Aku memandangnya lekat-lekat, tidak pernah menyangka semua ini benar-benar terjadi. Aku tidak pernah berpikir bahwa memasuki dunia yang sama dengannya adalah jalan untuk menyatukan kita kembali. Mungkinkah ini jalan yang ditunjukkanNya padaku. Juga jawaban atas do’a panjangku.
Dia tampak serius memeriksa jawabanku. Memperhatikan secara seksama coretan-coretan angka di depannya. Aku tidak bisa menebak apakah jawabanku benar atau salah, raut mukanya terlalu serius dan aku sedikit khawatir. Meskipun aku mengakui, penjelasannya masih sedikit membuatku gamang.
“Mil, kalau orang lain bayar utang ke kita kira-kira di akun apa yang hilang?” Tiba-tiba Resa menanyakan itu.
Aku diam sejenak,”Hmm... account..receivable?” Entahlah, aku hanya kepikiran satu akun itu.
“Ya, benar! Nah kalau gitu yang muncul akun apa?” Lanjutnya kemudian.
“Cash!” Jawabku nyengir kuda. Aku mengerti materinya tapi konsepku masih belum matang, inilah yang membuatku terus ragu-ragu menjawabnya.
“Itu tahu, nah berarti tinggal ganti aja ya dua akun ini.” Mendengarkan penjelasannya aku hanya mengangguk-angguk paham walaupun sebenarnya kepalaku masih belum menangkap maksudnya.
Sebenarnya aku bisa belajar sendiri. Memahami setiap konsep dengan membaca buku-buku referensi. Aku bukan tipikal orang yang bisa belajar bersama orang lain, kecuali jika aku benar-benar tidak bisa melakukannya sendiri. Atau keadaannya benar-benar mepet.
Hanya saja aku bersyukur masih bisa memiliki alasan untuk bisa menemuinya walaupun alasan itu sedikit naif dan tidak logis. Aku selalu berharap semua yang aku lakukan ini mampu membuat kami kembali bersama. Setidaknya tidak seperti dulu pun aku ingin dinding pembatas tidak kasatmata ini hancur. Membuat semua kecanggungan yang melingkupi kami sirna, dan aku bisa dengan bebas mengekspresikan semuanya.
Tapi, apakah ini bisa? Mampukah aku melakukannya? Bisakah aku bertahan, walau beberapa kali tanganku terluka karena berusaha mengais pecahan kaca yang berserakan ini.
nice prolog! :)
Comment on chapter Prolog