Loading...
Logo TinLit
Read Story - Venus & Mars
MENU
About Us  

Semerbak aroma kopi tercium di seluruh sudut ruangan, dentingan bell berulangkali menjadi alunan yang merdu. Jajaran mesin kopi serta tangan-tangan barista handal menjadi pemandangan khas yang membuat setiap orang tidak berhenti menelan ludah. 

Bel pintu sudah berbunyi sejak tadi, namun belum ada satu pun secarik kertas yang hinggap di meja bar hadapan Apy.

"Arel!! Nggak ada pesanan?" tanya Apy seraya menarik lengan Arel yang saat itu berjalan dihadapannya.

"Eh? Gimana ya? Belum ada tuh. Itu rata-rata pada pesen hot white chocholate yang emang menunya baru di launching hari ini. So, kamu istirahat aja sampai ada yang pesen kopi." ucap Arel yang dibalas anggukan dari Apy.

Dari sini Apy bisa mengamati ruangan dengan ukuran sekitar 10 x 10 meter dengan dinding bercat hitam itu penuh dengan tulisan hasil coretan para pelanggan. Hal semacam itu memang di sengaja, kedai ini menyediakan kapur putih di tiap mejanya agar para pelanggan dapat mencoret-coret tembok sepuasnya. Entah sekedar menggores kapur tanpa arah atau justru menulis beberapa baris kalimat yang menggambarkan keluh kesah seharian ini, atau juga menuliskan harapannya di sana. Namun, di samping itu semua, mata Apy justru terkunci pada bagian tembok sisi utara paling pojok. Sebaris kalimat itu sungguh membuatnya ingin menangis .

'Where there is love, there is life'
-Mahatma Gandhi

Apy menekan dadanya mencoba mengubur perasaannya lagi. Namun nampaknya itu sia-sia. Apy justru membenarkan kalimat itu. Apy kini mengerti mengapa ia begitu tidak bersemangat akhir-akhir ini. Meski ia telah kembali pada hobinya, tapi rasanya belum cukup.

"Pesanan pelanggan tetap!!" seru Arel yang segera membuyarkan lamunan Apy.

Apy segera mengambil secarik kertas dihadapannya dan membuatkan pesanan dari pelanggan tetap. Uh, kenapa pelanggan pertamanya haru si pelanggan tetap itu. Dengan wajah tertekuk, ia mulai meracik kopi dengan syarat aneh itu.

"Flat white, 2," ujar Arel yang kembali menaruh secarik kertas di hadapan Apy.

"Eh, Arel. Lo tau siapa yang biasanya duduk di bagian pojok sisi utara?" tanya Apy.

"Kenapa? Itu kursi yang biasa di duduki si pelanggan tetap. Udah dulu ya, banyak pesenan tuh." jawab Arel berlalu begitu saja.

Entah dorongan dari mana tiba-tiba Apy menanyakan hal tidak penting semacam itu. Namun ia sendiri tidak memungkiri jika kini ia mulai penasaran dengan pelanggan tetap ini. Siapa kira-kira orang yang duduk di bangku itu? Orang yang memesan black coffe dengan sedikit gula plus es terpisah, serta orang yang menulis sebaris kalimat kutipan yang membuat hati kecil Apy kembali tergerak.

Setelah menyelesaikan pesanan pelanggan, Apy pun segera keluar dari meja bar untuk setidaknya melihat bagaimana rupa pelanggan tetap yang menulis kalimat itu. Namun, baru saja Apy akan beranjak, Arel sudah terlebih dahulu mendatanginya.

"Sepertinya hari ini sangat beruntung, kita mendapat pesanan banyak sekali." ucap Arel seraya menyerahkan beberapa carik kertas. Apy pun mau tidak mau harus menyelesaikan pekerjaan itu. 

"Arel, si pelanggan tetap masih ada?" tanya Apy saat Arel datang membawakan kertas-kertas berisi pesanan.

"Ada tuh,"

"Arel, si pelanggan tetap masih ada?" tanya Apy lagi saat Ares kembali membawakan kertas-kertas pesanan.

"Masih,"

"Arel, si pelanggan tetap masih ada?" entah sudah yang keberapa kalinya Apy menanyakan kalimat yang sama setiap kali Arel menyerahkan kertas pesanan kepadanya. Dan sepertinya Arel sudah mulai bosan dengan pertanyaan itu.

"20, aku hitung kamu udah 20 kali tanya itu tiap kali aku ke sini. Emang ada apa sih sama tuh pelanggan?" tanya Arel pada akhirnya.

