Ahad, 25 Juni 2017
Minal Aidzin Wal Faizin :)
Send
Perempuan bertubuh mungil itu tengah duduk di pojok ruang tamu sambil terus tersenyum pada sebuah benda pipih di genggamannya.
Ting!
Perempuan itu mengerutkan dahinya ketika ia membaca balasan dari seseorang yang sepertinya sangat dinantikan itu.
Artinya?
Beberapa detik ia habiskan untuk mengetik balasan chat tersebut.
Mohon maaf lahir dan batin lah
Dengan mantap, perempuan itu menekan tombol send yang terletak di pojok kanan bawah layar handphone-nya.
Tak berapa lama, sebuah balasan kembali ia terima.
Salah. Minal aidzin berarti 'kembali suci', Wal faizin berarti 'dan keberuntungan terhadapmu'. Tidak ada satupun kata maaf di sana.
Perempuan itu membelalakkan matanya, pipinya tampak bersemu merah karena merasa malu pada lawan chat-nya dan juga pada dirinya sendiri, ia mengatup sebagian wajahnya dengan telapak tangan yang kini terasa dingin.
"Oh, Damn!" Perempuan itu terus merutuki dirinya sebab terlalu bodoh dalam hal seperti itu.
Apa dia benar-benar Sabrina Dara, perempuan yang mendapat peringkat dua dalam Ujian Nasional saat ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama?
Dara menggigit bibir bawahnya, memikirkan jawaban apa yang paling tepat untuk diberikan pada laki-laki itu.
"Dara, tenang. Lo bisa kasih alasan logis ke dia," ucapnya pada dirinya sendiri.
"Astaga, kenapa gue konyol gini, sih." Dara menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
Seperti ada sebuah lampu di kepalanya, perempuan bertubuh mungil itu menemukan sebuah ide cemerlang.
Namun tetap saja, ia masih memikirkan bagaimana reaksi laki-laki itu ketika bertemu dirinya di sekolah nanti.
Terlebih suasana Idul Fitri masih sangat terasa. Dara seratus persen yakin kalau saat hari pertama sekolah nanti, seluruh siswa, guru, dan staff akan berkumpul di halaman sekolah untuk acara halal bi halal, sehingga peluang pertemuannya dengan laki-laki itu cukup besar.
.o0o.
Iqbal tersenyum geli saat melihat layar datar ponselnya. Gadisnya itu memang sangat menggemaskan. Tidak heran kalau saat duduk di bangku kelas tiga SMP dulu Iqbal sangat menyukainya.
Selain cantik dan pandai dalam bidang akademik, gadisnya itu juga memiliki hati yang lembut. Namun terkadang, kelembutan hatinya membuat Iqbal merasa bersalah. Seperti pada saat Iqbal lupa mengerjakan tugas, dan gadisnya itu rela memberikan tugas yang mati-matian ia kerjakan itu untuk Iqbal, hingga ia harus merasakan pedasnya omelan guru Bahasa Jawa yang harusnya diterima oleh Iqbal saat itu.
Iqbal tersenyum tipis. Jempolnya mengusap lembut sebuah figura yang berpijak manis di meja belajarnya, "Sampai detik ini, aku masih sangat menyukai kamu, Dara."
.o0o.
Laki-laki itu meletakkan ponselnya di atas nakas samping tempat tidurnya, tidak ingin lagi mengurusi chat konyol dari orang-orang yang entah berasal dari mana itu.
Matanya terpejam sejenak. Dibandingkan dengan chat-chat dari degem-degemnya, ia lebih tertarik untuk memikirkan beberapa hal yang selalu membuatnya resah, hingga terkadang untuk terlelap pun sangat susah.
Berkuliah di program studi Teknik Informatika, membuat laki-laki bernama Arda Pramatya itu harus terbiasa merasa pening akibat pengkodean yang ternyata lebih sulit dipahami daripada kode cewek, juga dengan setumpuk tugas dari dosen yang sialnya selalu bersikap pilih kasih dan pelit nilai. Salah menggunakan perulangan saja, remidial. Fix! Pak Muklis kurang belaian.
Selain itu, Arda juga berperan sebagai Toolman atau Teknisi di salah satu Sekolah Menengah Atas swasta di kota Pemalang.
Tahu 'kan kota Pemalang? Kota dengan berbagai keindahan baik pantai atau pegunungannya.
Banyak sekali hal yang bisa ditemukan di kota Pemalang, mulai dari makanan khasnya seperti; Rajungan asam manis, Nasi grombyang, Lontong dekem, Sate loso, Tauto, Kamir, dan Apem comal.
Serta obyek wisata yang tak kalah dengan kota-kota besar lainnya seperti; Pantai Blendung, Pantai Kaliprau, Water Park di Pantai Widuri, Cempaka Wulung di dataran tinggi Moga, Arung jeram di Tegalarja Warungpring, Pemandian Moga, Gunung Gajah di Kecamatan Randudongkal. Goa Gunung Wangi di Bantarbolang, Pantai Jokotingkir atau Nyamplung di Petarukan, Argo Wisata Kebun Teh Semugih, dan masih banyak lagi.
Arda mengembuskan napas berat saat ia menyadari bahwa hari ini adalah pertama kalinya Arda merayakan Idul Fitri tanpa Mama dan Della.
Arda tersenyum miris, "Ma, Dek, apa kalian bahagia? Atau justru kalian merasakan hal yang sama denganku, merasa sakit?" ucapnya. Pandangannya menerawang seakan kedua orang itu berada di depannya.
"Semoga Allah selalu melindungi kalian," ucap Arda, sebelum ia mematikan lampu kamarnya dan memejamkan mata.
.o0o.
Seorang perempuan bersurai hitam itu tengah menikmati langkahnya melewati kelas demi kelas yang entah mengapa masih tampak sepi, padahal jarum pendek jam sudah hampir menyentuh angka tujuh, dan jarum panjang di angka sebelas. Kurang lebih lima menit lagi pelajaran pertama akan dimulai.
Perempuan itu menghentikan langkahnya ketika telinganya menangkap sebuah gelombang suara dari arah belakang.
"Iqbal?" gumamnya lirih. Kedua alis Dara kini saling bertautan, otaknya terus mencari logika mengenai kedatangan Iqbal ke sekolahnya pagi ini.
"Dara," sapa Iqbal pada perempuan di depannya itu dengan terengah-engah.
"Ngapain ke sini? Nggak takut telat? Ini kan hampir jam 7."
"Nggak. Ra, aku---" ucapan Iqbal terpotong ketika seorang laki-laki berwajah datar menepuk pelan bahu Dara.
"Dia siapa?" tanya laki-laki yang baru saja datang.
Dara mendongakkan kepalanya. Sejurus dengan itu, dapat Dara temukan Arda dengan tatapan lembutnya, menatap lurus pada manik mata Dara.
"Ra, aku mau kita balik kaya dulu," ucap Iqbal, tangannya terulur untuk menggenggam tangan mungil Dara.
"Iqbal, aku---" ucapan Dara terpotong secara tidak sopan sebab Arda yang menyergahnya dengan cepat.
"Jangan sekali-kali lo sentuh dia!" Arda mengibaskan tangan Iqbal dari lengan Dara.
Tak menggubris, Iqbal justru kembali menarik lengan Dara agar satu langkah lebih dekat dengannya, "Jadi pacar aku, Ra."
Lagi, Arda menepis tangan Iqbal dari Dara. Kali ini lebih kasar, membuat Iqbal mengepalkan tangannya kesal. Iqbal menatap Arda tajam. Dalam hati, Iqbal menggumamkan sumpah serapah pada Arda yang berani-beraninya mencampuri urusannya dengan Dara.
Hawa dingin mulai dirasakan ketiganya. Dara bingung harus berbuat apa. Ia tidak mungkin mengusir salah satu dari mereka sebab kedua nama itu ada di dalam hati Dara, meski satu di antaranya hampir memudar. Tapi tetap saja, Dara tidak bisa.
"Jangan. sentuh. Dara," kata laki-laki bernama Arda itu penuh penekanan seraya menarik lengan Dara, hingga perempuan itu berada di balik punggungnya.
Kepala Dara terasa sangat berat untuk menyaksikan sekedar drama di sini. Telapak tangannya yang mengepal mulai berkeringat. Tubuhnya bergetar, menahan nyeri yang secara perlahan merambat di kepalanya.
"Kamu sakit." Arda berujar datar. "Ke UKS sekarang."
Dara merasakan lututnya mulai melemas serta pandangannya berubah menjadi buram. Tangannya mencengkeram kuat lengan Arda, namun kian melemah seiring dengan kesadarannya yang mulai menghilang.
"Ra, Dara! Bangun, Ra!"
Dara menutup buku rahasia-nya hingga ia terpaksa mengakhiri khayalan yang tengah ia tulis saat Mamanya tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan ikut duduk di tepi ranjang.
Gina, Mama Dara menggelang setelah beberapa saat lalu matanya mengedar ke setiap sudut kamar Dara.
"Ini kamar atau kapal pecah sih?" tanya Gina sembari beranjak dari posisinya.
Gina memunguti satu per satu benda yang memenuhi lantai di kamar putrinya, "Sticky notes berceceran, hvs dibuang sembarangan, kamu lagi ngapain sih?"
"Jangan dibuka!" sambar Dara saat Mamanya hampir saja membuka gulungan hvs yang ia buang secara sembarangan itu.
"Udah, nanti Dara yang bersihin. Mama ke dapur aja, masak yang banyak. Nanti Yuna sama Kayla mau ke sini."
Gina menyernyit, "Reina nggak ke sini?"
"Nggak. Nanti Dara yang ke rumah Reina," kata Dara menjelaskan.
Gina mengangguk paham lalu keluar dari kamar putrinya.
Dara menghela napas lega saat Mamanya sudah keluar dari kamarnya.
Tidak ada yang boleh tahu tentang rahasia Dara di balik lembar hvs dan sticky notes itu, sekalipun Mamanya sendiri.