Siapa yang tak ingin kenal dengan sesosok laki-laki yang hampir mendekati kata sempurna bernama Aidan Assyraaf Pradipta seorang ketua umum himpunan mahasiswa farmasi di salah satu universitas di kota Bandung. Wajah tampan yang seperti artis bollywood, juga kealimannya, dan seluruh prestasinya membuat satu fakultas bangga karena laki-laki yang serba bisa itu.
Aidan pernah menjuarai beberapa lomba, yakni; lomba debat bahasa Arab tingkat provinsi, juara olimpiade Farmasi tingkat nasional, dan juara lomba MTQ tingkat provinsi.
Dibalik wajah tampannya, Aidan memiliki sifat yang membuat fans-fans-nya greget karena sifat dinginnya. Seperti makanan favoritnya, es krim, Aidan juga kerap kali disebut dengan julukan 'ice prince' karena hatinya yang beku. Aidan tidak pernah menanggapi perempuan yang menyukainya, terkecuali satu orang. Makanya mereka yang patah hati menyebut Aidan dengan julukan ice prince.
Seorang tatib bernama Hisyam menghampiri Aidan yang tengah duduk di ruangan himpunan untuk menunggu adzan dzuhur.
Aidan baru saja tiba di ruangan himpunan dan pantatnya baru saja mendarat diatas karpet merah maroon yang terpasang di ruangan tersebut.
"Dan, si Robby harus motong rambut cewek tadi gara-gara susah dicabut," lapor Hisyam.
"Biarin. Salah dia sendiri melanggar aturan." jawab Aidan.
"Pasti bentar lagi ngomel tuh anak." Hisyam menepuk jidatnya, "Aduh, baru kali ini gue menemukan spesies cewek aneh kayak si rapunsel,"
Aidan menaikkan sebelah alisnya, "Rapunsel?"
"Iya lah, rambutnya panjang banget. Untung rapi, kalau nggak, udah kayak kuntilanak aja, terus punya jurus gedebuk cukit lagi, aneh. Gila sih, kayak Naruto aja punya jurus." Hisyam menggelengkan kepalanya.
"Dia emang harus dibawa ke psikiater."
Aidan mengernyit, ia beberapa kali mengucapkan istighfar ketika menyadari bahwa ia sedang ghibah.
Astagfirullah, maafkan hamba ya Allah.
"Gue pikir gu--"
Aidan mengibaskan tangannya didepan wajah Hisyam, "Sudah, tidak usah dibahas lagi."
"Kesehatan, kesehatan! Rafli!" Nabila sang anggota divisi kesehatan berteriak-teriak sambil berlari mencari Rafli.
Wajah Nabila panik, tangannya gemetar. Di lapangan ada mahasiswa baru yang tidak sadarkan diri saat sedang makan siang. Di lapangan tidak ada anggota kesehatan yang jaga karena kebetulan semuanya sedang beristirahat. Nabila hanya ingat, Rafli mempunyai tubuh besar yang kuat, Rafli pasti bisa membantunya untuk membawa mahasiswa baru itu ke UKS. Rafli juga menyimpan kotak P3K milik divisi kesehatan.
Nabila mendongakkan wajahnya ke ruangan himpunan sambil bertanya, "Ada Rafli?" tanyanya.
Hisyam yang mengetahui keberadaan Rafli langsung menjawab, "Ada di ruang 4, gedor aja, ada apa Nab?"
"A-ada maba yang pingsan, di lapangan gak ada siapa-siapa. Kotak kesehatan yang isinya kayu putih sama freshcarenya ada di Rafli,"
"Kasih napas buatan aja atuh Nab haha,"
"Gak lucu Syam, bantuin aku plis." Nabila memohon. "Tadi aku habis lihat di ruang 4, tapi gak ada Rafli,"
Hisyam mengangguk, "Ya udah, ayo kita cari sama-sama,"
Bagaikan cheetah, Hisyam bergerak dengan cepat mencari Rafli ke berbagai ruangan yang ada di kampus. Sementara Aidan, ia pergi mengambil air wudlu.
Nabila dan Hisyam menyerah, napas mereka ngos-ngosan karena sudah berlarian sedangkan Rafli tidak ada dimanapun. Mereka memutuskan untuk pergi ke lapangan kembali untuk mengecek keadaan mahasiswa baru.
"Tadi Inggrid udah dibawa sama kak Rafli ke UKS kak,"
Jawaban dari salah seorang mahasiswa baru membuat Nabila dan Hisyam mengembuskan napasnya lega. Mereka kembali berjalan kedalam gedung fakultas untuk mencari Rafli di UKS.
"Fli, lo kayak doi aja yang hilang tanpa sebab," ujar Hisyam.
Hisyam terkenal dengan tatib paling galak karena alisnya yang tajam dan suaranya yang tegas. Namun siapa sangka Hisyam adalah laki-laki berotak sengklek, ia jahil, dan kalau sudah kumpul dengan teman-temannya, ia yang paling gila.
"Doi lo lagi main-main ke hati orang Syam, makanya ilang mulu," jawab Rafli.
"Ya daripada lu, jomblo,"
"Gue bukan jomblo Syam, gue masih menikmati kesendirian, dan yang pasti gue gak mau pacaran karena gak mau menjerumuskan kedua orang tua kedalam neraka,"
"Uhuk... Uhuk..." mahasiswa baru yang bernama Inggrid itu tiba-tiba bangun.
Rafli tidak mengerti, daritadi ia menghirupkan freshcare tapi Inggrid tidak bangun juga. Aneh.
"E-eh dek, udah bangun? Pusing gak?" tanya Nabila, gadis itu menempatkan satu bantal di punggung Inggrid untuk menyangga tubuhnya.
"Mual kak," jawab Inggrid.
"Kenapa?" tanya Hisyam kembali ketus. Ia tidak mau actingnya terbongkar didepan satu mahasiswa baru, kalau begini acara ospeknya akan gagal, dan Hisyam akan disalahkan oleh satu fakultas.
Inggrid menggeleng, "Gapapa,"
Nabila menyodorkan Inggrid satu cup air mineral yang telah ditusuk oleh sedotan, "Minum dulu,"
Inggrid menerimanya, ekor mata gadis itu diam-diam memerhatikan Rafli.
***
Waktu menunjukkan pukul empat sore, dan itu artinya acara ospek hari pertama dinyatakan selesai. Tetapi ada salah satu dari sekian banyak mahasiswa baru yang tidak diizinkan untuk pulang dahulu karena ada beberapa hal yang ingin disampaikan oleh ketua pelaksana ospek tahun ini.
Di lapangan berterpal biru tua, seorang gadis duduk seorang diri, dikelilingi oleh beberapa panitia ospek.
"Besok jangan telat bangun lagi. Kalau bisa, jangan melanggar aturan. Paham?" tanya sang ketua pelaksana ospek bernama Dava pada Binar.
"Ya kalau lo gak mau gue telat, lo wajib bangunin gue lewat telepon. Paham?" Binar malah membalikkan pertanyaan. Perempuan itu memang sangat berani.
"Lo tau, aturan itu dibuat untuk apa?" tanya tatib laki-laki yang menghadang Binar di gerbang tadi pagi.
"Aturan dibuat itu untuk dilanggar," jawab Binar denga wajah tanpa dosa.
Bukan Binar namanya jika ia tidak bertindak segila itu. Binar yang bertubuh kecil memiliki lisan asal ceplos, sifatnya pemberani, dan ia penentang.
"Woy, lo yang pake jaket army!" teriak Binar ketika ia melihat orang yang membuat rambutnya terpaksa dipotong karena menyangkut di sela-sela pintu wc.
Aidan baru bergabung ke kumpulannya untuk memberi punishment kepada adik tingkatnya yang melanggar aturan.
Karena teriakan Binar, semua panitia yang ada disana mengarahkan pandangannya pada sesosok Aidan yang tengah berjalan dengan gaya cool-nya.
Rambut Aidan yang klimis karena air wudlu membuat kaum hawa yang ada disana mengerjap-ngerjapkan matanya karena terpesona. Aidan tampan, sinar matahari sore hari yang memancar ke wajahnya pun membuat Aidan terlihat seperti model catwalk yang disorot lampu panggung.
"Masya Allah, indah sekali ciptaanMu," gumam salah seorang perempuan.
"Sok ganteng!" Binar berdiri dari posisi duduknya kemudian bertolak pinggang, "Lo gak ngerasa bersalah, hah?!" Binar berjalan mendekati Aidan.
Dan kini mereka hanya berjarak satu jengkal. Aidan dapat mendengar deruan napas Binar yang memburu. Karena tidak ingin disentuh oleh Binar, Aidan mundur dua langkah.
Binar makin mendekat, matanya yang bulat menatap lurus pada wajah Aidan, "Lihat nih, gara-gara lo, rambut gue jadi gak bermodel!"
Aidan menundukkan pandangannya, ia tidak ingin zina mata dengan perempuan itu.
"Jawab!" bentak Binar.
Aidan masih diam.
Binar mendecih, "Yah kalau lo bisu, gue pengen lo nebus kesalahan lo sama gue!"
Tidak ada seorang pun yang melerai perdebatan keduanya. Pasalnya Binar itu seorang perempuan yang mulutnya seperti kereta api. Kalaupun mereka lerai, Binar pasti tetap tidak ingin berhenti.
"Apa?" tanya Aidan.
"Karena kak Dava gak mau gue telat, besok, mulai besok lo harus antar jemput gue."
Skakmat.
Perempuan yang ada disana saling menatap satu sama lain. Baru kali ini ada adik kelas yang berani menentang seorang Aidan. Hati Binar kenapa sih, apa gadis itu tidak bisa melihat betapa spesialnya Aidan?
"Gak! Disini kita bukan babu lo!" Hisyam menolak.
Hisyam memang pengertian, Hisyam adalah sahabat yang baik untuk Aidan.
Salah seorang perempuan dari divisi acara menyahut, "Kita semua akan menolak keinginan kamu. Karena apa? Kamu keterlaluan. Ke yang lebih tua saja tidak punya etika, bagaimana nanti jika kamu menjadi senior? Apakah nanti senioritas akan berlaku?"
Binar diam sebentar sebelum berkata, "Ya ya ya. Fine, gue minta, dia bangunin gue lewat telepon," suara Binar kini lebih lembut.
"Lo pikir universitas ini milik nenek moyang lo?!" Hisyam naik darah. "Kalau lo bukan perempuan, udah gue cakar tuh muka!"
"Ok deal." jawab Aidan.
Hisyam memutar kepalanya pada sahabatnya itu, "Lo gila, Dan?!"
Hisyam tau bahwa Aidan tidak pernah menjalin hubungan apapun dengan wanita, termasuk chattingan tidak penting, apalagi telponan. Bukan Aidan banget. Makanya Hisyam pikir Aidan ini otaknya sedang error.
"Udah Syam, gapapa, gue salah."
Hisyam tidak setuju dengan pernyataan sahabatnya itu, "Dan, harga diri lo jatuh karena wanita ini Dan!"
"Kak Aidan-nya juga diem, ngapain lo yang ribet?" desis Binar.
Tidak lama setelah itu Binar menyobek kertas dari bukunya kemudian menuliskan nomor teleponnya diatas kertas tersebut.
"Nih nomornya, gue tunggu besok pagi." Binar memberi kertas itu pada Aidan, kemudian matanya beralih pada Dava, "Jadi, punishment-nya apa?"
"Tunggu besok." Dava menjawab, "Kalau masih melanggar aturan, punishment-nya bertambah."
Binar mengangguk setuju, "Beres kan?" tanya Binar, "Gue mau cabut nih,"
Dava menjawab pertanyaan Binar dengan dehaman.
Setelah itu Binar segera pergi sambil memberikan lambaian tangan pada beberapa kakak tingkatnya yang ada disana.
Dava mendesah, ia menjatuhkan tubuhnya diatas lantai. Dava benar-benar stres pada hari pertamanya menjadi ketua pelaksana ospek.
"Otak lo kenapa sih Dan? Gue sampe mikir lo kesurupan." Hisyam masih bawel.
Aidan memasukkan kertas berisi nomor ponsel Binar kedalam silikon benda pipihnya, "Otak gue baik."
"Dan, gue juga gak paham sama jalan pikiran lo." Dava berkomentar.
"Dia itu wanita, saya merasa bersalah karena telah memperlakukannya secara kasar." Aidan terkekeh.
"Ah Dan, cewek kayak gitu mah gak usah dipikirin. Orang dia berani mempermalukan lo didepan umum. Dia gak pantas untuk dibela," sahut Dava.
"Sudah selesai kan ya? Saya pamit, assalamualaikum,"