"Nggak apa-apa, cuma tanya."

"Lagian ya, tuh pelanggan kayaknya nggak bakal kemana-mana. Biasanya sih tuh orang seneng banget disini. Bisa jadi sampai kamu ganti shift pun dia belum pulang." jelas Arel.

Apy hanya menganggukkan kepala menanggapi ucapan Arel. Meski begitu, didalam hati Apy bersorak senang karena sepertinya keinginannya untuk bertemu dengan si pelanggan itu dapat terwujud. Sejujurnya ia juga tidak mengerti kenapa ia begitu bersemangat mengetahui siapa pelanggan itu.

Akhirnya, setelah beberapa kali mengotak-atik mesin kopi dan cangkir-cangkir putih, kini Apy dapat beristirah untuk makan siang. Dilepasnya apron yang selama itu menempel padanya. Dan dengan langkah riang segera keluar untuk melihat seseorang yang sejak tadi ingin di lihatnya.

"Di persimpangan sana ada promo untuk steak daging. Ayo kesana!" seru Elena yang langsung mengait lengan Apy dan menyeretnya keluar dari Kafe. Untuk sesaat Apy menoleh ke arah tempat duduk sang pelanggan itu, namun ia hanya bisa menatap seseorang dengan punggung lebar  serta memakai jaket kulit plus earphone yang menempel pada telinganya. Namun, sayangnya posisinya sekarang tengah membelakangi Apy yang membuatnya semakin penasaran.

"Bentar deh, El," ucap Apy segera melepas kaitan tangannya dengan Elena dan menuju bangku yang sejak tadi menajadi pusat perhatiannya. Dengan tekad kuat, Apy harus tau siapa pelanggan itu. Meski nantinya Apy tidak mengenalnya, ia tetap harus tahu. Baru saja selangkah berjalan,

"Nanti keburu habis! Kenapa sih? Nanti aja deh itu urusannya," ucap Elena kembali menarik lengan Apy dan menggeretnya keluar. Mungkin nanti saja pikir Apy.

"Hari ini Talita ada pertemuan dengan dosen pembimbing. Di bilang sebentar lagi akan menyusul kesini." ucap Elena seraya menyuapkan sepotong steak daging ke mulutnya.

Apy menganggukkan kepalanya paham, tak lama kemudian orang yang ditunggu-tunggupun akhirnya tiba.

"Hai, hai." sapa Talita yang langsung duduk bergabung bersama Apy dan Elena.

"Hai!" sahut Apy dengan senyum dari mulut yang penuh steak daging.

"Tolong seporsi steak daging dan lemon tea ya," ucap Elena kepada salah satu pelayan.

"Uh, diluar panas sekali." keluh Talita.

"Benar sekali, aku juga merasa begitu. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan pertemuan dengan dosen pembimbing?" tany Elena.

"Not bad, but I'm not enjoy. Banyak sekali yang harus ku revisi." jawab Talita dengan muka masam.

"Wow, lalu bagimana denganku nanti ya?" ucap Elena tertawa kecil.

"Entahlah? Tergantung kau mendapat macan atau beruang." jawab Talita yang membuatnya dan Elena tertawa.

Disaat kedua teman karibnya itu tertawa, Apy justru tidak mengerti bagian mana dari percakapan mereka yang lucu. Dan seketika itu pula Apy tersedak makanannya.

"Uhuk, uhuk." dengan tanggap, Elena segera menyerahkan minuman kepada Apy.

"Kenapa kamu terlihat buru-buru? Ada sesuatu?" tanya Talita yang berhasil membaca situasi.

"Nggak, nggak ada." jawab Apy menyelap mulutnya.

"Jadi, kapan kamu bertemu dosen pembimbing, El?" tanya Apy berusaha mengalihkan perhatian.

"Lusa, mungkin?" 

"Kalau kamu kapan?" sahut Talita seraya menyedot lemon tea-nya.

"Besok," Jawab Apy seraya melarikan pandangannya kearah kedai kopi tempatnya bekerja yang berada di seberang tempatnya saat ini.

Nampak seorang lalaki berjaket kulit itu sedang berjalan keluar dari kedai lengkap dengan earphone yang masih menempel pada telinganya serta tas ransel yang menempel dipunggungnya. Apy menghela napas pasrah. Sang pelanggan tetap itu telah pergi.

Yah, mungkin besok pelanggan itu datang lagi. Oh tidak, besok Apy harus bimbingan dengan dosen.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags