Loading...
Logo TinLit
Read Story - Venus & Mars
MENU
About Us  

Pagi-pagi sekali Apy sudah mendudukkan diri di kursi meja makan keluarganya seraya ditemani tas ransel yang di letakkan di kursi sampingnya.

"Pelan-pelan dong kalau makan," tegur Mama Apy yang datang membawa segelas susu dari dapur.

"Memangnya ketemuannya jam berapa?" timpal Papa Apy yang tiba-tiba datang.

"Kemarin bilangnya jam 7, tapi dosennya tiba-tiba bilang jam setengah tujuh sudah harus di kampus." Jawab Apy cepat.

Papa Apy hanya menganggukkan kepala paham.

"Ngomong-ngomong, gimana dengan Aldi?" tanya Apapa Apy yang seketika membuat mood Apy yang tadinya jatuh, kini rasanya seperti terperosok jurang.

Apy menggedikkan bahu tidak peduli menanggapinya.

"Menurut kamu di baik apa enggak? Kamu tertarik apa enggak?" tambah Papa Apy.

"Nggak tau, Apy berangkat dulu." ucap Apy seraya buru-buru menjabat tangan Papanya. Setelahnya ia segera melangkahkan kaki lebar-lebar berharap Ppanya tidak kembali menerkamnya dengan kata-kata yang tidak diinginkan.

"Apy, jngan naik taksi, Ayo Papa antar!" seru Papa Apy yang membuat Apy menahan napas. Sepertinya mimpi buruk memang sedang mengejarnya. Namun untungnya, selama perjalanan Papa Apy sudah tidak membahas soal Aldi lagi. 

Sesampainya di kampus, Apy segera menemui dosen pembimbingnya untuk mengkonsultasikan tugas akhir D3 nya. 

"Saya setuju dengan judul ini, hanya saja sumber yang kamu buat acuan sepertinya masih minim informasi yang lebih mendetail. Kamu harus lebih bisa menjelaskannya sampai tidak ada satupun yang patut di pertanyakan." ucap Sang dosen kala itu yang membuat Apy harus terjebak di perpustakaan umum daerah dengan rak berjudul 'sejarah' yang tercetak jelas dibagian atasnya.

Jari-jarinya mengurut satu persatu buku-buku tebal yang sudah menguning itu seolah mencari sesuatu. Hingga akhirnya jari itu berhenti pada sebuah buku bersampul merah. Tebalnya sekitar tiga jari. Namun, lebih dari itu Apy lebih tertarik dengan judul bukunya. Dibawalah buku itu ke meja terdekat dan mulai dibukanya.

Sekali lagi jari-jari Apy menyurut satu persatu baris kata yang berada pada daftar isi buku itu. Hingga akhirnya ia mulai membuka halaman yang ingin di bacanya. Matanya bergerak ke kanan ke kiri menyesuaikan alur tulisan, perlahan-lahan senyum tipis mulai tercetak pada bibir Apy.

1 jam, 2 jam, hingga 3 jam, gadis itu nampaknya masih setia mendudukkan diri di bangku perpustakaan. Bahkan kini ia sudah mengoperasikan laptopnya dan memasang wajah super serius. Beberapa kali ia menggaruk pelan kepalanya seolah bingung dengan sesuatu. Hingga pada akhirnya sebotol air minum yang disodorkan padanya membuat pandangannya teralihkan. Apy mendongak menatap lelaki tinggi menjulang yang tengah menyodorkan minuman kearahnya.

"Ares?" ucap Apy seketika berdiri.

Bagaimana tidak, yang berada di hadapannya saat ini benar-benar Ares dengan rambut gondrong yang di kuncir serta celana jeans sobek-sobek khasnya. Bahkan Apy bisa merasakan harum parfum yang sama seperti saat ia bertemu di Yunani dan acara wisuda saat itu. Seulas senyum takut-takut terbit di bibir Apy. Antara ia bahagia karena bertemu Ares atau karena ia takut jika lelaki ini adalah lelaki yang sama saat acara wisuda.

"Oh? Maaf sepertinya aku salah orang." ucap lelaki itu dengan gugup dan langsung berbalik arah.

Dan seketika itu pandangan Apy langsung kosong. Entah dirinya yang berhalusinasi atau lelaki tadi memang berbeda dengan Ares atau lelaki yang di temuinya di acara wisuda. Tapi kenapa ketiga orang itu punya wajah dan gaya yang sama? Oke, saat Apy harus di bebankan dengan tugas akhir, sekarang ia merasa bebannya semakin berat saja. Bagaimana bisa ia bertemu dengan lelaki yang benar-benar sama namun berbeda orang? Sepertinya Apy harus periksa psikologi untuk memastikan ia sedang berhalusinasi atau tidak.

Dan lagi-lagi, Apy tiba-tiba mendapat sodoran sebotol air minum lagi.

"Bukannya tadi salah orang?" tanya Apy tanpa repot-repot menoleh.

"Maksudmu?" 

Mendengar itu, sontak saja Apy segera mendongakkan kepalanya dan mendapati Talita lah yang tengah menyodorkan minumana kearahnya.

"Eh? Kok kamu disini?" tanya Apy heran.

"Aku juga mau ngerjain revisi, aku cuti kerja sehari." jawab Talita seraya duduk disamping Apy dan mulai membuka laptopnya.

"Tapi kan harusnya nggak boleh bawa makanan dan minuman kesini." ucap Apy berbisik.

"Ssst, kamu mau mati kehausan? Minum aja sembunyi-sembunyi dan jangan sampai tumpah mengenai buku-buku disini." ucap Talita berbisik.

Apy pun hanya menganggukkan kepalanya. Toh, ucapan Talita ada benarnya.

Setelah disibukkan dengan buku-buku tebal dan layar laptop yang menampilan huruf-huruf yang memusingkan, kini ahirnya Apy memutuskan untuk menyudahi kegiatannya dan beranjak membereskan barang-barangnya.

"Aku duluan ya, Ta." pamit Apy.

"Ati-ati," jawab Talita tanpa menoleh. Sepertinya gadis itu tengah fokus dan tidak bisa di ganggu gugat.

Apy menuruni tangga teras perpustakaan dengan senyum yang nampak kosong dan hampa. Ingatannya kembali melayang pada lelaki yang menyodorkan minuman kepadanya tadi. Apy benar-benar bingung bagaimana ada tiga lelaki yang sama namun berbeda orang.

Namun ketiga-tiganya sungguh mirip dengan Ares. Baiklah, kini pikiran Apy kembali melayang pada lelaki itu. Ares memang bukan lelaki yang tampan seperti artis majalah, bukan juga tipe lelaki berjas mahal dengan dompet tebal. Tapi ia hanya seorang lelaki dengan rambut gondrong khasnya dan mata yang minimalis yang mampu menggoyahkan hati seorang Aphrodite. Awalnya Apy mengira perasaannya hanya sekedar kagum karena Ares yang begitu tahu menahu mengenai sejarah yang saat itu menjadi topik penghubung percakapan mereka. Namun, perasaan itu terus tumbuh dan enggan menghilang dari hatinya membuatnya seolah terkurung dalam perasaan yang entah bisa di capainya atau tidak.

Dering telpon segera memecah lamunan Apy, ia segera menepi ke pinggir trotoar untuk mengangkat telpon.

"Hallo?"

"Apy? Kamu dimana? Nanti malam kita akan ada pertemuan dengan keluarga Aldi." ucap seseorang di telepon. Siapa lagi jika bukan Papanya.

Sepertinya Apy memang melupakan lelaki yang satu ini. Aldi, dilihat dari penampilannya Aldi memang terlihat lebih rapi. Namun Apy tidak menyukai Aldi. Jika orang bilang cinta akan tumbuh seiring kedekatan dengan seseorang, maka sepertinya hal itu tidak berpengaruh terhadap Apy. Apy sudah terlanjur memilih Ares. Sedekat apapun nantinya dengan Aldi, sepertinya nama Ares sama sekali tidak mau pergi dari ingatannya. Namun sekali lagi, Apy harus memilih. Bersama Aldi yang sudah jelas menantinya atau Ares yang tidak ada kepastian untuknya.

"Apy? Kamu masih disana?"

"Eh? I...iya, Pa. Ini mau pulang." 

"Ya sudah, hati-hati.

Belum sempat ia membalas ucapan Papanya, tiba-tiba sebuah mobil sedan melaju kencang kearahnya. Apy baru sadar jika sekarang ia telah melangkahkan kakinya kearah jalan raya. 

Tiiiinn......tiiinnn....

Mendengar itu, Apy justru diam membatu seolah hal yang terjadi saat ini seperti mimpi di siang bolong.

Brak

Apy merasakan ada sesuatu yang mengalir keluar dari telinganya diikuti bau amis yang membuat kepalanya pusing. Dan yang terjadi setelah itu, hanya ada kegelapan.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags