Read More >>"> Selfless Love (7) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Selfless Love
MENU
About Us  


-Aland jangan nahan perasaan, mendam itu berat. Biar aku saja kamu jangan.-

Sebuah pesan yang tidak sengaja dia buka dari DM ketika hendak membalas pesan masuk dari Artha membuat lelaki berkaos putih itu tergelak hingga mengubah posisi tidurnya.

Korban Dilan lo, spam sekali lagi gue block.

Aland menunggu balasan dari akun shadow. Jujur, baru kali ini dia membuka pesan dari fans bahkan hingga membalasnya. Hal langka yang dilakukan Aland sejak followers masih ribuan hingga kini sudah melejit jutaan. Bahkan Aland melupakan Artha yang menunggu jawabannya. Gambar mata pertanda pesannya sudah dibaca tapi sudah lima menit menunggu tak kunjung ada huruf yang terkirim untuknya.

Gila ngapain gue nunggu.

Semua karena Dylannya hingga spam komentar dan DM dipenuhi oleh gadis labil yang menanggapi foto upload terbaru. Adik biologis mendesaknya untuk memosting gambar seorang gadis berdiri membelakangi di tepi pantai diselimuti kemilau senja. Di bawahnya tertera caption: Rindu itu berat, cukup Dilan saja, aku jangan.

Dylan meminta bantuan kepada Aland karena Daisy sudah memblokir IGnya sedangkan mantan-kekasihnya itu masih stuck di daftar follower Aland. Baru sepuluh menit lalu akun kedua Dylan mendapatkan pemberitahuan gambar Aland disukai oleh Daisy karena itu dia langsung meminta Aland memosting foto Daisy yang tersimpan di galerinya. Kenangan liburan seminggu sebelum mereka putus.

"Daisy pasti tau kok, aku (Dylan) maksud caption itu. Bantu aku, hyung!"

Demi apa Aland tidak bisa menolak karena Dylan tidak akan berhenti sebelum keinginannya diwujudkan bahkan Dylan sudah mulai mengancam akan mengirimi gambar aneh Aland yang dipotretnya diam-diam ketika Dylan berkunjung ke rumah. Aland tidak mau korban meningkat drastis sudah cukup loker sesak oleh hadiah dari fans setiap pagi dibukanya apalagi fans girls yang menggunakan visual Aland di foto profil dan dijadikan pajangan dalam kamar.

Aland membuka inbox dari Artha kemudian dia segera mengambil kunci motor menuju rumah Artha.

"Mau ke mana, Den?" tanya bibi menghentikan tangan Aland meraih ganggang pintu.

"Ke rumah Artha, Bi. Sebelum subuh pulang kok."

"Tapi, Den, di luar gerimis nanti bisa flu. Mau nonton Real Madrid, ’kan? Bibi temenin deh daripada maksain dingin banget, lho," bujuk bibi seraya menyesap aroma kopi.

"Bibi ngomongnya udah kayak kuat aja begadang baru kick off udah keteteran, hehe. Aland pamit ya, Bi jangan lupa kunci pintu," pungkas Aland menyalami bibi yang mengantarnya hingga ke teras.

Dua tahun lalu dia tidak perlu begadang di luar untuk nobar menonton klub jagoannya karena sekeluarga akan menemaninya di ruang TV. Meski hanya Aland yang memegang RM sedangkan orangtuanya lebih suka Liverpool, Dylan sendiri mendukung Bayern Munchen.

Gema tawa menyambut Aland membuka pintu, ketiga sahabatnya bermain Mobile Legend depan TV selagi menunggu kick off.

"Aland kebiasaan main nyelonong jadi peponor ih!" gerutu Ganda keberatan karena Aland telah merebut ponselnya padahal lagi seru-seruan mencetak poin.

"Namanya juga Aland, kalau nggak ganggu ya malakin anak orang, ahaha."

"Yaudah ini, main ya dedek kecil." Aland mengacak rambut Ganda kemudian bangkit masuk ke dapur untuk mengambil makanan sebelum mereka akan begadang menonton laliga. Ya, sudah tidak heran bagi ketiganya selalu nobar untuk mendukung tim favorit, Real Madrid meski musim ini harus diakui juara bertahan UCL itu sedang apes di liga spanyol karena baru saja harus terhenti di perempat final CDR dan berusaha mengejar poin Valencia di urutan ke tiga.

Jangan diblock Aland, lebih baik dikacangin daripada diblock. Sama seperti sepakbola lebih baik nggak goal daripada goal bunuh diri, benar?

Ah, malam ini Real Madrid lawan Valencia, semangat! Aku tunggu di pucuk, ya. Pucuk dingin Aland, aku nggak kuat nunggu kamu samperin, cepetan jangan lama keburu aku angkat piala. (NB: bukan maksud ngejek Aland cuma mau kamu peka aja kalau aku selalu setia nunggu kamu biar pun bukan aku yang kamu tunggu)

Perhatian Aland sepenuhnya telah dipengaruhi oleh anonym hingga kulkas yang dia buka tertutup sendiri sebelum mengambil camilan dan air.

Biarin cewek gaje.

Aland menutup ponsel bersamaan Revan masuk ke dapur.

"Kok lama sih Lan, gue pikir lo diculik decul."

"Emang gue dedemit apa."

"Haha, sensitif bang. Gimana tadi udah ketemu camer, ’kan?"

"Camer, maksud lo?"

