Langsung singkat cerita ke kelas 12. Sebenarnya kelasnya asik, ya sayangnya terjadi di kelas 12. Masa-masa setres ulangan, ujian, dan lain-lain. Kelas 12 ini, aku merasakan kehampaan. Benar-benar hampa. Rasanya sama seperti ketika aku kelas 8 dan 9 yang dirundung masalah besar. Masalahnya, kelas 12 ini aku baik-baik saja. Mungkin pada bilang setres pelajaran karena sudah kelas 12. Nyatanya? Aku tidak peduli dengan pelajaran, HAHAHA. Malas sekali rasanya. Jangankan belajar yang biasanya memang malas, melakukan hobiku saja malas. Tak ada harapan apapun. Pelajaran tidak ada yang masuk, mau yang mudah apalagi yang sulit. Setiap hari itu bawaanya ngantuk, gak ada semangat sama sekali padahal malamnya tidur cukup. Sengantuk-ngantuknya aku, tak pernah aku tidur di sekolah, tetapi kelas 12 itu kerjaannya hanya tidur. Rasanya lelah sepanjang hari, hanya ingin tiduran di kasur. Namun, ketika tidur di kasur seharian, malah tambah lelah. Suka marah-marah sendiri, padahal tidak ada yang salah. Mood swing yang super parah tanpa sebab. Bekal rasanya kalau tidak terpaksa aku malas sekali untuk memakannya. Gampang sekali tersinggung, padahal orang itu hanya bercanda dan juga mudah menangis. Lalu aku sangat suka bermain gunting. Sampai-sampai tidak sadar tiba-tiba tanganku sudah berdarah. Banyak luka di tangan karena gunting, padahal aku tidak sadar jika tanganku luka apalagi sampai berdarah. Lina, teman sebangkuku menyita guntingku dan mengumpatkan gunting itu di tasnya. Namun, tanganku tetap sering berdarah kena pinggiran kertas yang tajam. Aku masih tidak mengerti mengapa itu bisa terjadi. Bahkan, aku sampai masuk rumah sakit lagi karena drop banget. Kata dokternya aku terlalu banyak pikiran, padahal aku tak memikirkan apapun. Di situ aku curiga dengan diriku sendiri. Bagaimana bisa ini terjadi? Ini seperti bukan diriku sendiri.
Ketika teman-teman masih pada bingung tentang jurusan yang mau diambil, aku justru bingung harus bagaimana agar orang tuaku setuju tentang jurusan yang mau aku ambil. Aku mau ambil jurusan film, tetapi mereka masih abu-abu dan menyuruhku mencari jurusan yang lain. Lalu, aku menemukan jurusan DKV dan Psikologi. Aku memilih DKV karena kemarin aku ikut lomba FLS2N desain Putri, sedangkan Psikologi karena aku sudah terbiasa mendengarkan masalah orang dan membantu menyelesaikannya di Ask.fm ketika aku membuatnya kelas 8 hingga sekarang.
Aku masuk ke Square Psikologi yang ada di Line. Melihat materi dan memahaminya. Aku jadi berpikir bahwa diriku ‘tidak normal’. Memang jika ditelusuri, tidak ada kata ‘normal’ pada setiap orang karena normal itu adalah pandangan. Pertama, aku menemukan maladaptive daydreaming, yaitu kelainan di mana seseorang sangat suka berkhayal, berkhayal sampai berjam-jam, terjebak di dunia fantasi sendiri, membuat cerita sendiri dan nyaman berada di dalamnya. Penderita MD itu bisa tertawa, menangis, dan berbicara sendiri. Aku kira memang semua seperti itu, ternyata tidak semua orang seperti itu. Masih ingat ketika aku membuat Power Point tentang tertawa dan menangis sendiri karena khayalanku sendiri sebelum tidur, maupun sehabis bangun tidur? Ternyata dari dulu aku sudah mengidap itu, namun aku baru sadar sekarang. Yang kedua ini sebenarnya bukan kelainan, hanya saja jarang dimiliki orang-orang. Jenis kepribadian yang umum diketahui itu ada 2, yaitu introver dan extrover. Aku sudah 3x tes, 2 tes dari Google dan 1 tes resmi, hasilnya adalah... ambiver. Ambiver itu campuran dari extrover dan introver, aku bisa menjalani keduanya tergantung dengan siapa aku bergaul. Lalu ada lucid dream, ini juga bukan kelainan, tetapi aku terlalu sering melakukan ini tanpa aku ketahui. Yang aku tau, aku bisa mengendalikan mimpi karena bayangan-bayangan sebelum aku tidur terbawa sampai aku tidur, jadi aku masih bisa mengaturnya. Jadi, itu namanya lucid dream, toh. Aku tau itu hanya mimpi, jadi mau dikejar-kejar hewan buas sekalipun ya aku diam saja karena aku tau itu mimpi, haha. Ini aneh, sih. Ini benar-benar aneh. Keadaan di mana kamu tau itu mimpi, tetapi ya sudah seperti kamu hidup biasa saja. Bertemu denganmu juga sepertinya termasuk lucid dream, aku tau itu hanya mimpi, tetapi aku jalani saja. Lalu yang terakhir adalah alter ego, keadaan di mana aku mempunyai 2 atau lebih kepribadian. Berbeda dengan kerpibadian ganda atau bipolar, alter ego itu secara sadar bahkan secara disengaja. Alter ego itu ada 2 macam. Yang pertama, dia tercipta karena disengaja untuk meyembunyikan sisi diri kita yang tidak ingin diketahui orang lain. Yang kedua, dia tercipta secara tidak disengaja untuk self defense, pertahanan atau pembelaan diri. Sebenarnya aku tidak boleh mendiagnosis diri sendiri, tetapi setidaknya aku sudah bertanya dengan guru BK, orang-orang di Square Psikologi, dan juga satu orang psikolog yang pernah datang ke sekolah. Mereka mengiyakan tentang semua yang aku ceritakan tentang diriku. Soal alter ego, sepertinya ia tercipta sewaktu kelas 9 menuju kelas 10, di mana aku seharusnya menjadi orang lain agar dapat membela diriku yang lemah. Mungkin kamu juga merasa, ketika aku tidak berani lewat di samping kamu, namun aku berani curhat padamu langsung dan sangat jujur saat berbicara denganmu. Apalagi ketika foto berdiri di sampingmu dan menatapmu, padahal sebelum-sebelumnya seperti ada setrum yang menyambar mataku ketika melihatmu meski dari kejauhan. Aku juga sangat takut berhadapan dengan anak-anak basis, tetapi aku malah ikut bukber seorang diri tanpa ditemani teman-teman dekat. Aku memberi nama dia Aini. Emira Viani, nama alter egoku. Aku lebih senang memakai namanya.
Waktu itu, mushola sekolahku sedang direnovasi menjadi masjid, jadi aku lebih sering sholat di BK. Nah, sambil menunggu temanku selesai sholat, aku duduk di depan guru BK-ku, Bu Ratu. Tiba-tiba aku terpancing untuk bercerita. Pertama, aku hanya bercerita tentang pelajaran. Namun, makin lama dengan sendirinya aku bercerita tentang apa yang aku ketahui tentang kelainan di dalam psikologi tadi. Terakhir, aku bercerita tentang...
“Korban bullying bisa berubah jadi psikopat?”
Woooooy, aku tidak tahu mengapa aku bisa bertanya seperti itu. Jadi parno sendiri. Lagipula itu sudah 3 tahun lalu, jikalau memang seperti itu, mengapa aku baru menyadari sekarang coba?
Bu Ratu malah bertanya ada apa. Tadinya aku tak ingin bercerita tentang masa laluku denganmu, tetapi ia terus mendorongku untuk bercerita. Akhirnya aku bercerita padanya. Lama-kelamaan, perasaanku jadi sakit sendiri membayangkan masa-masa yang telah lalu itu. Pertama, ia menyuruhku move on karena kamu memberikan pengaruh buruk setelah bullying itu, tetapi akhirnya ia menyuruh untuk stay karena kamu memberikan banyak inspirasi padaku. Intinya, sama seperti ketika aku kelas 9, kamu itu sumber masalah, tetapi juga sumber inspirasi. Ia sendiri juga bingung seharusnya aku stay atau move on. Ia juga bilang kalau ada suatu masalah yang belum selesai, tetapi ia sendiri belum tau apa masalahnya. Belum semuanya berakhir, bel sudah berbunyi. Ia menyuruhku masuk ke kelas, namun sebelum itu, ia menyuruhku untuk mengirimkan e-mail ceritaku tentangmu dari awal sampai akhir karena menurutnya ini bukan kisah cinta anak remaja yang sering ia dengar hampir setiap hari. Keluar dari ruang BK, aku kembali ke kelas sambil menangis. Ya gak sesenggukkan, tetapi semua badanku terasa panas dan mata juga hidungku memerah. Untung, hanya Lina yang menyadarinya dan berusaha menghiburku.
Aku membuat satu ringkasan cerita tentang aku dan kamu lalu aku kirim ke Bu Ratu. Setelah itu, sambil bergantian mukena, aku bertanya padanya lagi. Namun, diselak oleh temanku yang juga bertanya tentang orang yang dia suka.
“Bu, tadi si Johan liatin sayanya gitu, Bu. Dia suka gak sih? Tapi dia kayaknya lagi deket sama Putri. Setiap saya liatin dia, eh dia lagi sama Putri.”
Sedikit emosi aku mendengarnya.
“Masih mending ya, lo bisa liat dia. Lo yakin dia itu nyata, bukan cuma khayalan. Nikmatin aja udah selagi lo bisa liat dia, gak usah banyak protes.” sahutku baper.
“Nah, itu masalah kamu. Kamu iri sama temen-temen kamu yang bisa liat doinya, sedangkan kamu gak bisa.” sahut Bu Ratu.
Iya.... lagi-lagi maksudnya rindu ya?
“Itu masalah yang belom selesai, Bu?”
“Ya, intinya kamu emang kangen sama dia.”
“Terus, biar masalahnya selesai gimana, Bu?”
“Ketemu.”
THE HELL?! How can I meet you? OMG! We are not in the different city, we are in the different continent!
Aku tak menjawab lagi, aku kembali ke kelas dan kembali menangis. That’s mean, I can’t solve my problem with you till we meet? Oh my God. Sensitif sekali aku ya sampai-sampai menangis terus.
Saat bulan kamu ulang tahun ke-17, tadinya aku ingin membuat yang spesial. Aku ingin bekerja sama dengan temanmu yang satu SMA denganku, Arif. Aku menyuruhnya meminta video dari teman-teman SMP untuk memberikan ucapan padamu. Aku sudah merencanakan dengan matang. Siapa saja yang mengucapkannya dan bagaimana cara mengirimnya. Nanti, ketika semua video sudah terkumpul, aku mengeditnya. Aku mau Arif mengirimnya padamu dan bilang kalau ini tugas. Kamu harus menyukai videonya dan menonton sampai habis karena berpengaruh pada nilai Arif. Di video itu, Arif berakting seakan-akan ia sedang presentasi di depan kelas dengan laptop dan proyektor. Nah, di pertengahan kira-kira setengah menit, layar proyektor yang merupakan materi presentasi berganti menjadi video-video ucapan ulang tahun untukmu, tetapi tidak ada aku. Aku hanya seorang sutradara dan produser yang mengatur itu semua. Kamu tidak perlu tau siapa yang merencanakan ini. Sayangnya, Arif menolak karena sudah jarang kumpul dan anak-anaknya pasti malas. Padahal aku sudah menyiapkan sesuatu untuknya, malah sudah kuberi DP, tetapi ia bilang tidak bisa. Ya sudah, akhirnya tidak jadi. Lalu, mumpung projeknya gak jadi, aku sudah berpikir matang-matang tentang apa yang dikatakan Bu Ratu. Sepertinya aku harus move on, sekarang aku sudah menemukan inspirasi lain, inspirasi dari diriku sendiri. Mungkin, aku harus belajar melepasmu. Aku berjanji pada teman-temanku, jika jawabanmu saat aku chat itu singkat, aku akan belajar untuk tidak pernah berbicara tentangmu lagi. Belum tentu artinya aku move on, tetapi setidaknya tidak membicarakanmu lagi. Akupun mengucapkan happy birthday kepadamu. Tahun kemarin, aku chat panjang, kamu jawabnya pendek, tetapi memakai emot. Kalau sekarang aku chat pendek lalu kamu jawab lebih pendek lagi, fix, aku akan menepati janji. Ternyata jawabannya tidak sesuai seperti ekspetasiku.
“Hbddd Raz. Semoga selalu diberikan yang terbaik yaa.”
“Makasihhh banyak ya Emira!!!”
“Aminnn.”
WAH, ANJIR. 2 bubble text dan pake tanda seru. Alamat gak nepatin janji. Sorry, friends. Aku bertanya padamu tentang kuliah. Kamu berjanji untuk pulang setelah lulus, loh. Masih, ingat janji itu kan?
“Rencana kuliah di mana, Raz?”
Gak dibalas sampai 3 hari.
Akhirnya 3 hari itu aku menepati janji pada temanku. Aku takkan membicarakanmu lagi. Aku mengganti semua aksesoris di kamarku yang mungkin bersangkutan denganmu, kecuali bendera Amerika yang ada di kamarku karena kalau dicopot, temboknya akan rusak. Huaaa, Arazz. Sudah 4 tahun tak ada perubahan. Memang benar, aku sudah benar-benar harus melupakanmu. 3 hari ini aku merasa benar-benar sudah move on. Tak ada lagi pikiranku soal chat denganmu, bahkan aku hapus. Bukan dihapus sih, hanya disembunyikan.
Keesokan paginya, aku melihat notifikasi darimu. Pesannya masuk jam 11 malam kemarin di sini dan 9 pagi di sana.
“Di sini, Mi.”
Kaget? Ah biasa saja. Kan sudah move on, HAHA. Semudah itukah aku move on? I’m not sure, but this is the truth. Aku gak mau jawab ah, gak usah dibaca juga. Kalau aku jawab, ‘Oh’, sudah, selesai juga kan topiknya? Lebih baik tidak usah. Kamu juga tidak membalasnya selama 3 hari. Hmm... kuliah di sana ya? AH, ya sudahlah. Aku juga sudah tidak ada rasa apapun denganmu kan? Tidak menepati janji. Biarkanlah, aku juga tidak ingin bertemu denganmu lagi sekarang.
Seharian ini aku hanya menonton film di PC sendirian sambil mematikan lampu dan selimutan dari dinginnya AC. Aku memang lagi chat dengan Vita. Tiba-tiba, ada Line masuk, sedangkan aku dan Vita chat di Whatsapp. Lalu aku melihat notifikasinya dan... ada Line dari kamu lagi.
“Pengennya.”
Sekarang jam setengah 10 pagi di sini dan jam 8 malam di sana. Kamu mengirim pesan padaku lagi dengan rentang waktu 11 jam? Padahal aku belum membacanya? Kamu nunggu aku jawab ya? HAHA. NO, NO, NO. Oh, shit. Please. Aku baru move on, kenapa kayak gini sih? Huft, sabar, Mi. Sabar. Ya sudah, aku jawab saja. Ini tidak melunturkan harapanku untuk bisa move on sepenuhnya kok. Akhirnya kita chatting lagi, tetapi dengan rasa yang berbeda. Aku masih kekeh pendirian kalau aku sudah move on, jadi aku tak terpengaruh meksipun sekarang kamu yang mencari topik.
“Oh, ambil jurusan apa?”
“Belom tau nih wkwk.”
“Sendirinya gimana?”
“Pengen film, tp gatau dah wkwk.”
“Ohhh gitu.”
“Pengennya kuliah dimana?”
“IKJ mungkin. PTN ada UNPAD, tp passing gradenya tinggi.”
“IKJ dimana tuh?”
“Oh gitu.”
Ah, stop asking me, please. Jangan bikin gagal untuk yang berpuluh-puluh kalinya. Baru 3 hari loh.
“Jakpus.”
“Oalaah, semoga tercapai ya impiannya.”
SHHIIITT! WOYY, dari kemaren kemana aja. Kenapa baru peduli sekarang!
Untungnya, pendirianku tetap kokoh! Semangat, Emira! Tunjukkan kamu tidak selemah itu! Jangan karena hanya Araz memulai topik duluan kamu jadi luluh lagi! Ayo!
2 minggu kemudian, aku bertemu lagi dengan Bu Ratu setelah 2 minggu ini aku sholat di masjid depan dan tidak pergi ke ruang BK. Waktu itu salim kepadanya, tiba-tiba ia melihat mataku dengan seksama.
“Alhamdulillah, udah sembuh.”
“Hah? Emang saya sakit apa, Bu?”
“Ada deh. Yang penting udah sembuh.” senyumnya.
Aneh. Memangnya aku sakit apa selama ini? Palingan penyakitku malas, ngantuk, lelah sepanjang hari, dan bingung mau ngapain, haha.
Setelah sholat, temanku melihat poster tentang UI di mading depan ruang BK. Karena aku sama sekali tidak tertarik UI, aku melihat poster-poster yang lain. Mataku tertuju pada poster tentang emosi. Di situ ada level-level emosi. Yang paling tinggi levelnya adalah depresi. Aku merasa tersindir di sana. Aku langsung mencari di Google dengan ciri-ciri depresi dan gejala-gejalanya. And then... aku tau mengapa tadi Bu Ratu bilang aku sudah sembuh. Jadi ketika awal kelas 12 yang aku ceritakan pertama kali itu, itu adalah ciri-ciri depresi berat, untung aku tak berpikiran untuk bunuh diri, melainkan berpikiran apakah aku akan menjadi psikopat HAHA. Aku kira depresi itu seperti ketika aku kelas 8 dan 9, ternyata bukan. Depresi lebih complicated dari itu. Jika kelas 8 dan 9 sudah ketahuan apa masalahnya, kelas 12 ini kan aku tidak tau apa masalahnya. Tiba-tiba saja seperti itu. Pantas saja aku selalu merasa tidak berguna di sini, kehilangan harapan hidup, selalu malas bahkan malas melakukan hobiku, selalu merasa ngantuk dan lelah padahal sudah tidur cukup, bahkan sampai masuk rumah sakit. Ya Allah, untung Engkau masih melindungiku. Mungkin ini firasatku mengapa dari sekian banyak jurusan yang dapatku pilih, aku memilih psikologi. Aku tak ingin ada orang yang sepertiku. Mengalami masa-masa itu dalam kesendirian dan ketidaktahuan. Cukup aku. Walaupun dari semua jurusan yang aku minati, itu adalah jenis ujian sosial dan humanoria. Benar-benar salah jurusan.
Di kelas 12 ini, aku tidak menyukai siapapun, beda seperti kelas 10 dan 11 yang setidaknya ada cemceman lah ya di kelas. Mungkin ada, Vali, adik kelas. Aku bingung kalau ditanya sama teman-teman yang baru kenal. Mereka bertanya siapa yang orang yang sedang aku suka. Aku menjawab tidak ada. Aku tidak sedang menyukai seseorang. Dibilang aku tidak menyukaimu, tetapi aku masih sayang, sayang banget. Dibilang aku suka kamu, tetapi aku benar-benar tidak ada rasa atau harapan untuk memiliku atau hanya sekedar dekat denganmu seperti menyukai orang lain pada umumnya. Kayak... kalaupun aku mendekatimu dan berharap jadi milikmu, apa kita akan bertemu? Enggak kan? Untuk apa? Sama aja jatuhnya khayalan-khayalan juga. Seperti mengidolakan mungkin? Tetapi apa yang harus aku idolakan darimu? Kita sama-sama mulai dari 0. Entah, kalau dulu aku bingung kenapa bisa suka sama kamu, sekarang aku bingung rasa ini namanya apa. Menyukaimu memang penuh tanda tanya untukku.
Tiba-tiba aku terpikir, waktu kelas 9 aku pernah berdoa agar tak pernah menyayangi orang lain lagi jika rasanya sesakit ini. Memang selama SMA, aku tak pernah lebih dari menyukai, maka dari itu aku tidak pernah merasakan sakit karena mereka, semua yang aku alami adalah kebahagiaan, tetapi rasanya hampa jika hanya seperti ini. Mereka hanya menumpang lewat dan tidak memberi kesan apapun. Maafkan aku, Ya Allah. Rasa ini lebih sakit. Padahal aku yakin di SMA aku akan menemukan orang yang lebih baik dan lebih aku sayang. Ternyata, dari sekian banyak orang yang aku suka, ya hanya sekedar suka kalau bertemu. Kalau sudah tidak bertemu, ya sudah hilang begitu saja. Aku menyesali doaku yang tidak pikir panjang itu, tetapi aku percaya Allah memang sudah mengatur jalannya.
Belum lagi kalau ada teman yang penasaran dengan masa lalu hanya karena melihat fotomu di binder dan streples kertas setiap hari. Aku takkan cerita sampai ia benar-benar dekat denganku, aku sedikit takut jika akhirannya sama seperti Shafa, hanya memanfaatkan situasi. Ada tiga teman baruku, yaitu Syama, biasa dipanggil Ama, Risa, dan Disy. Mereka sangat sering berbicara tentang cowok, tetapi ketika mereka membicarakan itu, aku sedikit risih sebenarnya, makanya tak pernah ikut nimbrung. Sekalinya aku nimbrung, pasti aku ganti topik. Dari awal kelas 11, entah kenapa aku kurang suka ‘membicarakan cowok’, munafik sih ya aku juga sering melakukan itu. Namun, pembicaraannya itu berbeda dengan yang lain. Kalau aku membicarakanmu, ya gak jauh-jauh dari kangen dan ingin bertemu atau betapa berharganya kamu untukku, tetapi mereka semua membicarakan tentang bagaimana kita bisa dekat dengan cowok yang kita suka, bagaimana agar chatting berjalan terus, bagaimana agar tidak bosan, dan bagaimana caranya memiliki cowok yang kita suka seutuhnya. Itu amat berbanding terbalik denganku. Kalau aku suka sama cowok, aku gak pernah mikir gimana caranya biar deket, gimana caranya agar chatting berjalan terus, bagaimana agar tetap menyukainya, dan bagaimana cara memilikinya. Ya, aku memang pernah berpikir itu, tetapi ketika aku masih SMP. Ini aku yang terlalu cepat tau apa arti cinta atau mereka yang terlambat ya? Aku tidak menyalahkan siapapun, tetapi sepertinya kalau masalah itu jangan curhat padaku karena nanti kalian yang kena semprot, hehe.
