percaya kepada mereka. Seperti yang mereka katakan bahwa mereka adalah keluarga Apy. Namun ada satu hal yang masih terus mengusik pikirannya. Maka ia pun mencoba bertanya kepada semua orang di ruangan ini.

"Siapa Ares?" ucap Apy yang membuat semua pasang mata menatapanya dengan dahi mengkerut kecuali Deon yang nempak memukul dahinya seolah berkata 'Ya ampun'.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags