Beberapa kali terdengar suara bising dari lantai bawah kantor agensi detective di Distrik 3. Tepatnya di ruang latihan dan uji coba ruangan kedua. Dalam ruangan tersebut Ichimiya tengah berlatih seorang diri sejak beberapa jam yang lalu. Di sekitarnya tampak lantai yang terlihat hangus seperti terbakar. Mulai hari ini dia memutuskan untuk belajar menggunakan kekuatan istimewanya.
Selama ini Ichimiya tidak pernah bisa mengendalikan kekuatannya. Karena itu dia tidak diperbolehkan menggunakannya sembarangan. Walau beberapa kali dirinya menggunakan kekuatan tersebut. Selalu ada efek samping yang dirasakannya. Sering kali Ichimiya akan lemas atau merasakan sakit kepala setelahnya. Dia juga tidak tau apa yang akan terjadi jika dia hilang kendali dan menggunakan kekuatan istimewanya.
“Ichimiya, sudah waktunya untuk kau kembali.”
Ichimiya yang awalnya terdiam menoleh ke arah pintu ruangan tersebut. “Aki-senpai.”
“Sudah cukup.” Aki yang sebagai penanggungjawab Ichimiya tentu saja tidak bisa membiarkan gadis itu memaksakan dirinya.
Saat ini sudah pagi. Ichimiya juga harus kembali ke Distrik 7 untuk menjalani kehidupannya. Dia juga harus pergi ke sekolah. Terlebih ini sudah 2 hari sejak Ichimiya dan Ao kembali ke Distrik 3 untuk melaporkan masalah Code: 005.
“Senpai, kelihatannya aku membuat masalah lagi,” ucap Ichimiya lemas ketika Aki menghampirinya.
Laki-laki itu melihat botol minum Ichimiya yang masih terisi penuh. Di dekatnya ada sebuah ponsel dan stun gun yang sudah rusak—seperti meledak dan terbakar. Aki meraih botol minum itu dan menyerahkannya pada Ichimiya.
“Istirahatlah sebentar. Lalu bersihkan dirimu. Aku akan mengantarmu ke Distrik 3.” Saat tangan Ichimiya menyetuh botol minumnya tiba-tiba saja sebuah aliran listrik keluar dari ujung jarinya—membuat mereka berdua kaget dan menjatuhkan botol itu. Aki menghela napas keras-keras melihat Ichimiya memandangi tangannya yang gemetar. “Lepaskan sepatumu dan duduklah ke lantai.”
Seperti perintah Aki, Ichimiya melakukannya dengan perlahan. Setelah cukup tenang Aki memberikan handuk kecil dan botol minuman itu kembali. Kali ini Ichimiya bisa menyentuhnya. Perlahan Ichimiya meneguk air minumnya hingga menyisakan setengahnya.
“Aki-senpai, sudah berapa lama aku di Distrik 3?” Ichimiya merebahkan tubuhnya ke lantai ruang latihan. Lalu menutup matanya dengan handuk kecil yang diberikan Aki padanya.
“Sudah 2 hari.” Aki juga memosisikan duduk di sebelah Ichimiya.
“Mereka pasti mencemaskanku.” Ichimiya tersenyum lemah.
“Apa kau benar-benar akan melakukannya?”
“Maaf.”
“Jangan meminta maaf padaku.”
“Apa Ao marah?”
“Menurutmu?” Aki balas bertanya. Sebenarnya dia juga merasa marah dan kesal pada Ichimiya. “Kau selalu melakukan hal yang berbahaya. Tentu saja Ao akan marah.”
“Jika orang itu menepati janjinya, maka aku tidak apa-apa jika harus menjadi bidak yang dikorbankan.”
“Memberikan informasi tentang anak-anak Distrik 1. Tidak mengganggu misi kita sama sekali. Semua jadi terlalu tenang sebelum badai besar itu datang.”
Selepas memberikan laporan semua pemimpin masing-masing devisi mulai melakukan rapat dan berdebat. Mereka berpikir jika ini jebakan. Bahkan ada yang setuju untuk langsung melakukan penangkapan pada Code: 005. Tetapi, Ichimiya memikirkan hal lain.
Ichimiya memang tidak bisa memaafkan organisasi yang dipimpin oleh Zero tersebut. Tidak bisa memaafkan mereka atas kejadian malam misi waktu itu. Dia tidak ingin ada lagi anak-anak yang menjadi korban mereka. Dan dia tidak inign orang-orang berharga yang di sekitarnya yang tak tau apa-apa ikut terlibat.