Lanjut ketika mereka bertiga bertanya tentang kamu, memang seharusnya aku memberitahu mereka tentang ini. Aku jadi teringat kembali masa lalu yang sudah tenggelam di dasar laut. Harus aku tarik lagi ke permukaan agar dapat kusampaikan. Setiap aku bercerita tentangmu dan masa lalu itu, kepalaku pusing, badanku panas, pulang-pulang juga nangis. Padahal, ketika itu aku sedang tahap move on darimu setelah ulang tahunmu itu. Aku juga tidak memasang fotomu lagi di binder dan berhenti streplesin kertas sampai tanggal segitu, tetapi sekarang lanjut lagi, hehe. Tanggung.
Sering juga ketika kerja kelompok di rumahku bersama teman-teman yang tidak terlalu dekat, pasti mereka heran mengapa aku sangat menyukai Amerika. Lagi-lagi aku bilang kalau aku ingin ke Hollywood, memang benar sih, tetapi itu bukan alasan utama. Ada yang sadar dengan keberadaan foto itu, ada juga yang tidak. Namun, biasanya sebelum mereka ke rumahku dan untuk mengantisipasi mereka mengenalmu, jadi aku mencopot fotonya. Kedua foto saat wisuda dan bukber aku lepas dari tumblr light lalu aku taruh di dalam lemari. Setelah mereka pulang, baru aku pasang lagi. Mungkin akhir-akhir ini aku ingin merombak semua foto-fotonya yang sudah pudar termakan waktu, tetapi mengapa rasaku tak kunjung pudar ya?
Untung saja, tak lama dari ‘penyembuhanku’ yang entah bagaimana caranya, mama dan papaku mengajakku pergi ke luar negeri. Kami ke Thailand. Mengapa Thailand? Aku ingin tau negara tempat tinggal Mario. Kali saja bisa bertemu, meksipun aku sudah pernah bertemu dengannya dengan jarak yang mungkin sangat dekat dalam waktu 1 jam di Neo Soho. Kami berangkat berlima, aku, mama, papa, kakaku, dan Azari. Cabut sekolah 1 minggu, padahal sudah kelas 12, haha. Bodo amat lah ya, masuk sekolah atau enggak, pelajaran juga enggak ada yang nyangkut.
Di sana memang sangat seru. Aku dapat melupakan semua masalahku. Memegang ponsel pun jarang saking asiknya mengelilingi negara gajah putih ini. Aku membuat video dokumenter perjalanan. Setiap aku menyetel videonya, ada satu tempat yang benar-benar menuai kenangan. Tempat itu berada di Pattaya, namanya Pattaya Floating Market. Sebenarnya, aku bingung karena 3 hari berturut-turut belakang ini aku selalu memimpikanmu tentang ulang tahunmu. Padahal, aku kan sudah move on, untuk apa lagi aku memimpikamu? Ternyata seperti ini kenyataannya. Ketika aku dan Azari sedang menunggu mama dan papa membeli barang, aku iseng membuka ponsel. Tiba-tiba, aku menerima notifikasi Line atas namamu. Pertamanya aku tidak sadar, lalu kemudian...
“ARAZ?!” teriakku tak percaya.
Kamu Line apa?!
“Kenapa?” Azari ikutan kaget.
Akupun membuka Line darimu yang berisi tentang...
“Mi, gua iseng baca-baca kartu ultah yang lu kasih 2 tahun yang lalu wkwk. Mau bilang makasih banyak ya. Gua baca yang ongkirnya mahal wkwk, sorry ya sampe ngerepotin. Makasih banyak loh.”
WHAAT?! APA INI!!
“Demi Allah, apaan sih.” Aku kesal sekaligus sedih, marah, sebal, ahh semuanya jadi satu.
Maksudmu apa sih, astaga. Aku sedang melepas penat di negeri ketiga yang aku idam-idamkan dan melupakan semua masalah ini. Aku juga sedang tahap move on dan aku pikir aku sudah move on. Lalu tiba-tiba kamu datang ketika aku sedang move on dan sedang liburan seperti ini?
FFFFFF. Di sana jam 9 malam. Ngapain kamu baca-baca kartu ucapan 2 tahun lalu malam-malam seperti itu lalu mengirim pesan padaku? Ya Allah, tolong. Gak bisa kayak gini. Untung aku bawa kaca mata, loh. Aku pakai kaca mata hitamnya sampai di bis. Gak bisa. Aku gak bisa. Kesel banget! Kemarin kemana aja? Kenapa baru sekarang nyadarnya? Aku nangis sepanjang jalan sampai ke tempat wisata berikutnya yang lumayan jauh.
Akhirnya setelah sejam aku tidak baca, baru aku jawab dengan jawaban seadanya dan masih berusaha di batas normal.
“Wkwk, enggak kok, Raz.”
“Iya sama-sama.”
Kebiasaanku kalau chatting denganmu adalah mematikan ponselku karena tak ingin menunggu. Kalau aku matikan ponsel, notifikasi yang masuk kan gak ketauan. Kalau perlu aku nyalakan lagi besok. Ponsel, kamera, dan kaca mata aku taruh di meja lipat yang ada di depan kursi.
Kira-kira 3 jam kemudian, yang lain sudah tidur di bis, aku tidak bisa tidur dan masih memikirkan hal itu. Untuk apa kamu baca-baca kartu ucapan jam 9 malam di sana sampai mengirim pesan? Bodoh. Mengapa aku memikirkan ini.
Tiba-tiba, tak ada polisi tidur atau hambatan lainnya, meja lipatnya copot. Alhasil, semua yang ada di sana terjatuh. Tidak terlalu tinggi sih, hanya selututku. Yang aku khawatirkan pertama adalah kamera, namun ia baik-baik saja. Kaca mata juga baik-baik saja. Ponselku juga sepertinya baik-baik saja, ia jatuh ke sepatuku yang empuk, jadi aman. Namun, ketika aku menyalakan ponselku, setengah layarnya hitam. Aku panik dong, mengapa bisa hitam setengahnya seperti ini? Lalu aku reebot ponselku. Saat menyala, malah hitam total! Ada suara saat unlock ponselnya, tetapi aku tak bisa melihat layarnya. Ada juga suara notifikasi masuk, tetapi aku tak bisa membukanya. Aku panik. Aku reboot berulang-ulang tetap tidak ada hasil. Akhirnya aku tenangkan diri dulu. Untung aku bawa tab, aku bisa memindahkannya ke tab. Namun, ternyata kami sudah sampai di tempat wisata selanjutnya. Akhirnya aku turun dulu. Di situ, aku bad mood parah. Aku tak merekam apapun yang ada di sana. Aku masih berpikir, mengapa mejanya bisa copot padahal tak ada gangguan apapun, semuanya mulus-mulus saja. Lalu mengapa ponselku bisa berlayar hitam seperti itu padahal jatuhnya hanya setinggi lutut dan jatuhnya tepat di sepatuku yang empuk. Sering sekali ponselku jatuh dari ketinggian dan di lantai yang keras, namun hanya temperglassnya yang pecah, ini sudah 2x ganti. Mengapa tiba-tiba hanya jatuh begitu saja bisa rusak total seperti ini? Aneh.
Kira-kira 2 jam kemudian, akhirnya kami kembali ke bis. Aku memindahkan data dari ponsel ke tab. Bisa sih, namun semua data, chat-chat, semuanya hilang. Untung aku punya screenshot chat kamu di Instagram saat kirim ke teman. Sampai sekarang, aku gak tau apakah kamu jawab lagi atau enggak karena waktu dari aku menjawab sampai sekarang itu kira-kira 5 jam lebih. Entah dalam 5 jam itu kamu menjawab lagi atau tidak. Yang jelas, ini masuk ke dalam 3 pertanyaan besar tentangmu setelah prom night dan Arandy. Mungkin ponselku rusak sudah takdir aku tidak diizinkan untuk melihat jawabanmu, Raz. Itupun kalau kamu jawab. Kalau waktu itu kamu jawab, sekarang aku kasih tau ya kenapa aku gak jawab lagi karena ponselku rusak tepat setelah aku menjawab chatmu, tetapi kalau kamu tidak menjawab, ya aku juga tidak penasaran dengan jawabanmu. HAHAHHA bullshit tingkat dewa. Padahal aku selalu terpikirkan kamu jawab apa, tetapi sepertinya kamu memang tidak jawab, maybe. Mimpi selama 3 hari berturut-turut itu mungkin firasat, aneh ya. Untung dalam 2 tahun ini aku mencatat mimpi-mimpiku, banyak yang menjadi kenyataan meskipun sudah setahun yang lalu. Sayangnya 2018 aku tidak membuat daily book lagi, hanya buku biasa untuk mencatat jadwal-jadwal.
Itu belum cukup menggoyahkan move on aku kok, Raz, hehe. Sudah 2 bulan nih. Rekor move on terlama selama 5 tahun. Ketika di pesawat menuju Jakarta, aku menulis sebuah surat di buku binderku.
To : Arazzio Septian
10 Oktober 2017
Someday, when I really really forget about you, I just wanna say a million thanks for a few years ago. You’re not my love, you’re my life. Don’t ever ask me why I did this because I don’t even know why I did this. Honestly, I don’t know till now. You brought colors in my life, even sometimes the colors are dark. You are the beginning of my inspiration and motivation, So, that’s the reason I said a million thanks for you even you hurt me so much. For this 5 years or maybe more, persentase kebahagiaan gue ke lo cuma 15%, sisanya pait semua. Masa-masa terpait di hidup gue gara-gara lo, tapi masa-masa terindah di hidup gue juga gara-gara lo. Dari lo jahat banget sampe sekarang lo baik banget sama gue. I dunno what’s the reason, but it’s a bit late yheaa. I just wanna feel ‘truly’ free without this feeling. I’m so tired. If you can feel what I feel right now, you must be tired and confused on the same time. Doa gue cuma satu, semoga lo sukses terus ya. Waktu gue udah terlalu panjang, 5 tahun (now 6). Dari cuma pisah barisan duduk sampe pisah benua. Dari lo masih jadi bocah SD sampe tumbuh jadi laki-laki cukup dewasa yang siap kuliah. Dari lo single sampe punya pacar, putus lagi, terus jadian lagi, putus lagi, balikan, dan begitu seterusnya sampe sekarang single lagi. Ya gitu deh, sukses buat lo dan gue di jalan kita masing-masing. Makasih, masa lalu yang teramat pahit, namun juga amat berarti bagi kehidupan di masa-masa yang akan datang.
Someone who loves you.
Dari tulisan ini, mungkin kita semua sudah menyimpulkan bahwa aku benar-benar sudah di penghujung melupakanmu dan masa-masa lalu, tetapi jikapun aku lupa denganmu, kamu masih tetap sangat berharga untukku.
2 bulan kemudian, aku pergi lagi. Ya, padahal ujian sudah di depan mata dan liburan panjang juga masih banyak, aku mah ikut aja. Aku pergi ke Singapura bersama mama, kakak, dan teman-teman mamaku. Aku ikut karena pengen jalan aja. Gak tau deh di sana ngapain. Aku harap ketika di sana tidak ada lagi yang Line aku dan bikin ponselku yang baru beli jadi jatuh lagi HAHA. Padahal aku gak mau beli ponsel baru, aku sudah terlalu nyaman dengan ponsel yang sudah 2 tahun bersamaku. Gara-gara kamu nih. Jadi ganti, HAHA. Sekali lagi, chat sama kamu itu mahal, sampai-sampai harus gantu ponsel.
Semua terasa normal, aku cabut sekolah saat awal pendalaman materi dan awal try out UN pertama, haha. Anak bandel. Ya sudahlah, aku juga maunya ambil swasta aja. Sudah lelah di negeri. Aku merasa tidak pantas di negeri. Anak malas yang cuma menang hoki sepertiku mana pantas di negeri. Di Singapura, aku berfoto di Merlion, lalu aku share di Instagram. Aku sharenya ketika sudah pulang dan sudah masuk sekolah sih, saat ke Thailand juga gitu. Jadi, tidak ada yang curiga kalau aku cabut sekolah itu izin pergi, bukan sakit HAHA. Aku juga tidak membuat Instastory, apalagi sampe titik-titik. Paling banyak juga 2-3 Instastory selama liburan 3 hari. Itu agak norak sih, hehe, kecuali kalau nanti aku ke Jepang atau Amerika. Itukan bukan liburan, itu menggapai impian. Kebiasanku saat posting juga locationnya tidak sesuai dengan tempat. Ketika di Thailand, lokasinya Blok M, sedangkan di Singapura, lokasinya Situ Gintung, haha, seru aja liat orang komen marah-marah. Gak penting itu, yang penting adalah untuk pertama kalinya kamu menyukai fotoku (dan gak kepencet). Pas banget ketika caption dari foto itu adalah “I love taking photos. But without you, my frame is empty.” whoa, pas caption ngode gitu ya likenya. Masih belum goyah. Jangan goyah. Selain itu, kamu juga jarang seen Instastory, tetapi sekalinya ngeseen, itu saat-saat ngode doang. Iiih, aku gak ngode. Cuma kebetulan aja lagunya enak kan, Talking To The Moon, Wish You Were Here, When You’re Gone. Huaa, jadi serasa belom move on. Padahal iseng aja. Giliran aku bikin Instastory peliharaanku, atau jalan sama temen-temen, atau yang lain-lain, kamu gak pernah liat. Curang!
nice story :)
Comment on chapter Prolog