"Calon mertua, Aland," celetuk Ganda bersandaran di pintu. "Galak nggak bokap nyokap Ajeng?"

"Satu dua dan tiga kumulai merasakan cintaaa!" Ganda bersenandung meliukkan badannya di depan Aland lantas kepalanya masuk ke dalam kulkas mengambil beberapa minuman.

"Cinta itu buta dan tuli, jreng jreng!" Revan menarik botol mineral di tangan Ganda dan menggunakannya sebagai pengganti alat musik.

Sebelum Aland mengamuk Artha masuk ke dapur dan menarik kedua pengacau untuk tidak mengganggunya.

Notif IG menggetarkan ponsel di saku celana Aland, dia hendak membiarkannya saja tapi entah kenapa rasa penasaran itu menariknya untuk melihat balasan apalagi yang akan gadis misterius itu kirimkan meski Aland tidak membalas.

Saat di sini aku begitu senang mendapat balasan kamu eh tau-taunya cuma sekali. Tapi nggak apa-apa, benar kata Dilan rindu itu berat makanya untuk sekarang dan nanti biar aku aja yang rindu kamu jangan.

Aland, pesannya dibaca tapi nggak dibalas itu sakitnya sama kayak kamu udah ngerayain goal eh tau-taunya offside apalagi harus nanggung troll tujuh hari tujuh malam tapi nggak apa-apa karena aku itu playmaker sejati emang tugasnya mengontrol bola dengan sangat baik bukan cuma sebatas striker nunggu gelandang bawa bola di titik putih.

Yaudah, Lan selamat menonton ya. Jangan begadang, begadang itu buruk buat kesehatan cukup aku saja yang begadang buat solat tahajud nyelipin namamu di doaku tapi kalau kamu mau begadang bersama buat bersimpuh di sajadah jangan lupa setel alarm ya. Solat subuh jangan lupa. Makasih buat detik hingga menit yang kamu sempatin buat baca baitku. Aland dari seseorang yang selalu berharap jadi seseorang yang penting di hidupmu. Eh, jangan kepikiran nanti bisa-bisa kecanduan lagi nunggu balasan dariku seperti aku yang kecanduan tiap hari buka feed kamu. Good luck for jugadors RM!

"Lan, lo daritadi lihatin layar HP, ada apaan? Nih bentar lagi kick off," jelas Ganda menunjuk televisi yang sedang menampilkan profil pemain.

"Lo lagi chattingan ya ama gebetan," selidik Revan memaksa merebut iphone Aland. "Cewek di IG itu? Siapa sih kok gue kayak kenal, ya?

"Enggak, bu-kan gebetan," jawab Aland cepat tapi tatapan curiga dari kedua sahabat sejak kecil membuatnya risih.

"Apaan sih, gue nggak punya gebetan.  Cewek di gambar Daisy, Dylan maksain gue upload mereka lagi marahan."

Ganda terbahak lantas melempar bantal ke arah Aland.

"Segitu sayangnya ya lo sama Dylan mau aja disuruh-suruh."

Atau, gue mungkin lebih tepatnya pemain yang dilanggar sama pemain lawan tapi karena bukan top skor jadi harus rela cuma selebrasi doang ketika penalti diambil ama striker murni. Dan gue juga sama kayak pemain cadangan, harus bersabar duduk di bangku buat digantiin sama pemain utama yang kelelahan. Tapi gue nggak bakalan bisa nempatin posisi striker karena gue bek.

Aland menonaktifkan ponselnya dan mengabaikan spam pesan dari akun gadungan. Lebih baik mendukung timnya bangkit dari keterpurukan dan bersaing sehat di pertandingan jornada 21.

***

 

Hitam putih layaknya antara rindu dan cemburu. Bagaikan jalan yang selalu kulewati ini. Hitamnya cemburu yang hampir menutupi putihnya rinduku. Padahal, aku tau aku bukanlah satu-satunya roda yang melintas di jalan ini sejak sore itu. Ada jejak lain yang tertinggal dalam sisa-sisa gerimis hujan petang lalu. 

 

Aku masih mengira bahwa jalan yang kaulalui adalah jalan yang hanya kulalui seorang. Menandai setiap ruas jalan dengan titik-titik rinduku di mana derap kakimu datang untuk menghapusnya. Lagi, setiap detik. Namun, aku sadar bukan hanya ada dua jejak melainkan empat jejak ditambah dua jejak. Dua jejak yang beriringan dengan dua jejakmu. Lalu, aku menyadari dua jejakku lagi tertinggal di belakang. 

 

Aku salah memilih jalan yang menuju hatimu. Aku tau sudah tersesat sejak lama tetapi aku memilih diam untuk tidak keluar mencari jalan pulang. Aku ingin menikmati di mana aku berada dalam keasingan. Sedikit saja bergurau dengan kesepian dan bermain dengan kesunyian sebelum benar-benar berbalik pulang. Dan aku benar-benar sendirian.

 

Aku tidak pernah bermaksud untuk membelah jalan ini untuk kubawa pulang. Apalagi membuang satu ruas agar kau tidak bisa berjalan. Sungguh, aku tidak tau ada langkah yang ingin kausemati di sana. Karena itu, ketika hari belum malam aku ingin berpamitan. Semoga tidak ada jalan yang tak berbayang--membawamu pada cahaya rembulan dengan wajah senang.

 

-Tosca-

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
Similar Tags