Pagi ini, Renata dan ketiga sahabatnya datang lebih awal ke sekolah. Kemudian berpisah di lorong kelas sebelas karena berbeda jalan. Renata mencoba bersikap seolah semuanya tak terjadi apa-apa, meskipun hal-hal aneh selalu menggerogoti pikirannya. Sebelum bel berbunyi Renata piket terlebih dahulu. Sedangkan Arga dan Dera menuju kantin untuk membeli buku tulis baru.
Renata mulai menyapu dari kursi belakang. Salah satu bangku tiba-tiba jatuh dengan sendirinya. Renata terdiam beberapa detik, lalu melanjutkan pekerjaannya seolah tak terjadi apa-apa.
"Dera," Renata melihat Dera berdiri dengan depannya.
"Lo kapan masuk?" Renata terheran.
Perasaan, sebelum gue nyapu, pintu tertutup. Dan kalau Dera masuk, kok pintunya enggak kebuka?
"Lo baik-baik aja-kan," tanya Renata melihat Dera yang diam membeku.
Dera kemudian keluar dari kelas tersebut. Dan berjalan dengan cepat. Renata yang melihat hal tersebut heran dan mengikuti Dera. Langkah demi langkah diikuti. Dera menuju ke ruang guru tua.
Langkah Dera berhenti di depan ruang guru tua. Lalu, menatap Renata yang berada di belakangnya.
"Der, Lo baik-baik aja-kan?" Tangan Renata mulai bergetar.
Dera menunjuk ke arah Ruang Guru Tua. Pelan-pelan aura dingin mengelilingi leherku. Dera kemudian masuk ke dalam Ruangan itu.
"Woy!" Seseorang memegang pundak Renata dengan bersahabat.
Dera!
Lalu yang tadi itu siapa? "Der! Lo gak usah main-main ya," ucap Renata dengan tegas.
"Main-main? maksud Lo apa sih! gue yang seharusnya bilang sama lo, jangan main-main di Ruang Guru Tua ini." Dera kemudian mengajak Renata menjauh dari Ruang Guru Tua.
"Gak, gak, gak. Lo tadi masuk ke kelas, kemudian berjalan ke Ruang Guru Tua-kan."
"Gue belum masuk kelas dari tadi, ini aja gue dari kantin dan ngikutin Lo ke sini. Dan gerak-gerik Lo tadi mencurigakan. Kaya ngikutin orang gitu,"
"Lo serius? Tadi gue ngikutin Lo, Dera." Renata membelalak. Tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Dera.
"Lo gak usah nakutin gue,"
"Gue gak nakutin Lo, gue serius." Renata berhenti tepat di depan kelas.
"Renata? Sampai kapan Lo akan piket?" Ketua kelas memotong pembicaraanku dengan Dera.
"Bentar bawel! Gak usah potong pembicaraan orang" bentak Dera.
"Lupain aja, Der." Renata mengakhiri percakapan dan meninggalkan Dera yang masih kebingungan.
***
Jam istirahat terdengar dengan keras di lorong sekolah. keempat sahabat itu berkumpul di belakang sekolah, markas mereka. Arga datang datang dengan enam mi instan ditangannya. Tiga untuknya dan tiga lagi untuk sahabatnya. sedangkan Dera datang dengan buku catatan geografinya, akan ada ulangan. Lalu Renata dan Arya datang bersama laptop mereka masing-masing.
"Gue ke toilet dulu ya," Arya bangkit dari tempat duduknya. Lelaki itu berjalan menuju ke toilet sambil menghafal rumus fisika. Sesekali memainkan jari-jarinya untuk berhitung. Setelah mengeluarkan sekresinya, Arya menuju ke wastafel untuk mencuci muka. Wajah terlihat kusam.
Di saat Arya mencuci tangannya, sebuah rambut hitam lebat keluar bersamaan dengan air. Arya mengabaikan hal tersebut, beberapa padetik, rambut tersebut keluar semakin banyak. Arya lalu menutup keran, karena bukan air yang keluar melainkan, rambut hitam lebat dengan belatungnya. Arya terkejut dan berjalan mundur, dan mencuci tangannya di dalam ruangan gelap di sudut toilet.
