Setelah menghabiskan waktu selama hampir 5 jam di kapal, akhirnya Apy dapat menjajakkan kaki di tanah Mykonos yang sangat diimpikannya. Tak hentinya bibir itu tersenyum puas melihat hal di sekelilingnya.
"Jadi, kita akan kemana setelah ini?" tanya Apy terlampau semangat.
"Kita tidak punya banyak waktu disini. Jadi kita hanya akan ke Kato Milli dan little Venice."
Kali ini Apy benar-benar merasakan apa yang disebut orang sebagai liburan. Di sini ia bisa tertawa bebas dan melakukan apapun yang ia suka yang tentunya lengkap dengan pemndangan yang memukau. Tapi, ada satu hal yang sedari tadi selalu mengganggu dirinya. Entah kenapa sejak ia melihat Ares yang menunggunya di lobi hotel hingga sekarang, Apy merasakan debaran aneh di dadanya. Setiap kali ia tak sengaja berserobok pandang dengan mata hitam lelaki itu, ada desiran aneh yang membuatnya tak bisa berhenti menatapnya, seolah ia tengah ditarik oleh medan magnet yang kuat.
"Aku tidak suka kincir angin." ucap Ares saat keduanya tengah memandang kearah 5 kincir angin yang berdiri kokoh berjajar dihadapannya.
Saat ini mereka telah berada di Windmills Of Kato Milli. Memandang kearah kincir angin yang menjadi pusat perhatian disana. Dari sini juga pemandangan kota Mykonos pun terlihat jelas dengan bangunan - bangunan berwarna putih yang kontras dengan tanah berpasir coklat yang nampak kering. Dibagian depan kinir angin, tersaji pemandangan laut nan indah dipandang. Namun bukan itu yang menjadi perhatian Apy. Melainkan ucapan lelaki disampingnya.
"Kenapa? Kalau tidak suka kenapa kemari? Kita bisa memilih tempat lain." tanya Apy.
"Bukan begitu, aku hanya tidak menyukai angin, aku tidak ingin kenangan ini berakhir layaknya debu yang terhempas angin. Jadi ku pikir, bukankah angin terlalu kejam?" ucap Ares yang membuat Apy mengerutkan dahi, lalu sedetik kemudian ia terbahak kencang.
"Oke, ku pikir saat ini kau terlalu berlebihan." seru Apy di sela tawanya.
"Kenapa kau tertawa? Apanya yang lucu? Bagiku tidak ada yang lebih lucu ketimbang rambutmu yang terkena kotoran burung dara di Syntagma Square." ucap Ares mulai tertawa mengngingat kejadian kemarin.
Apy berhenti tertawa dan menatap datar Ares. Ekspresinya sungguh tidak dapat di tebak. Ares yang menyadari itu pun berhenti tertawa. Apy mendengus dan berbalik meninggalkan Ares dengan raut wajah marah. Sontak saja tawa Ares kembali pecah.
"Demi apapun kau harus melihat ekspresimu sekarang," teriak Ares di sela tawanya yang dihiraukan Apy.
Tidak banyak yang mereka lakukan di Windmills Of Kato Milli selain melihat-lihat pemandangan sekitar, mengambil foto, dan bersenda gurau.
Destinasi selanjutnya adalah Little Venice. Matahari sudah hampir bersemayam saat Apy dan Ares menjejakkan kaki di tempat itu. Dengan pemandangan laut yang jernih beserta hidangan resto yang menggugah selera membuat Apy tak luput tersenyum. Disana, Apy dan Ares memilih untuk duduk di pinggir laut seraya menikmati hangatnya matahari senja yang berpadu dengan angin laut yang menyapu kulit dengan lembut.
Berulangkali Apy bergerak tak nyaman dengan posisinya. Entah kenapa ia merasa bahwa Ares tengah menatapnya secara intens. Apy sendiri tidak tau itu sebuah kebenaran atau hanya perasaannya saja sebab kini Ares sedang mengenakan kaca mata hitam yang membuatnya tidak tahu ke mana arah tatapan Ares. Tapi, saat ini yang dilakukan Apy hanyalah menatap kearah laut lepas seraya menyipitkan mata berusaha melihat matahari yang hendak bersembunyi itu.
"Menurutmu, apa yang akan terjadi jika Zeus tidak menikahkan Aphrodite dengan Hefaistos?" tanya Ares tiba-tiba yang membuat Apy menolehkan wajahnya kearah Ares. Dan hal itu membuat Apy semakin yakin jika Ares memang sedari tadi tengah menatapnya.
"Maksudmu?"
"Ya, begitulah."
"Menurutku, keputusan Zeus sudah sangat benar. Jadi, aku tidak memikirkan apa yang akan terjadi jika Aphrodite dan Hefaistos tidak dinikahkan." Jawab Apy.
"Jawabannya, maka....." ada jeda di kalimat Ares.
"Aphrodite pasti akan menikah dengan dewa lainnya," lanjutnya diiringi tawa yang terdengar garing di telinga Apy.
Apy hanya mengangkat alisnya tidak mengerti dengan kelakuan lelaki dihadapannya.
"Lupakan. Aku hanya bercanda," ucap Ares langsung berhenti dari tawanya dan semakin membuat Apy tidak mengerti.
Setelahnya, pelayan restoran pun datang membawakan pesanan.
"Sas efharisto," ucap Ares yang kini sudah menjadi hal biasa di telinga Apy.
Rasanya sungguh nikmat. Menikmati sepiring steak daging dengan segelas frape di bawah tatapan sang surya yang memancarkan sinar senjanya. Apy memejamkan mata merasakan daging steak yang lembut dimulutnya. Baru saja Apy tiga kali mengunyah makanannya, tiba-tiba saja ada seseorang di restoran yang memetik gitarnya seraya menyanyikan lagu berbahasa Yunani yang membuat Apy segera mengalihkan perhatiannya.
"Entah kenapa saat ini aku merasa sangat bahagia." ucap Ares yang membuat Apy mengalihkan pandangannya dari penyanyi itu dan memandang kearah Ares yang saat ini tengah menatap kearah laut lepas.
Apy tersenyum mendengarnya. Ia jelas tahu jika Ares bahagia karena lelaki itu akhirnya dapat menginjakkan kaki di Mykonos. Bukankah sebelumnya Ares pernah berkata ia tidak pernah ke Mykonos dan Santorini? Wajar saja ia bahagia karena pada akhirnya ia mengunjungi satu dari dua tempat yang diinginkannya. Walau hanya dua tempat yang mereka kunjungi, namun rasa sudah sangat puas. Tapi, kebahagian yang Ares rasakan tentu berbeda dengan Apy. Jika Ares merasakan bahwa ia bahagia karena pada akhirnya dapat mengunjungi Mykonos, Apy bahagia karena saat ini ia berada di Mykonos bersama dengan seseorang yang selalu membuat hatinya menghangat. Ya, Apy yakin sekali jika Ares tidak berpikiran sama dengannya.
"Kau tidak bertanya kenapa aku bahagia?" ucap Are yang membuat Apy tersadar dari pikirannya.
"Eh? Kenapa?" Apy bertanya enteng karena ia sudah mengerti apa yang kira-kira akan dikatakan Ares.
"Karena....., aku bisa disini," ucap Ares.
Tentu saja itu adalah jawaban yang paling tepat. Apy pun menganggukkan kepalanya.
"Tapi, lebih dari itu. Aku bahagia karena bisa melihat sunset di Mykonos dengan sepiring steak daging dan segelas frape bersama seorang gadis barnama Aphrodite yang saat ini ada di hadapanku." lanjunya dengan tatapan yang namapak serius yang sontak membuat Apy mematung di tempat duduknya.
Ternyata dugaannya telah salah. Apa yang diucapkan Ares barusan, bukankah itu juga yang Apy rasakan? Oke, sepertinya bukannya hanya mata Apy yang dimanjakan dengan sunset indah di ujung lautan, bukan cuma telinganya yang dimanja akan lagu dari petikan dawai seseorang yang berdiri di tengah resto dan bukan hanya lidahnya yang dibuat terpesona dengan santapan lezat di hadapannya. Namun hatinya pun di buat menghangat dengan sebait kalimat yang baru saja dilontarkan lawan bicaranya itu. Sungguh mengejutkan. Tapi, jauh dilubuk hati Apy berbisik, ini adalah sore terindah sepanjang hidupnya. Dan senyuman itu tercetak jelas diwajahnya.