Jika apa yang dijanjikan Code: 005 benar, maka Ichimiya akan menepati janjinya juga. Dia akan melawan pemuda itu satu bulan lagi. Karenanya Ichimiya memberanikan diri untuk menyampaikan pemikirannya pada para ketua devisi lain.
Dia akan melawan Code: 005 dan mengalahkannya. Jika Code: 005 benar-benar memberikan mereka informasi tempat anak-anak Distrik 1 yang masih tersebar. Itu akan menguntungkan bagi mereka. Walau awalnya ditentang, Ichimiya dengan senang hati akan memeriksa informasi tersebut seorang diri. Karena dia yang mendapat tantangan dan membuat masalah ini terjadi. Dan karena Ichimiya-lah yang mereka inginkan. Jika memang perangkap maka mereka hanya akan kehilangan Ichimiya saja.
“Walaupun itu bukan perangkap, mereka akan tetap mengorbankamu kah?” gumam Aki.
Ichimiya paham betul bagaimana agensi ini berkerja. Bagi mereka Ichimiya hanyalah bahan percobaan yang bisa dibuang kapan saja jika sudah tidak bisa digunakan. Pada akhirnya dirinya tidak benar-benar bebas. Tempat ini. Distrik 3 mungkin tidak jauh berbeda dengan Distrik 1 tempatnya berasal.
***
“Ichimiya-chan…..” Kurumi berlari dan merangkul Ichimiya dengan erat di depan gerbang sekolah. “Ke mana saja kau?” tanyanya cemas.
“Maaf. Tiba-tiba saja aku harus kembali ke Distrik 3,” jawab Ichimiya tidak berbohong.
“Padahal baru hari pertama semester baru, tapi langsung absen selama 2 hari,” Erika dan Rin menyusul dari belakang.
“Ichimiya, apa kau baik-baik saja?” Rin terlihat tenang, namun tatapan yang diberikan pada Ichimiya terlihat sekali jika dia khawatir. Ichimiya yang menyadarinya berpikir apakah Rin menceritakan kejadian tersebut pada yang lainnya.
“Maaf. Apa aku membuat kalian khawatir?” Walau tau hal itu, tetap saja Ichimiya ingin memastikannya.
“Tentu saja,” jawab Kurumi mencengkram lengan Ichimiya.
“Siapa yang tidak khawatir saat temanmu tiba-tiba absen tanpa alasan yang jelas. Kami pikir terjadi apa-apa denganmu,” jawab Erika—terdengar agak kesal.
Sementara Rin, dia hanya tersenyum simpul pada Ichimiya.
“Semuanya baik-baik saja. Dan aku sudah kembali.”
“Jika kau akan kembali ke Distrik 3 setidaknya beritahu kami. Kami bahkan tidak bias menghubungimu. Hemm,” gerutu Kurumi. Dia menarik tangan Ichimiya menuju kelas. Tidak henti-hentinya gadis kecil itu memarahi Ichimiya selama di koridor. Ichimiya juga tidak sengaja merusak ponselnya saat mulai berlatih. Dan Aki baru saja memberikan yang baru beberapa jam yang lalu.
“Karena Ichimiya sudah kembali, rencana kita untuk pergi akhir pekan jadi bukan?” singgung Erika. Dia membuka ponsel dan melihat jadwalnya.
“Ah, aku minta maaf. Kelihatannya beberapa hari ini aku harus bolak balik ke Distrik 3. Ada banyak hal yang terjadi, jadi…. mungkin aku sedikit sibuk selama sebulan ini.”
“Eehhhh?! Ichimiya-chan….” rajuk Kurumi.
“Apa boleh buat. Jika memang itu masalah yang penting, Ichimiya harus menyelesaikannya dulu. Daripada saat kita pergi bersama tapi Ichimiya terus kepikiran hal lain, dia jadi tidak bisa bersenang-senang bersama kita,” kata Rin. Ichimiya merasa saat ini gadis itu tengah membantunya.
“Kalau begitu saat semua masalahmu selesai, Ichimiya-chan yang harus mentraktir kami.”
“Heh? Ah, baiklah kalau begitu,” jawab Ichimiya pasrah. Dia sudah banyak menolak ajakan mereka bertiga. Setidaknya ini untuk permintaan maaf juga. Apaboleh buat.
***
Kobaran api dari tempat pembakaran sampah sekolah terasa menyengat. Walau puncak musim panas telah berlalu, udara masih terasa kering. Setelah membuang sampah Ichimiya menyempatkan diri untuk mencoba kekuatannya sebentar. Dia mencoba untuk mengalirkan listrik di telapak tangannya. Kurang lebih selama 5 menit dia bisa mempertahankan energi tersebut. Namun setelahnya, tangannya mengalami mati rasa.
“Masih belum bisa ya,” gumamnya. Selain berlatih mengendalikan kekuatannya Ichimiya juga memikirkan berbagai macam cara untuk mengalahkan Code: 005.
Kekuatan lawannya adalah es. Membekukan apapun di sekitarnya. Tipe petarung jarah dekat dan jarak jauh. Jika melawannya dengan serangan langsung, yang ada akan berakhir sama dengan pertarungan mereka waktu itu. Code: 005 bahkan sampai membekukan darah dalam tubuhnya. Kemampuan jarak dekat dan bela diri Ichimiya tidak terlalu berguna untuk melawannya. Jika menjaga jarak, bahkan orang itu bisa menggunakan kekuatannya untuk menyerang dari jarak jauh.
“Udara bahkan mengandung uap air,” pikirnya. Menggunakan senjata bisa jadi pilihan karena tidak secara langsung menyentuh target. Tapi Ichimiya tipe petarung jarak dekat. Dia harus belajar menggunakan peralatan lain.
“Ichimiya,” panggil seseorang yang tak lain adalah Rin. Dia membawa sisa sampah untuk dibakar. “Kenapa kau hanya melamun saja?”
“Rin, maaf. Aku akan segera kembali.” Ichimiya menyembunyikan tangan kanannya yang mati rasa dan gemetar.
Rin berjalan mendekat. Dia melewati Ichimiya dan memasukkan sampah ke tempat pembakaran. “Jangan memaksakan dirimu. Ingatlah jika kau tidak sendirian.”
Ichimiya termangu. “Rin, apa kau-”
“Aku tidak menceritakannya pada siapapun. Pada Kurumi juga Erika, aku tidak mengatakan apa-apa,” sela Rin. Wajahnya berubah muram.
“Waktu itu, kenapa kau tiba-tiba kembali?”
“Karena aku yakin jika Ichimiya masih di sana. Aku... hanya merasa harus kembali. Harus.”
“Terima kasih Rin. Maaf jika aku selalu membuat kalian khawatir. Aku…” Ichimya tertunduk.
Rin berjalan ke hadapan Ichimiya. Dia merangkul Ichimiya dengan perlahan. “Kami tau tidak semua hal bisa dikatakan. Tapi kami selalu percaya padamu,” bisiknya.
Ichimiya merasa sedih dan kecewa pada dirinya. Padahal mereka begitu baik padanya, tapi dia sendiri malah bersikap demikian. Mereka mempercayainya, tapi Ichimiya selalu berbohong dan mengkhianati kepercayaan mereka. Ichimiya merasa dia bukanlah teman yang baik. Dia bukanlah teman yang pantas untuk orang-orang seperti mereka.
***
Ketika pulang, nuansa hening menyelimuti rumah Ichimiya. Baru kemarin rasanya dia mendengar sambutan selamat datang dari Ao dan Kyou. Tapi kenyataannya hari-hari itu sudah berlalu lama. Ada sebuah harapan kecil dalam hatinya agar waktu itu terulang kembali. Sepintas dia ingat dengan catatan kecil yang ditinggalkan Kyou. Memikirkan pemuda itu juga berharap hal yang sama membuat perasaannya sedikit membaik.
Kuharap Ao sudah tidak marah padaku, batinnya dalam hati. Ketika meninggalkan Distrik 3 tadi pagi dia tidak sempat menemui Ao di sana. Ichimiya hanya sebatas berpamitan lewat pesan singkat saja. Setidaknya Ao masih membalas pesan tersebut, membuat Ichimya sedikit lega. Pemuda itu memang tidak benar-benar bisa marah padanya.
Saat menaiki tangga menuju lantai atas, saura tirai di dekat meja makan membuatnya menolehkan kepala. Beberapa detik Ichimiya terdiam memperhatikan. Terlihat jelas pintu geser halaman sampingnya terbuka sedikit. Dia yakin sebelum pergi dia mengunci semua pintu dan jendela. Lantas bagaimana bisa? Dengan penasaran Ichimiya berbalik kembali dan mendekati meja makan. Dia jadi waspada kalau-kalau ada seseorang yang masuk ke rumahnya.
Langkahnya yang sudah sampai di dekat pintu geser itu mulai terhenti. Dia melihat ke sekeliling. Menengok ke halaman dan memperhatikan sekitarnya. Tidak ada yang aneh. Masih dalam keadaan waspada, Ichimya perlahan membuka pintu kaca di hadapannya itu.
“Apa aku memang lupa menguncinya?” gumamnya seorang diri. Dia menghembuskan napas lega. Namun setelah itu, dia baru sadar akan sesuatu. Di sudut lantai teras dekat kakinya, terdapat sebuah cup soda di sana. Ichimiya mendekati minuman tersebut dengan hati-hati. Dia berjongkok dan melihat ke dalam cup yang masih penuh dengan soda dingin itu. Terlihat biasa. Tidak ada yang aneh. Lantas tangan Ichimiya mencoba untuk menyentuh dan menumpahkannya.
Dari dalam cup itu meluncur sebuah es batu sebesar kelereng. Awalnya Ichimiya hanya diam mencari keanehan. Tapi dia baru sadar ternyata keanehan ada pada es batu tersebut. Buru-buru Ichimya mengambilnya dan mengangkatnya ke udara. Itu bukan es batu biasa. Di dalamnya ada sebuah kertas berukuran kecil. Dia tau siapa yang melakukan hal ini.
Tak bisa menunggu sampai es itu mencair, Ichimiya mengambil sebuah palu dan menghancurkannya. Di luar dugaan, kertas yang terselimuti es itu ikut membeku. Dia tak habis pikir, Code: 005 sampai menggunakan kekuatannya untuk hal seperti ini. Pemuda itu ingin mempermainkannya rupanya. Tanpa sadar Ichimiya terkekeh sebelum akhirnya jatuh tertunduk di dekat tangga. Kenapa rasanya dia begitu lelah? Rasanya begitu banyak beban di pundaknya. Bahkan banyak masalah yang terus berputar dalam benaknya.
Tanpa berbuat hal lain Ichimiya mulai beringsut bersandar ke dinging. Dia menekuk kedua lututnya dan menatap dalam diam benda kecil itu di lantai. Tanpa memikirkan hari yang mulai gelap, Ichimiya menunggu hingga kertas itu kembali ke bentuk aslinya.
***
Angin yang berhembus mulai terasa dingin. Kelihatannya musim gugur akan datang lebih cepat.
Ichimiya berdiri di atas sebuah bangunan tua tak berpenghuni. Dia menatap ke sekelilingnya. Tak berapa lama alat komunikasi di telinganya berkedip.
“Ichimya, aku sudah di posisi,” suara di alat komunikasinya—suara Azura.
Setelah Ichimiya berhasil mendapatkan informasi dari kertas yang ditinggalkan Code: 005, dia segera melaporkannya pada Aki. Setelah menunggu keputusan, Aki memberikan intruksi untuk bergerak setelah agen-agen dari Distrik 3 sampai. Tetapi seperti kesepakatan sebelumnya, Ichimiya akan bergerak sendiri karena ada kemungkinan ini adalah perangkap. Meski demikian Aki tetap memaksa dan akhirnya menurunkan Azura sebagai bantuan.
Selain agen-agen biasa sebagai pengaman area sekitar, Azura hanya ditugaskan untuk mengawasi dari kejauhan—dari jarak terjauh kekuatannya bisa digunakan. Azura akan bergerak sejauh 50 meter di belakang Ichimiya. Gadis itu akan mengawasi dan memberi intruksi jika ada sesuatu yang aneh di dekat Ichimiya.
“Rasanya membosankan,” gumam Azura di posisinya. Dia melihat denah area mereka sekarang bertugas.
“Apakah kau menemukan sesuatu?” Tanya Ichimiya setelah meluncur turun dan mulai bergerak perlahan.
“Tidak. Teruslah bergerak. Aku akan mengikutimu perlahan.”
“Terima kasih, Azura.”
“Hentikan. Aku hanya menjalankan tugas saja.” Ichimiya tersenyum mendengarnya.
Informasi yang diberikan Code: 005 hanya berupa titik koordinat di wilayah Distrik 7. Tepatnya di sekitar perbatasan Distrik 6. Tempatnya adalah sebuah area kosong yang terdapat sebuah rumah besar tak berpenghuni. Tidak ada tanda-tanda apapun di tempat itu. Suasananya juga begitu sepi. Sudah beberapa menit Ichimiya berkeliling tempat itu namun juga belum menemukan apa-apa. Dia jadi cemas sendiri setiap kali ingin berkeliling ke area yang lain. Benarkah dia bisa mempercayai pemuda licik itu? Apakah ini jebakan? Tak henti-hentinya pikiran semacam itu terlintas di benaknya. Padahal dia sudah memutuskannya waktu itu.
Tidak ada intruksi apapun juga dari Azura. Dalam hatinya Ichimiya berharap agar terjadi sesuatu segera. Saat ini dia sudah masuk ke dalam rumah kosong tersebut. Di tempatnya Azura mulai lebih mendekat karena terlalu banyak objek di dalam sana. Ichimiya memeriksa setiap ruangan sampai ke lantai atas. Begitu keluar dari salah satu ruangan di sana Ichimiya mendengar suara benda jatuh.
“Azura,” panggil Ichimiya lewat alat komunikasinya.
“Tunggu sebentar. Aku harus bergerak ke tempat yang lebih tinggi untuk melihatnya lebih jelas.” Jarak mereka kini tidak terlalu jauh. Azura bergerak ke atap sebuah gedung bertingkat dan memaksimalkan pengelihatannya. Dia menemukan sesuatu. “Ichimiya, ruang kedua dari ujung.”
Ichimiya segera melesat dan membuka keras-keras pintu ruangan yang disebutkan oleh Azura. Ruangan itu begitu gelap namun Ichimiya bisa merasakan ada seseorang di sana. Baru beberapa langkah dia masuk ke ruangan itu, dan dia merasakan kakinya seperti menginjak air. Tidak. Itu bukan air, karena setelah dia menyadari hal itu tercium bau darah segar dari hadapannya. Ichimiya bergeming. Kemungkinan terburuk yang dia pikirkan terus memenuhi kepalanya sampai dia terdiam.
“Ichimiya!” dari belakang tiba-tiba saja Azura muncul. Gadis itu lantas menyalakan sebuah senter dan menerangi ke arah Ichimiya. Azura pun juga hanya bisa membelalak kaget. Tepat di hadapan Ichimiya terkapar seorang anak kecil yang berlumuran darah. Dalam keadaan tak sadarkan diri bahkan terlihat tak bergerak sedikitpun.
Ichimiya yang saat ini bisa melihatnya dengan jelas tak bisa berkata-kata. Rasanya sebuah pukulan keras menghantam kepalanya. Napasnya memburu karena menahan gejolak emosi dalam dirinya. Kedua tangan Ichimiya mengepal kuat-kuat. Ingin sekali dia melampiaskan amarahnya namun berhasil ditahan sampai-sampai dia menggigit bibir bawahnya hingga berdarah.
Masih dengan perasaan kaget dan tidak percaya Azura mulai mendekati Ichimiya. Sementara itu Ichimiya mulai berlutut dan memeriksa anak itu. Dia menempelkan jarinya ke leher anak tersebut untuk mengecek denyut nadinya. Manik matanya membulat ketika mengetahui anak itu masih hidup.
Segera saja Ichimiya mengangkatnya dan bergegas keluar dari tempat itu. Azura mengekor di belakang dan paham apa yang terjadi. Dia berharap ini belum terlambat. Begitu juga Ichimiya. Sampainya di luar rumah itu Ichimiya terlihat panik dan kebingungan.
“Di mana?” tanyanya pada Azura. Suaranya terdenga gemetar.
Paham maksud ucapan Ichimiya, Azura segera menoleh ke arah selatan. Ichimiya pun bergegas kembali. Bahkan dia bergerak lebih cepat dan meninggalkan Azura di belakang. Dari pada lewat jalan biasa Ichimiya lebih memilih untuk lewat jalan pintas. Dia bergerak dan melompat ke atas bangunan menuju tempat tinggi. Gadisi itu berlari dengan penuh emosi menuju agen yang bertugas melakukan perawatan di sekitar area pengawasan.
Rasanya semua ini sudah direncanakan. Code: 005 benar-benar berhasil mempermainkan Ichimiya. Mempermainkan perasaannya. Membuat gadis itu makin membencinya hingga tak bisa memaafkannya apapun yang terjadi.
Ide ceritanya boleh, saran aku coba ambil referensi dialog dan plotting ala western biar lebih greget
Comment on chapter Mission 3