Disaat ia sibuk mencuci tangannya sebuah bayangan hitam melintas cepat. Arya segera menyudahi cuci tangan.
Di saat Arya keluar dari toilet, sebuah tangan memegang kaki Arya dengan kuat. Pelan-pelan Arya melihat sesuatu tersebut. Keringatnya keluar berkecucuran. Detak jantungnya berdetak kencang.
Argh!!!
Arya berlari ketika melihat sosok itu, bukannya kenapa? Sosok itu tidak memiliki kepala. Arya berlari ketakutan dan gemetar hebat. Renata yang mendengar teriakan Arya berlari menuju ke sumber suara. Diikuti oleh Arga dan Dera di belakang.
"Arya!" teriak Renata. Arya berlari dan memeluk Renata dengan erat. Dia amat ketakutan. Renata yang melihat kondisi Arya ikut ketakutan. Dera kemudian memilih untuk mengantar Arya ke ruang UKS.
Di ruang tersebut, Arya tidak ingin di tinggalkan. Dia sangat ketakutan.
"Guru rapat, kayanya hari ini tidak akan belajar." Dera datang dengan air putih di tangannya. air putih itu kemudian diberikan kepada Arya.
Sekitar satu jam, Arya mulai membaik. Renata langsung bertanya apa yang terjadi kepadanya. Arya menceritakan dengan sedikit gemetar. Terbata-bata.
"Jangan bilang kalau hantu itu adalah hantu Gisella?" Tebak Dera.
Tiga sahabat itu menatap Dera. Ucapannya cukup masuk akal, hantu itu tidak memiliki kepala. Persis seperti kematian Gisella Dulu.
"Kalaupun iya, kenapa hantu itu gangguin kita?" ketus Arga.
"Bener juga sih, banyak keanehan. Dari Renata hingga Arga. Gue jadi takut nih," Ucap Dera dengan perasaan janggal.
Keempat sahabat itu terdiam sejenak, Renata dan Arya mematikan laptop mereka. Disela-sela mereka terdiam, terdengar suara nyanyian yang teramat sedih namun terdengar merintis. "Na... na... na...," Suara itu terus terdengar membuat keempat sahabat itu bernafas secara tidak teratur.
Suara langkah kaki terdengar menuju ke markas mereka, Arga dan Arya mulai gemetar.
ARGH!
"Kalian sedang apa disini?" Ucap penjaga sekolah dengan nada tegas. Kedua tangannya memegang sapu lidi.
Keempat sahabat itu saling lihat. Tidak tahu harus berkata apa.
"Kami cuma belajar," balas Arya.
"Sebentar lagi mau masuk nih, kembali ke kelas yuk," Renata pura-pura melihat ke arah jam tangannya. Keempat sahabat itu mulai bangkit dari tempat duduk mereka dan menuju ke lorong kelas masing-masing.
"Gue takut banget, kalau aja pernah jaga sekolah tadi tahu kita masuk ke ruangan guru tua itu, bisa-bisa kita kena sidang," kata Dera dengan wajah cemas.
Wush....
Mereka berbalik badan, ada sesuatu yang melesat di belakang mereka.
"Jangan main-main ya!" Arga ketakutan.
"Arya, Lo di situ-kan," Renata mencoba menebak-nebak.
Sayangnya, tidak ada siapa-siapa di sana. Ketiga sahabat itu berbalik badan dan ....
Argh!
Boneka Salendrina tergeletak di lantai dengan kapak besar di sampingnya. Ketiga sahabat itu berlari sekencang-kencangnya menjauhi lorong itu.
Renata masuk ke dalam kelas dan di ekori oleh Arga dan Dera. Mumpung masih jam istirahat, ketiga sahabat itu berkumpul di meja Renata. Dera pucat pasih. Amat ketakutan.
"Ibu gak bisa masuk, kerjain aja latihan halaman 15, nanti di kumpulin," Ucap salah satu siswa di kelas tersebut.
Tiga hari lagi di posting kelanjutan ceritanya
@HeniWrain thank you
Comment on chapter chapter 3